Konten dari Pengguna

Sustainable Beauty: Produk Kecantikan Benar-benar Ramah Lingkungan atau Tidak?

Nathania Intan Pratiwi
Mahasiswa S-1 Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret
16 Juni 2023 22:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nathania Intan Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Produk Kecantikan. Sumber: PEXELS/Dan Cristian Pădureț
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Produk Kecantikan. Sumber: PEXELS/Dan Cristian Pădureț
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Industri kosmetik kini sedang berkembang pesat. Melansir data dari Statica, pada tahun 2022 industri kosmetik global tumbuh sebesar 16% dibanding tahun sebelumnya. Tidak hanya wanita tetapi juga pria menggandrungi produk-produk kosmetik mulai dari makeup, skincare, hingga parfum.
ADVERTISEMENT
Maraknya produk kosmetik diikuti dengan dampak buruk bagi lingkungan mulai dari bahan baku, proses produksi, hingga sampah kemasan. Hal ini pun menjadi perhatian bagi para produsen dan konsumen produk kecantikan untuk dapat membuat produk yang tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
Dalam proses Global Value Chain, yaitu dari tahap pengambilan bahan baku, produksi, distribusi dan penggunaan produk, terdapat sebuah proses bagi para perusahaan kecantikan untuk mulai meningkatkan perhatiannya pada aspek lingkungan. Proses tersebut adalah environmental upgrading.
Environmental upgrading merupakan sebuah cara yang digunakan untuk mengurangi “environmental impact” atau dampak negatif terhadap lingkungan yang terjadi di sepanjang value chain. Selain untuk menjaga lingkungan, hal ini juga dilakukan untuk menarik konsumen yang sudah mulai aware akan kelestarian lingkungan. Environmental upgrading ini juga sejalan dengan konsep sustainable beauty.
ADVERTISEMENT
Pada masa kini, konsumen sudah mulai terbuka pada konsep sustainable beauty dimana konsep ini berfokus pada produksi kosmetik yang aman bagi lingkungan dan konsumennya. Aman bagi lingkungan berarti tidak hanya mengambil bahan dasar dari alam dengan begitu saja, tetapi juga turut melestarikannya. Hal ini juga berarti menerapkan proses produksi yang tidak mencemari lingkungan dan keanekaragaman hayati.
Selain itu, produksi kosmetik menerapkan cruelty-free yang berarti tidak membahayakan hewan. Contohnya produk parfum yang menggunakan bahan baku yang diambil dari kebun budidaya tanaman milik perusahaan sehingga keanekaragaman hayati akan terjaga dan tetap berkelanjutan dan juga tidak menyakiti hewan dalam prosesnya.
Kemasan yang digunakan juga bukan kemasan yang sekali pakai melainkan dapat diisi ulang. Kini banyak perusahaan mulai menerapkan refill dan reuse pada produknya yang bertujuan untuk mengurangi sampah dari kemasan produk kecantikan. Selain itu banyak perusahaan menggunakan kemasan yang ramah lingkungan, seperti menggunakan plastik dan kaca yang didaur ulang serta menggunakan bambu.
ADVERTISEMENT
Tindakan-tindakan tersebut sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals poin ke-12 yaitu “Responsible Production and Consumption.” Indikator dalam poin ini menyoroti tentang perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi yang terjadi karena adanya produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan. Jika produsen dan konsumen terus menerapkan produksi dan konsumsi yang ramah lingkungan secara konsisten, tujuan dari SDG's poin ke 12 tersebut akan dapat tercapai.
Tetapi, dibalik upaya yang dilakukan perusahaan-perusahaan kecantikan ini, banyak dari mereka yang hanya greenwashing atau menggunakan ramah lingkungan sebagai ‘label atau branding’, namun pada kenyataannya mereka tidak benar menerapkan klaim ramah lingkungan mereka. Upaya ini dilakukan perusahaan hanya untuk memberi citra yang baik terhadap produknya dan menarik minat konsumen.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari salah satu mahasiswa pengguna produk kecantikan yang berharap bahwa brand kecantikan tidak menipu konsumennya dengan label ‘ramah lingkungan’
“Berharapnya sih perusahaan benar-benar membuat produk yang ramah lingkungan, ya,” ungkapnya.
Greenwashing dapat semakin membahayakan lingkungan, sebab jika perusahaan yang melakukan greenwashing berhasil menarik minat konsumen, tingkat permintaan produk akan bertambah dan produksi akan semakin ditingkatkan. Proses produksi yang sebenarnya hanya diberikan citra “hijau” ini akan semakin merusak lingkungan dengan semakin meningkatnya permintaan produksi.
Dia juga menambahkan bahwa sebagai konsumen juga harus hati-hati dalam memilih produk, jangan sampai terbuai dengan citra ‘hijau’ dari produk tersebut.
“Kalo menurutku tuh, kita sebagai konsumen harusnya juga selektif ya buat milih produk-produk yang punya citra ‘hijau’ gitu, harus bener-bener dilihat produknya beneran ramah lingkungan kaya klaimnya atau engga," ujarnya.
ADVERTISEMENT