Semua Murid Semua Guru: Strategi Bertanya

Najelaa Shihab
Pendidikan adalah belajar, bergerak, bermakna. Pendidik adalah kita, Semua Murid Semua Guru
Konten dari Pengguna
31 Agustus 2017 21:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najelaa Shihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jelaskan tentang kegiatan sekolah. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Jelaskan tentang kegiatan sekolah. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Tulisan ini adalah bagian dari Surat Kabar Guru Belajar yang edisi lengkapnya bisa diunduh di http://bit.ly/SKGuruBelajar11
ADVERTISEMENT
Bertanya adalah jenis interaksi terbanyak yang terjadi di dalam kelas. Saking seringnya, sebagai kompetensi paedagogis, hal ini dikelompokkan beberapa ahli sebagai keterampilan "instinktif". Pernyataan ini ada benarnya, karena keterampilan ini membutuhkan sensitivitas guru. Namun di sisi lain juga menggambarkan bahwa kita seringkali melakukannya tanpa tujuan yang jelas.
Sebagaimana semua hal yang dilakukan guru, pertanyaan sejatinya berpusat pada murid. Apakah guru percaya pada kemampuan refleksi serta konstruksi pemahaman anak dan pentingnya mempertanyakan asumsi serta keterampilan berpikir lain sebagai salah satu tujuan utama pendidikan. Atau sebaliknya, guru percaya bahwa anak belajar melalui instruksi langsung yang harus diarahkan dan tujuan pendidikan adalah menyelesaikan sebanyak-banyaknya cakupan pengetahuan. Hanya bila kita sepakat pada paradigma di pernyataan pertama lah, kita bisa sepakat pada tujuan pertanyaan untuk meningkatkan rasa ingin tahu, melibatkan dan meningkatkan proses berpikir murid serta membantu guru mengecek pemahaman murid.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan yang melibatkan bisa muncul saat guru menggunakan situasi relevan bagi murid untuk menumbuhkan ketertarikannya. Guru juga perlu paham tingkat kesiapan murid pada saat itu berkait topik yang diajarkan. Konteks dari pertanyaan dan jenis tantangan yang sesuai hanya dapat diajukan oleh guru yang terbiasa mendengar dan mengobservasi murid dengan rutin. Perencanaan sebelum mengajar dan refleksi guru selama mengajar menjadi kunci.
Beberapa jebakan utama bagi guru untuk mengajukan pertanyaan yang baik seringkali juga berkait hal sederhana, seperti waktu. Banyak guru yang tidak nyaman dalam "comfortable silence", membiarkan murid memiliki waktu berpikir yang berkualitas sebelum menjawab pertanyaan. Guru sering berasumsi, diam berarti tidak bisa dan kebingungan atau kesalahan bisa membahayakan. Tidak heran banyak guru yang mengajukan pertanyaan di kelas, kemudian menjawabnya sendiri. Padahal pengalaman belajar yang intensitasnya positif selalu membutuhkan waktu absorbsi dan refleksi.
ADVERTISEMENT
Merancang pengelompokkan murid juga akan sangat berpengaruh pada efektifitas pertanyaan. Perencanaan meliputi jenis dan tingkat pertanyaan yang akan diajukan pada seluruh kelas, ke kelompok anak, anak tertentu, antar anak, dan bahkan pada akhirnya mempengaruhi "self question" yang diajukan murid dalam proses berpikirnya didalam diri sendiri. Riset misalnya menunjukkan sesi tanya jawab di awal pelajaran bisa lebih aktif bila anak berada dalam kelompok 4-6 orang.
Banyak sekali referensi yang memberikan panduan teknis sampai ke kata kunci yang perlu digunakan untuk mengembangkan kemampuan guru mengajukan pertanyaan dalam berbagai jenis dan tingkatan. Namun miskonsepsi utama yang sering menghambat biasanya berkait dengan paradigma pendidikan. Ketergantungan pada urutan taksonomi Bloom misalnya, muncul karena guru meragukan kemampuan anak di kelas rendah untuk mengeksplorasi pertanyaan "higher order thinking". Padahal paparan dan latihan pada pertanyaan berkualitas yang jenisnya terbuka, imajinatif, analitis dan aplikatif ini menjadi bagian yang penting dari pengembangan kompetensi, di usia berapapun. Miskonsepsi lain berkait dengan respon terhadap pertanyaan murid. Bisa memunculkan murid yang mengajukan pertanyaan berkualitas, disaat riset menunjukkan bahwa rata-rata hanya 1% murid yang melakukannya di kelas, jelas prestasi yang patut dirayakan. Namun yang dibutuhkan murid pada saat itu hampir selalu bukan "jawaban" dari guru. Respon guru bisa berupa merujuk pada pandangan teman lain yang diajukan sebelumnya atau proses berpikir guru sendiri yang berlangsung saat mendengar pertanyaan tersebut. Hindari jawaban langsung, yang berupa instruksi prosesural, apalagi jawaban dengan pertanyaan lanjutan yang sebetulnya bersifat retoris.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, pertanyaan di dalam hampir semua kelas masih didominasi oleh pertanyaan guru. Angka rata-ratanya dari hasil penelitian menyatakan 60% waktu kelas diisi pertanyaan guru. Selain memastikan komitmen di awal tahun ajaran ini untuk hanya mengajukan pertanyaan berkualitas, kita perlu terus mengingat bahwa tujuan akhirnya adalah meningkatkan pertanyaan yang muncul dari murid di dalam dan di luar kelas, bahkan sepanjang hayat. Karena pertanyaan berkelanjutan inilah yang akan mendorong kegemaran belajar bahkan setelah akhir tahun ajaran.
Baca tulisan #gurubelajar lainnya di http://bit.ly/SKGuruBelajar11