Arah UMKM Indonesia di Industri Halal: Apakah Sertifikasi Halal Sepadan?

Natasya Adinda
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan di Universitas Negeri Malang
Konten dari Pengguna
15 Mei 2022 19:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Natasya Adinda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Dewasa ini industri halal sedang berkembang pesat di kancah internasional. Tren gaya hidup halal living juga mulai menyebar di masyarakat muslim dan juga non muslim di seluruh penjuru dunia (Mordor Intelligence, Diakses pada 2022). Dengan jumlah penduduk beragama Islam yang mencapai 237,53 juta jiwa, Indonesia menjadi salah satu pemeran pasar terbesar yang turut meramaikan industri tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan Global Islamic (2022), Indonesia menjadi satu dari tiga negara teratas dengan pengeluaran tertinggi untuk sektor makanan, yaitu sebesar $1,17 triliun di tahun 2019. Nilainya mengalami peningkatan sebesar 3,1% dari tahun 2018 dan bahkan diproyeksikan akan mencapai angka $ 1,38 triliun di tahun 2024 mendatang.
Dari Peringkat Skor 10 Indikator Teratas Berdasarkan Sektor, Indonesia juga menempati peringkat 5 dari masing-masing sektornya. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya penyediaan produk halal di pasar global sudah cukup masif, namun Indonesia masih perlu untuk meningkatkan kontribusinya berupa peningkatan output produk lokal, karena jika tidak maka bukan suatu yang mustahil apabila Indonesia kehilangan peluangnya dalam mendominasi pasar atau bahkan sebatas menjadi konsumen pengamat dalam industri (Fathoni & Syahputri, 2020).
Peringkat Skor 10 Indikator Teratas Berdasarkan Sektor (Sumber: State of the Global Islamic Economy Report 2020/2021)
Hingga saat ini masih terjadi disparitas yang cukup luas antara kapasitas yang dimiliki dengan realisasi industri halal di lapangan oleh pemerintah Indonesia. Negara-negara pesaing seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, Turki, serta negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya dari tahun ke tahun selalu dapat memberikan performa yang lebih baik, bahkan di Britania Raya dan beberapa negara di Eropa pun sudah mulai menggarap industri ini dengan serius. Hal ini dibuktikan dengan nilai pertumbuhan pasar makanan dan minuman halal di Eropa yang diproyeksikan tumbuh pada Compound Annual Growth Rate (CAGR) 5,29% selama periode perkiraan 2022 – 2027 (Mordor Intelligence, Diakses pada 2022).
ADVERTISEMENT
Salah satu bukti riil bahwa industri halal juga memberikan peluang yang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional dapat dilihat dalam figur berikut:
Pangsa Sektor Halal Value Chains (HVC) terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB) (Sumber: Data diolah dari databoks.katadata.co.id)
Data di atas menunjukkan besaran sumbangan industri halal terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode tahun 2016 – 2020. Trennya yang selalu meningkat menunjukkan kontribusi yang konsisten dan stabil bahkan setelah pandemi Covid-19 menyerang sekalipun.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia juga mencatat angka yang fantastis atas kontribusi industri halal terhadap PDB, yaitu sebesar lebih dari Rp. 55 miliar/tahun. Nilai tersebut dihitung dari tingkat konsumsi, volume ekspor dan impor produk halal oleh masyarakat Indonesia. Penduduk muslim dunia yang diproyeksikan mencapai 2,2 miliar jiwa di tahun 2030 serta meningkatnya kesejahteraan penduduk negara-negara yang tergabung kedalam Organization of Islamic Conference juga menjadi potensi yang menjanjikan bagi pelaku industri ini.
ADVERTISEMENT
Dari segudang potensi di atas, sebenarnya pemerintah Indonesia sudah cukup sadar dan mulai mendorong pengembangan industri tersebut, salah satunya melalui kanal sertifikasi halal pada produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Sebagai salah satu pilar penopang perekonomian Indonesia, UMKM menjadi sasaran kunci oleh pemerintah yang berperan penting dalam sektor produksi untuk memenuhi suplai di pasar global, sehingga dorongan program sertifikasi halal dari waktu ke waktu kepada sektor ini terus digencarkan.
Salah satu bukti keseriusan ini adalah penggunaan layanan blockchain yang dirancang oleh perusahaan “WhatsHalal” dari Singapura oleh Sucofindo selaku auditor yang ditunjuk oleh regulator yang didukung pemerintah Indonesia (Dinar Standard, 2022). Hal ini diharapkan dapat mempermudah pelaku usaha dalam menempuh proses uji laboratorium produk halal yang merupakan bagian dari serangkaian proses sertifikasi halal.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 4 juga menegaskan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia berkewajiban untuk mengantongi sertifikat halal, termasuk produk dari UMKM sekalipun. Sayangnya, salah satu kendala terbesar pelaku UMKM untuk mendapatkan izin ini adalah berupa biaya yang tidak murah.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag), biaya permohonan sertifikasi halal untuk barang dan jasa bisa mencapai Rp. 12,500,000. Biaya ini belum termasuk pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebesar Rp. 350,000 bagi usaha mikro dan kecil. Bagi bagi usaha menengah, besar dan atau luar negeri bahkan biayanya bisa mencapai Rp. 21,125,000.
Berdasarkan rincian biaya di atas tentu bukan harga yang terjangkau untuk dapat memiliki sertifikat halal bagi pelaku UMKM, terlebih mereka perlu untuk melakukan perpanjangan izin setiap 5 tahun sekali di setiap produk yang didaftarkan. Apabila nilai yang diberikan tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan tentu hal ini justru menjadi beban bagi kemajuan bisnis UMKM itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Menurut hasil riset dari Qomarudin et. al., sertifikasi halal memang terbukti dapat meningkatkan penjualan produk terlebih pada barang gunaan. Namun, sertifikasi ini tidak berdiri sendiri dan masih perlu penerapan strategi bisnis yang tepat guna mendukung pemasarannya di masyarakat. Strategi yang dimaksud adalah bauran pemasaran 4P berupa produk yang ditawarkan, harga yang bersaing, lokasi yang tepat, dan promosi yang menarik. Strategi penjualan lainnya yaitu didasarkan pada ajaran agama Islam dengan mengandung nilai shidiq (nilai benar dan jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas), dan tabligh (komunikatif).
Armiani, Basuki, dan Nurrahmadani (2021) juga mengungkapkan bahwa label halal LPPOM-MUI menjadi alat yang pamungkas bagi UMKM untuk meningkatkan penjualan hingga 30 – 60%. Hasil riset yang serupa juga diungkapkan oleh Fitriana, Indriani, dan Viantimala (2020) yaitu berupa peningkatan penjualan pada produk keripik pisang agroindustri KPS, PD. AS.dan KKPK hingga 40%. Konsumen produk tersebut mengaku bahwa mereka mempertimbangkan atribut halal pada suatu produk yang hendak dikonsumsi dan kemudian merasa puas atas pembelian dari produk berlabel halal tersebut. Persepsi sertifikat halal yang dimiliki oleh katering Aqiqah Nurul Hayat di Yogyakarta juga berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan penjualan produknya (Segati, 2018).
ADVERTISEMENT
Sertifikasi halal memang menjadi salah satu proksi utama dari pemasaran suatu produk untuk dapat bersaing di industri halal saat ini. Sebagai bentuk kewajiban yang dituangkan ke dalam ajaran agama Islam, masyarakat muslim juga wajib untuk mengkonsumsi produk yang terjamin kehalalannya. Walaupun banyak manfaat yang dirasakan bagi pelaku UMKM terlebih berupa peningkatan penjualan produk setelah tertempel logo halal di kemasannya, tidak dapat dipungkiri bahwa permasalah yang terjadi di lapangan turut mengurungkan minat masyarakat dalam mendaftarkan produknya untuk mendapat sertifikat halal secara resmi.
Apabila pemerintah serius dalam mendorong UMKM untuk dapat berkontribusi dalam sektor industri halal global secara optimal, maka sebaiknya pemerintah dapat menyediakan program sertifikasi dengan harga yang terjangkau dan proses yang ringkas. Dengan begitu, masyarakat akan lebih mudah dan tertarik dalam mengikuti program sertifikasi halal ini dan berkontribusi lebih pada industri halal di pasar internasional. Menurut Prabowo et al. (2014), kurangnya pengetahuan masyarakat juga turut mengurangi minat mereka dalam mendaftarkan produknya dalam sertifikat halal, sehingga pemerintah juga perlu untuk melakukan sosialisasi secara menyeluruh mengenai urgensi pemberian label halal pada produk yang mereka pasarkan.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Alwi, T., Sunarso, & Maidarti, R. T. (2019). Peningkatan Penjualan Melalui Eksebisi dan Sertifikasi Halal. Jurnal Pengembangan Wiraswasta, 63-42.
Aniqoh, N. A., & Hanastiana, M. R. (2020). Halal Food Industry Challenges and Opportunities in Europe. Journal of Digital Marketing and Halal Industry, 43-54.
Armiani, Basuki, B., & Nurrahmadani, S. (2021). Sertifikat Halal Menjadi Strategi Pemasaran Bagi Umkm Nonmuslim dalam Meningkatkan Penjualan. Prosiding Seminar Stiami (pp. 22-27). Jakarta: Institut Ilmu Sosial dan Manajemen Stiami.
Dinar Standard. (2022). State of the Global Islamic Economy Report 2020/2021. New York: DinarStandard.
Fathoni, M. A., & Syahputri, T. H. (2020). Potret Industri Halal Indonesia: Peluang dan Tantangan. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 428-435.
Fitriana, E., Indriani, Y., & Viantimala, B. (2020). Peningkatan Penjualan Kripik Pisang Setelah Memperoleh Setifikasi Halal serta Perilaku Konsumennya di Kota Bandar Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 649-656.
ADVERTISEMENT
Indah. (2022, Maret 16). Catat, Ini Tarif Layanan Permohonan Sertifikasi Halal. Retrieved from Kementerian Agama Republik Indonesia: https://www.kemenag.go.id/read/catat-ini-tarif-layanan-permohonan-sertifikasi-halal-wkgxe
Jayani, D. H. (2021, Juni 30). Kontribusi Ekonomi Syariah terhadap PDB Terus Meningkat. Retrieved from Databoks: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/06/30/kontribusi-ekonomi-syariah-terhadap-pdb-terus-meningkat
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021, November 17). Sektor Industri Halal Memiliki Potensi Besar dalam Perekonomian Nasional. Retrieved from Kementerian Keuangan Republik Indonesia: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/sektor-industri-halal-memiliki-potensi-besar-dalam-perekonomian-nasional/
Khairunnisa, H., Lubis, D., & Hasanah, Q. (2020). Kenaikan Omzet UMKM Makanan dan Minuman di Kota Bogor Pasca Sertifikasi Halal. Al-Muzara'ah, 109-127.
Mordor Intelligence. (Diakses pada 2022, April 24). Eurpoe Halal Food and Beverage Market - Growth, Trends, Covid-19 Impact, and Forecasts (2022-2027). Retrieved from Mordor Intelligence: https://www.mordorintelligence.com/industry-reports/europe-halal-food-and-beverages-market#faqs
Pemerintah Republik Indonesia. (2008). Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Jaminan Produk Halal. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014.
Prabowo, S., Rahman, A. A., Rahman, S. A., & Samah, A. A. (2014). Revealing Factors Hindering Halal Certification in East Kalimantan Indonesia. Journal of Islamic Marketing, 268-291.
Qomarudin, A., Mushoffi, M. F., Nisa, S. C., & Fitriyah, H. (2021). Peningkatan Penjualan Produk Barang Gunaan Melalui Sertifikasi Halal. Al Yasini: Jurnal Keislaman, Sosial, Hukum, dan Pendidikan, 362-368.
Segati, A. (2018). Pengaruh Persepsi Sertifikasi Halal, Kualitas Produk, dan Harga terhadap Persepsi Peningkatan Penjualan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 159-169.