Pertanyaan Bermakna Jadi Kunci Belajar Berdaya di Mana Saja

Najelaa Shihab
Pendidikan adalah belajar, bergerak, bermakna. Pendidik adalah kita, Semua Murid Semua Guru
Konten dari Pengguna
9 September 2020 9:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najelaa Shihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak pamit berangkat sekolah Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak pamit berangkat sekolah Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sebelum wabah, masing-masing keluarga punya rutinitasnya, yang banyak berkait dengan aktivitas anak bersekolah--menyiapkan bekal dan mengantar ke sekolah atau madrasah, menjemput, dan memeriksa PR-nya.
ADVERTISEMENT
Kegiatan reguler yang juga berarti, salam saat pergi dan pertanyaan saat sampai di rumah lagi. Apa kebiasaan Anda saat melepas anak belajar dan menyambutnya saat kembali? Kalau Anda seperti kebanyakan orang tua, maka kalimat pertama biasanya adalah “Hati-hati” dan kalimat kedua “Belajar apa hari ini?”. Dan seperti kebanyakan orang tua juga, ucapan dan pertanyaan ini tidak mendapat respons yang berarti malah sering kali tak dijawab anak sama sekali.
Di saat wabah, tak ada prosesi ini di awal dan akhir hari. Karena lokasi belajar-mengajar ada di rumah sendiri, tak ada alasan untuk meminta anak berjaga terhadap mara bahaya atau mencari tahu proses belajar yang terjadi di depan mata orang tua.
ADVERTISEMENT
Jadi apa adaptasi kebiasaan baru yang bermakna? Yang terbukti luar biasa manfaatnya: Mengajukan pertanyaan yang berbeda, di masing-masing tahapan belajar anak kita.
Saat Anda mendampingi anak belajar, si kecil akan merasa diperhatikan. Foto: Shutterstock
Pertanyaan memberi informasi terhadap apa yang terjadi dalam belajar, bukan hanya untuk orang tua yang memfasilitasi, tetapi juga memberi teladan pada anak tentang pertanyaan seperti apa yang perlu ditanyakan pada diri sendiri selama prosesnya. Ingat, tujuan kita adalah anak yang pada akhirnya memegang kendali, belajar sepanjang hayat tanpa henti.
Sebagaimana semua rutinitas, ritual berulang pada waktu yang tepat, sangat menentukan pembiasaan. Kita perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan di tiga tahapan. Sebelum anak mengerjakan tugas, di tahap perencanaan belajar. Saat anak mengerjakan, untuk memantau proses belajar. Setelah anak selesai mengerjakan, untuk membantu orang tua dan anak mengevaluasi proses belajar.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana proses mengajar, belajar pun butuh perencanaan. Ini bagian terpenting dari kesiapan yang seringkali terlewatkan dari percakapan di kelas, seringkali karena hanya ada seorang guru yang merasa membuang waktu saat harus melakukan tanya-jawab individual dengan murid satu persatu.
Saat belajar di rumah, yang diajar tak lebih dari sepuluh, di sinilah kesempatan orang tua. Pertanyaan memberikan bekal terpenting bagi anak dan akan menentukan keseluruhan capaiannya bukan hanya di satu dua tugas saja, bahkan bisa mengubah keseluruhan keterampilan belajarnya.
Jenis tugas apakah ini? Pernahkah ada tipe tugas serupa? - pertanyaan ini membantu anak mengenal dan merasa nyaman dengan tantangan yang dihadapinya, sekaligus menggali pengalaman belajar lain yang pernah dialaminya. Sebagian anak butuh bantuan untuk mengingat tugas yang mirip sehingga orang tua perlu memantik memorinya. Usahakan berfokus pada pengalaman sukses anak, untuk menambah keyakinannya bahwa tugas kali ini pun akan mampu diselesaikannya. Kalau pun yang muncul adalah referensi pada pengalaman gagal--pastikan pertanyaan lanjutan berkait dengan strategi atau kemampuan apa yang sudah pernah dialami dan bisa digunakan untuk menyelesaikan tugas saat ini?
ilustrasi anak belajar matematika Foto: Shutterstock
Apa tujuan saya dan bagaimana saya tahu bahwa saya telah mencapainya? Menetapkan indikator keberhasilan adalah langkah awal belajar terencana, yang membantu anak menetapkan target dirinya. Beri anak cukup waktu untuk memvisualisasi situasi di mana ia sudah selesai. Sebagian anak akan membayangkan waktu leha-leha bahkan di saat ia belum mulai, jangan terpancing emosi dan marah apalagi menyalahkan anak atas bayangan tentang apa yang menyenangkan untuknya. Anggap proses ini adalah kesempatan orang tua untuk lebih mengenal anak dan harapannya.
ADVERTISEMENT
Apakah saya termotivasi untuk melakukan tugas ini, dan bagaimana saya dapat meningkatkan motivasi saya (bila rendah)? Motivasi yang perlu kita temukan di anak bukan tentang nilai, bukan pula ancaman hukuman bila tugas tak selesai. Dalam kondisi ideal, tugas yang diberikan menjawab keingintahuan dan rasa penasaran anak--sehingga ia ingin melaksanakannya tanpa disuruh tapi karena dorongan internal. Dalam banyak kondisi, tugas diberikan karena tuntutan kurikulum yang tak relevan-- tahapan ini menjadi amat sangat esensial. Hindari terjebak dengan memberikan sogokan yang pada akhirnya membuat anak ketergantungan dan menjadi sumber masalah terus-terusan. Yang efektif, mulai lah dengan percakapan tentang apa yang sudah anak ketahui tentang topik tersebut, apa hal lain yang ingin dieksplorasi, sehingga setidaknya anak bisa menemukan apa informasi tambahan yang ia perlukan atau apa yang bisa ia lakukan/penambahan pengetahuan setelah tugas selesai dikerjakan. Kadang kala, motivasi anak hanya tinggi untuk sub topik atau bagian tertentu dari tugas, ini tentu lebih baik dari tidak ada alasan sama sekali. Keberhasilan membuat koneksi walau sedikit sekali, sudah sangat membantu persepsi anak bahwa ia memegang kendali proses belajarnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Berapa banyak waktu dan sumber daya yang dibutuhkan? Kebanyakan anak cenderung salah menakar lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas--karena prediksinya selesai lebih cepat, ada rasa frustrasi saat ternyata prosesnya lambat. Sediakan jam weker atau sekadar catatan waktu mulai dan selesai agar anak terlatih. Target waktu yang ditepati, walaupun kualitas pekerjaan belum sesuai akan membuat anak perlahan bisa lebih mandiri--sambil secara bertahap bisa menuntut diri membuat perkiraan waktu yang lebih realistis, tak berhenti sampai kualitas tugasnya sudah sesuai yang diinginkan, dan yang paling penting mampu menjawab pertanyaan lanjutan. Apa yang mungkin mengganggu saya dalam menyelesaikan tugas, dan bagaimana saya dapat mencegah gangguan tersebut? Bayangkan anak Anda yang sudah mencapai tahapan ini dan berada dalam posisi perencanaan yang terbaik untuk mulai proses belajarnya!
Ilustrasi seoarang anak saat belajar menulis. Foto: pixabay.com
Selama proses anak mengerjakan tugas, banyak orang tua (dan guru) yang luput melakukan pemantauan. Sering kali anak berhenti di tengah-tengah dan datang mengadu atau meminta dibantu saat sudah terlanjur menyerah pada tugasnya. Tentu merepotkan untuk secara rutin memonitor anak yang sedang mengerjakan tugas dan tampaknya biasa-biasa saja, mumpung tenang lebih baik orang tua fokus juga pada pekerjaannya. Asumsi ini tidak sepenuhnya salah, bila anak anda sudah punya kemampuan metakognisi sesuai tahap perkembangannya. Kenyataannya, karena kurang terlatih, banyak anak kita yang punya toleransi rendah terhadap frustrasi. Berhenti sebelum mulai atau mogok dan menolak melanjutkan lagi.
ADVERTISEMENT
Kabar baiknya? Pertanyaan pemantauan di tahap kedua saat mengerjakan tugas ini, butuh pembiasaan dan investasi waktu di awal, tetapi mudah ditransfer menjadi self talk atau pertanyaan mandiri yang dilakukan anak setelah beberapa minggu meniru kita. Pertanyaan dan pernyataan ini bahkan bisa dipindahkan dalam bentuk poster penyemangat atau pengingat tertulis yang dilirik anak di atas meja atau di layar komputernya
Apakah saya yakin bahwa saya tahu apa yang saya lakukan? Seberapa baik strategi yang saya gunakan? Kalau tidak, anak perlu berhenti untuk klarifikasi instruksi atau mendapat contoh lagi daripada mereview tugas saat semua sudah selesai. Salah satu hambatan utama pada guru saat memberikan tugas di pembelajaran jarak jauh adalah kesulitan mengobservasi pemahaman anak atas perintah dalam mengerjakan tugas. Ketidakjelasan biasanya terlihat saat anak gelisah dan menghindari kontak mata di pertemuan tatap muka, saat di layar (apalagi tanpa kamera) atau hanya lewat WhatsApp dan tanpa suara, ada begitu banyak kesalahpahaman antara pemberi tugas dan penerimanya. Di sinilah peran orang tua, mengingatkan anak memantau prosesnya, di 1-2 soal pertama atau awal prosesnya, sebelum terlanjur “salah semua”.
ADVERTISEMENT
Di pertengahan proses belajar, baik satu tugas di satu jam belajar atau bahkan satu semester dalam semua mata pelajaran, kebiasaan refleksi, juga penting sekali.
Apakah saya menunjukkan kemajuan dalam mencapai tujuan? Apakah ada modifikasi strategi yang saya gunakan? Materi apa yang paling penting? Materi apa yang sulit saya pahami? Materi apa yang sulit saya ingat? Bagaimana apa yang saya sudah pelajari berhubungan dengan apa yang sudah saya ketahui? Bagaimana ini berhubungan dengan pengalaman saya atau masa depan saya? Sebagian anak bisa menjawab sebagian pertanyaan ini dengan lebih cepat, sebagian kebingungan dan butuh dukungan. Observasi detail dan pemberian umpan balik berulang adalah bentuk pengajaran yang paling esensial. Menggunakan kertas coretan hitungan, menggarisbawahi bacaan, semua alat bantu yang bisa dibiasakan pad semua pelajar. Saya bahkan kadang memotret anak yang sedang melakukan kegiatan, saat kesusahan, saat menikmati tantangan, dan menggunakan ini untuk mempertajam pengamatan saya dan menunjukkan ke anak proses yang dilaluinya.
ADVERTISEMENT
Semua ini akan membentuk keyakinan anak bahwa belajar adalah proses yang perlu disadari, dapat dan harus diusahakannya setiap hari, dan bukan tergantung pada faktor-faktor seperti sudah pintar dari sananya atau hanya keberuntungan yang dimiliki oleh anak-anak tertentu yang ditakdirkan punya IQ tinggi.
Tahap akhir dari belajar, adalah tahap mengevaluasi. Bila kedua tahap pertama dilalui, maka ketergantungan pada nilai atau evaluasi dari guru dan orang tua akan sangat berkurang di tahap ini. Anak yang memiliki tanggungjawab pada prosesnya, akan termotivasi untuk menuntaskan siklus belajarnya dengan menilai diri sendiri. Data menunjukkan, keakuratan penilaian diri pada anak yang terlatih bukan hanya luar biasa tinggi, tetapi jadi faktor yang memengaruhi motivasi berkelanjutan maupun prestasi di berbagai bidang.
ADVERTISEMENT
Bahkan sejak usia dini, anak bisa didampingi untuk melakukan evaluasi. Pertanyaan apakah pengalaman belajar saya menyenangkan? Apakah saya mendapat tugas atau pengajaran yang diperlukan? Apakah saya mendapat dukungan saat meminta bantuan? Sangat penting untuk mengubah metode pendampingan guru, orang tua dan teman serta menguatkan lingkungan dan budaya belajar.
Ilustrasi anak balita belajar dengan gadget - Potrait Foto: Shutterstock
Tetapi yang lebih penting lagi adalah pertanyaan-pertanyaan yang menguatkan orientasi anak untuk memahami kompetensi yang dituju dan profil dirinya sebagai pelajar, bukan hanya dengan meminta atau memberi evaluasi pihak eksternal. Seberapa baik saya mencapai tujuan saya? Seberapa baik saya menguasai apa yang ingin saya pelajari? Seberapa baik saya menghindari sumber gangguan dan tetap menjalankan tugas? Pendekatan atau strategi mana yang berhasil dengan baik dan akan saya ulang lain kali? Mana yang tidak berhasil dan tidak akan saya ulangi? Apa yang perlu saya lakukan secara berbeda saat melakukan tugas yang serupa?
ADVERTISEMENT
Apa poin terpenting yang saya pelajari? Apa yang masih sulit saya pahami? Apa yang perlu saya ulas kembali? Pertanyaan apa yang saya miliki yang harus dijawab oleh seorang ahli (karena belum terjawab oleh guru atau sumber belajar selama ini)?
Membaca pertanyaan-pertanyaan ini saya yakin memberi harapan pada Anda akan potensi anak-anak berbagai usia untuk terus mengembangkan diri. Kita yang beruntung mungkin jadi teringat pengalaman dengan anak sendiri atau bahkan pengalaman kita sendiri saat belajar di masa lampau maupun saat ini. Tidak pernah ada kata terlalu cepat atau terlambat untuk melatih regulasi diri.
Pertanyaan yang awalnya diajukan oleh fasilitator belajar yang peduli di lingkungan, lama kelamaan akan menjadi pola percakapan di ruang kelas dan keluarga, menjadi cara anak-anak kita melalui proses belajarnya, walaupun kita tidak hadir selamanya.
ADVERTISEMENT
Mudah dicoba, dan penting dipraktikkan dalam interaksi kita saat belajar di rumah dan di sekolah. Bukankah ini tujuan pendidikan yang sesungguhnya? Membantu anak-anak kita menolong dirinya sendiri dalam proses belajarnya. Senjatanya? Pertanyaan bermakna!