Anak Muda dan Narasi Hijrah

Konten dari Pengguna
12 Agustus 2017 3:14 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nanang Suryana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilusrtasi Hijrah (Foto: Efes)
zoom-in-whitePerbesar
Ilusrtasi Hijrah (Foto: Efes)
ADVERTISEMENT
Anak muda memang penuh kejutan. Dalam waktu singkat, sebuah perubahan bisa mengantarkan petualangan diri mereka pada titik berdiri yang jauh bertolak belakang dari posisi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Dari seorang acuh, seketika mereka dapat menjadi begitu peduli. Dari yang asalnya mencaci, lompatan sikap bisa membuatnya begitu mencintai. Tentu semua pasti ada sebabnya. Namun, seringkali pula, sebab itu sukar bisa dipahami secepat perubahannya.
Pada beberapa teman, perubahan ini saya dapati penjelasannya dari sebuah proses pergumulan mereka dengan agama. Intensitas kajian keagamaan yang mereka ikuti, membawa semangat perubahan yang diklaim sebagai usaha perbaikan kualitas diri. Hijrah menjadi kata kunci memahami fenomena ini.
Hijrah secara bahasa berarti meninggalkan. Dalam lanskap historis, terma ini kental dengan sebuah proses meninggalkan selubung kehidupan nan gelap menuju cahaya terang pada jaman kenabian. Sehingga, tak pelak, hijrah menjadi kata yang spesifik untuk bisa menggambarkan sebuah aktivitas dengan nuansa yang cukup profetik.
ADVERTISEMENT
Tentu tak ada yang salah dengan fenomena anak muda yang memilih berhijrah. Bahkan baik. Artinya, ada pilihan narasi lain, diantara serakan tema-tema umum yang kerap identik dengan kehidupan anak muda yang kadung diangap terlalu hingar bingar dan remeh-temeh.
Siapa tau, kelak, dari kelompok pemuda hijrah ini, akan lahir banyak cendekiawan muslim anyar yang mampu melanjutkan estafet pembaharuan ragam dan corak pemikiran keagamaan. Sesuatu yang langka, dan memang sangat dibutuhkan guna memperkaya kualitas dan kesegaran intekletualisme kita dalam beragama.
Yang masalah adalah, narasi hijrah yang strategis, dimanipulasi demi kepentingan populisme di ruang digital semata. Hingga, tumbuh banyak anomali: ekspresi narsistik di balik selimut jubah ajakan kebajikan dalam beragama.
Peran pembaharuan yang menjawai semangat hijrah, harus dipahami dengan lebih dalam. Proses berhijrah, harus dapat mengantarkan pelakunya pada sikap yang lebih peduli pada lingkungan. Khususnya, pada banyak isu kesenjangan sosial yang juga jadi pesan ajaran agama.
ADVERTISEMENT
Sehingga, proses berhijrah tidak dipadang hanya sebagai kosmetika kaum urban semata. Sebuah fenomena kemendadakan, yang hanya menyisakan rona cantik dalam waktu yang tak akan lama.
Selain itu, sebuah proses penghayatan keagamaan yang sangat privat, sebaiknya dikonsumsi dalam ruang-ruang yang sifanya pribadi saja. Mengumbarnya secara sembrono, hanya akan membuat banyak tafsiran liar yang akan berujung pada banyak kegaduhan.
Beragama dalam sunyi, sejatinya adalah merayakan keagamaan secara sublim. Keributan mempertontonkan perubahan, hanya akan membuat perjalanan perbaikan diri, rentan terenggut kesombongan yang menyelinap secara sembunyi.
Denyut nadi semangat hijrah, harus mampu mengalirkan kebermanfaatan secara sosial. Isu ketimpangan, terbatasnya akses pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan bagi masyarakat miskin, dan isu distribusi kesejahteraan secara adil, adalah macam-macam isu strategis yang harus mendapat perhatian dari penyeru semangat perubahan, seperti komunitas anak muda yang berhijrah.
ADVERTISEMENT
Tampilan kesolehan secara individual, harus diiringi praksis kesolehan secara sosial. Sehingga, dengan acara ini, agama akan mampu membumi dalam banyak diri. Bukan sebagai menara gading, yang hanya dapat dijangkau oleh kelas menengah terdidik, yang dinilai sedang mengalami masa pubertasnya dalam beragama.
Berhijrah adalah proses mendekatkan diri dengan kebaikan. Dan bersama itu, terdapat tugas-tugas kemanusiaan sebagai jalan
.
Selamat berhijrah.
Tabik.