news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Masyarakat Dua Desa di Ponorogo Pantang Menikah atau Bertemu

Nanang Diyanto DS
Seorang Perawat Kesehatan di RSUD Harjono Ponorogo, Pendidikan S-1 Keperawatan Hoby travelling Hoby potograpy Hoby menulis Pernah mendapatakan penghargaan The best nitizen jurnalisme 2016
Konten dari Pengguna
23 Juni 2022 21:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nanang Diyanto DS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Makam Ki Onggolono di desa Nggolan Sukorejo Ponorogo, Foto Nanang Diyanto
zoom-in-whitePerbesar
Makam Ki Onggolono di desa Nggolan Sukorejo Ponorogo, Foto Nanang Diyanto
ADVERTISEMENT
Masyarakat dua desa di Ponorogo pantang saling menikah. Kepercayaan ini masih dipegang teguh hingga sekarang. Adalah desa Nggolan dan desa Mirah di wilayah kerja kecamatan Sukorejo Ponorogo. Sengaja bertemu saja tidak berani, apalagi saling menikah di antara dua desa ini. Naik angkot harus saling mengalah, mana yang lebih dulu masuk angkot dia dulu yang berangkat. Begitupun dalam satu ruangan antrian seperti di puskesmas atau bank, harus ada yang mengalah bergantian masuk.
ADVERTISEMENT
Sampai-sampai bekas lumpur yang menempel di alas kaki saat musim penghujan menjadi sumber masalah. Orang yang tak sengaja alas kakinya tertempel tanah dari salah satu desa tersebut dan masuk di desa satunya akan membuat bingung berputar-berputar tidak karuan yang dituju, dan hal ini sudah menjadi rahasia umum karena keseringan terjadi.
Menurut kepercayaan orang yang nekat menikah akan berakibat celaka, tak bertahan lama, atau bercerai. Sehingga mereka tak mau menggambil resiko.
Begitupun kalau punya hajat sepakat tidak saling datang dan mengunjungi meskipun mereka masih bersaudara.
Berawal dari kisah cinta antara Amirah (puteri Ki Ageng Mirah) dengan Joko Lancur putera (Ki Onggolono) yang berakhir kandas, sampai berakhir kematian pada keduanya.
Ki Ageng Mirah adalah orang kepercayaan Raden Katong, adik Raden Patah Demak. Sedangkan Ki Onggolono orang kepercayaan Ki Demang Surya Ngalam yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Kutu, punggawa Majapahit yang memberontak protes pada Raja Brawijaya yang menikahi Ratu Champa sehingga pindah kepercayaan pada agama Islam. Sindiran protes tersebut lewat tarian barongan kepala harimau (topeng besar yang kepala penarinya bisa masuk) yang ditenggeri burung merak. Yang mengisyarakat seorang raja dikendalikan oleh perempuan, raja yang dikalahkan oleh perempuan. Hal inilah yang menjadi cikal bakal legenda Reyog Ponorogo.
Seni reyog Ponorogo berawal dari kisah cinta beda keyakinan ini, dari tokoh-tokoh yang teguh pada keyakinannya. Foto Nanang Diyanto
Kisah asmara antara Amirah dengan Joko Lancur, adalah kisah asmara beda keyakinan. Kedua orangtua mereka sama-sama teguh pada keyakinannya, keduanya tokoh yang disegani dan mempunyai ilmu yang linuwih (sakti mandraguna). Keduanya tidak ada yang mengalah dan berusaha agar pernikahan tak bisa berlangsung. Perseteruan tersebut berakhir pada kematian Amirah dan Joko Lancur, mirip kisah Romeo dan Juliet.
ADVERTISEMENT
Mulai saat itu masyarakat kedua desa yang bersebelahan tersebut tidak berani untuk saling menikah hingga sekarang untuk menghindari malapetaka. Tidak berani saling mengunjungi, atau sengaja bertemu meskipun masih bersaudara.
Makam Ki Onggolono di desa Nggolan hingga kini masih banyak didatangi para peziarah baik dari Ponorogo maupun luar Ponorogo. Sedangkan Amirah dan Joko Lancur di makamkan di dusun Mirah. Ki Ageng Mirah dimakamkan di komplek makam Bathoro Katong (komplek makam bangsawan Ponorogo) di Setono Kota Lama Ponorogo.