news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Semua Murid Semua Guru: Janji Inklusi yang Perlu Kita Tepati

Najelaa Shihab
Pendidikan adalah belajar, bergerak, bermakna. Pendidik adalah kita, Semua Murid Semua Guru
Konten dari Pengguna
19 November 2017 8:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najelaa Shihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Janji inklusi yang perlu kita tepati (Foto: Najelaa Shihab)
zoom-in-whitePerbesar
Janji inklusi yang perlu kita tepati (Foto: Najelaa Shihab)
ADVERTISEMENT
Pertanyaan tersering yang saya terima berkait anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah apakah betul jumlahnya makin banyak. Saat ini bila kita melihat berbagai sumber data dalam puluhan tahun terakhir, jawabannya adalah benar. Buat sebagian orang, ini mungkin kabar buruk untuk dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
Buat saya, kemampuan mendeteksi dan mendiagnosa kebutuhan yang beragam harus dilihat sebagai kesempatan untuk melakukan lebih banyak hal yang memastikan setiap anak mencapai keberhasilan. Cita-cita ini penting, bukan karena jumlah anak atau data statistik semata, tetapi tentang komitmen kita mengerahkan sumberdaya pada setiap warganegara.
Definisi kebutuhan khusus sangat bervariasi—kelainan neurologis yang dibawa sejak kelahiran atau diturunkan, ketidakmatangan sensoris karena kurangnya stimulasi atau masalah emosi dan jasmani. Walaupun bukan tempatnya diterangkan di sini, saya percaya pentingnya kita mempelajari karakteristik-karakteristik ini. Banyak generalisasi yang meliputi ABK, muncul dari sedikitnya yang memahami, sehingga jarang juga yang peduli.
Banyak juga teknik differensiasi belajar-mengajar yang lebih sesuai dengan cara kerja otak dan lebih menyentuh seluruh aspek perkembangan, misalnya organisasi informasi secara visual atau memperbanyak jeda dan gerak dalam pelajaran, yang harus dikuasai guru bukan hanya untuk ABK, tetapi sesungguhnya bermanfaat untuk semua murid di kelas.
ADVERTISEMENT
Deteksi dini, atau diagnosa yang diberikan pada anak seringkali dihindari oleh orang dewasa di sekitarnya, karena khawatir label ini justru akan membatasi potensi dan menghambat percaya dirinya. Sesungguhnya, efek negatif pada ABK ini hanya akan terjadi di lingkungan yang penuh stigma.
Bila kita semua bertekad mendukung anak, identitas ini justru menjamin pemenuhan hak (sebagai anak dan warganegara) yang utuh dan membantu anak mengenal dan mengaktualisasi diri. Sesungguhnya, reaksi negatif pada ABK ini hanya akan terjadi pada masyarakat yang minim toleransi. Bila kita semua bersepakat pada tujuan pendidikan, inklusi menumbuhkan kualifikasi setiap anak dengan membangun dari keunikannya—bukan melulu membicarakan kelemahannya.
Satu faktor yang sangat menentukan perkembangan anak, dalam situasi apapun, adalah orangtua. Pernyataan ini menjadi berlipat-lipat pentingnya pada ABK. Prinsip Mencintai dengan lebih baik adalah modal dalam setiap keluarga kita. Tetapi mencari cara menjadi jauh lebih panjang saat perkembangan anak tak bisa diprediksi, memiliki impian yang tetap tinggi menjadi lebih sulit saat anak gagal berkali-kali, menerima tanpa drama menjadi lebih susah jika orangtua punya banyak penyesalan, tidak takut salah menjadi lebih beresiko saat begitu banyak ilmu baru yang perlu dipelajari dan asyik bermain bersama kadang terlewati saat kita sibuk dengan terapi dan intervensi.
Ilustrasi  anak berkebutuhan khusus (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak berkebutuhan khusus (Foto: Thinkstock)
Saya kagum luar biasa saat berinteraksi dengan orangtua ABK, yang bukan saja perannya tak mungkin tergantikan oleh siapapun, tetapi bisa membuktikan komitmen mengutamakan kepentingan anak di tengah segala tantangan. Orangtua adalah simpul utama dari penanganan ABK yang tidak selayaknya disalahkan atau didukung hanya sebatas peraturan.
ADVERTISEMENT
Proses pendidikan inklusi membantu anak menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa batasan, tetapi juga membantu lingkungan mengakomodasi kebutuhan individual tanpa menyeragamkan. Kita adalah jaringan sosial yang ikut mempengaruhi pencapaian semua anak di sekitar.
Yakinlah, saat sekolah dan rumah bersikap terbuka—tanpa diskriminasi—sesungguhnya bukan hanya ABK yang beruntung berada dalam lingkungan inklusi. Teman sebaya maupun orang dewasa, belajar banyak hal, yang berarti dari empati sampai refleksi, dari adaptasi hingga demokrasi.
Terima kasih untuk semua anak dan orangtua di sekeliling kita yang percaya dan mencurahkan berbagai sumber daya pada pendidikan inklusi. Pendidikan yang menjanjikan kondisi masyarakat yang kita idamkan-—kehidupan dalam perbedaan yang saling menguatkan.