Esports di Era Modern

Naufal Hanif Arrifqy
Mahasiswa Prodi Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
15 Desember 2020 10:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naufal Hanif Arrifqy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Esports di Era Modern
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Istilah Esports ini digambarkan sebagai permainan video game yang bersifat kompetitif. Meskipun bersifat kompetitif, pada dasarnya Esports adalah tingkatan yang lebih tinggi jika Anda menyukai kompetisi yang berskala besar. Esports telah menjangkau audiens yang banyak dan terjadi perkembangan penting tentang profesionalisasinya. Esports merupakan singkatan dari Electronic Sports, adalah suatu kegiatan adu ketangkasan antar individu atau kelompok yang tidak terbatas pada kegiatan fisik dan dilakukan dengan menggunakan alat yang menjalankan fungsinya secara elektronik (Bayu, 2011).
ADVERTISEMENT
Esports ini juga memiliki sejarahnya sendiri, seperti perkembangannya sejauh ini. Tepatnya pada tahun 1972, pada zaman yang mungkin ketika komputer masih jarang ditemukan, tidak ada jaringan internet dan belum banyak video game, sebuah kompetisi game diadakan di Universitas Stanford. Para murid diundang ke dalam sebuah kompetisi yang diberi nama "Intergalactic Spacewar Olympic", sebuah kompetisi game yang berjudul 'Spacewar' dan hanya berhadiah satu tahun langganan majalah Rolling Stone yang lagi terkenal pada zamannya.
Setelah itu satu per satu kompetisi game yang sejenis mulai bermunculan. Sekitar tahun 1980-an 'Atari' menggelar kompetisi "Space Invader" dengan kurang lebih 10.000 peserta, ini merupakan kompetisi yang terbesar pada masanya. Bahkan ketika itu, kompetisi game ini terbilang menjadi fenomenal dan diangkat oleh majalah ternama Amerika Serikat, Life and Time. Singkat cerita, di era 90-an, saat teknologi internet mulai merebak di Amerika Serikat, kompetisi game ini pun ikut berkembang. Perkembangannya menjadi kompetisi online game. beserta dengan munculnya organisasi yang mempunyai visi untuk menjadikan kompetisi game ini menjadi sebuah industri baru, yaitu industri Esports. Ketika itu game yang dipertandingkan mulai beragam, seperti game Quake, Counter Strike, dan Warcraft. Memasuki tahun 2000-an, perkembangan Esports menjadi semakin pesat. Korea Selatan menjadi salah satu negara yang terbilang sangat menerima budaya ini. Para pemainnya disanjung dan dipuja-puja layaknya sosok artis ibu kota sekelas EXO, Big Bang, BTS dan jajarannya. Sampai akhirnya esports menjadi berkembang seperti saat ini di masyarakat (Restika, 2018).
ADVERTISEMENT
Hingga Esports ini untuk pertama kalinya masuk kedalam ajang ASEAN GAMES, Dewan Olimpiade Asia OCA (Olympics Council of Asia) menyertakan permainan video gim kompetitif atau Esports dalam ajang olahraga paling bergengsi di Asia itu. Kali ini Esports tampil sebagai cabang olahraga eksibisi, yang berarti pemenangnya akan mendapatkan medali namun perhitungan medali tersebut tidak ditambahkan ke klasemen umum. Kompetisi Esports di ASEAN GAMES 2018 akan diselenggarakan oleh OCA, Komite Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc), Federasi Olahraga Elektronik Asia (AESF). Cabang ini akan melibatkan enam gim, yakni League of Legends, Pro Evolution Soccer, Arena of Valor, Starcraft II, Hearthstone, dan Clash Royale. Ini bentuk pengakuan yang tidak sepele bagi Esports. Danny Buldansyah, juru bicara Inasgoc, mengatakan "Esports mulai diikutsertakan karena merupakan Bagian dari olahraga modern yang banyak melibatkan kaum millenial, dan sport yang merupakan entertainment yang berkembang pesat di masyarakat" (Anugerah, 2018).
ADVERTISEMENT
Di sisi lain olahraga elektronik ini diakui perkembangannya saat ini masih menghadapi kendala. Salah satu tantangan adalah sulitnya menghapus anggapan negatif tentang dunia gim yang menjadi “candu” bagi anak-anak muda. Anggapan itu boleh jadi benar. Maklum, bermain gim sudah menjamur di seluruh dunia termasuk Indonesia, malah tidak jarang para pemain menghabiskan waktu hingga berjam-jam. Seseorang disebut kecanduan apabila telah mengalami gangguan atau bahkan konflik pada hubungan sosialnya dengan orang lain maupun di lingkungan profesional, seperti sekolah atau tempat kerja. Faktanya, sebuah studi di Lowa State University menyebutkan 4-10 persen orang yang bermain gim dengan waktu normal berujung pada kecanduan. Maka dari itu kita harus mengetahui dampak darinya.
Dampak Positifnya pertama, menambah pertemanan. Dengan bertemu melalui game kita dapat menambah teman dengan orang-orang di luar kota bahkan hingga luar negeri. Kedua, mengubah pola pikir. Dengan memikirkan susunan strategi untuk memenangkan sebuah permainan, otak kita dirangsang untuk memikirkan strategi tersebut. Dan ketiga, melatih kesabaran dan kekompakan, melatih kita untuk sabar dan memanfaatkan kerjasama tim untuk memenangan permainan. Dan dampak negatifnya ialah pertama Kecanduan, ini memberikan dampak yang buruk bagi tubuh kita sehingga menjadi lupa untuk megatur waktu makan dan waktu istirahat. Kedua, pengaruh Radiasi yang pengaruhnya dapat menimbulkan radiasi ke mata menjadi kurang sehat karena perangkat yang kita gunakan. Bahkan dampak paling berbahaya ialah menyebabkan kematian.
ADVERTISEMENT
Akibat makin maraknya kasus kematian akibat bermian gim, pemerintah Korea Selatan mengambil tindakan. Beberapa bulan kemudian, Badan Korea Selatan untuk Peluang Digital dan Promosi mulai mengirim psikolog ke kafe internet untuk menyebarkan informasi tentang dampak negatif dari permainan yang berlebihan. Seperti dilansir The Guardian, ada lebih dari 20.000 kafe internet di Korea Selatan dimana pelanggan memainkan permainan interaktif dengan biaya per jam. Data terbaru menunjukkan sekitar 2 juta warga Korea Selatan kecanduan internet. Kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu berjam-jam bahkan berhari-hari di dunia maya (Brilio.net, 2020).
Pemerintah setempat pun pada 2012 mencoba mengekang tren yang mengkhawatirkan ini dengan mengeluarkan “jam tengah malam” yang melarang para gamer di bawah umur bermain gim online antara tengah malam hingga pukul 06:00. Selain itu, mendirikan kafe internet dalam radius 200 meter dari sekolah juga dilarang. Langkah ini diambil untuk mengurangi jumlah kematian akibat bermain gim secara berlebihan.
ADVERTISEMENT
Game online memiliki sifat seductive (menggairahkan), yaitu membuat individu merasa bergairah memainkannya hingga menimbulkan perilaku adiksi. Individu rela terpaku di depan monitor selama berjam-jam. Apalagi permainan pada game online dirancang untuk suatu reinforcement atau penguatan yang bersifat ‘segera’ begitu permainan berhasil melampaui target tertentu. Sehingga game online membuat remaja semakin tertantang dan terus menerus menekuninya serta mengakibatkan remaja tidak memiliki skala prioritas dalam menjalani aktivitas sehari-hari (Hawadi, dalam Madyanti, 2011).
Sumber :
ADVERTISEMENT