Filsafat Bahasa Pada Masa Postmodern

Neng Nuraeni
Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Adab dan Budaya Islam Riyadlul Ulum Wadda'wah Tasikmalaya.
Konten dari Pengguna
26 Juni 2022 14:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Neng Nuraeni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.shutterstock.com/id/image-photo/education-learning-concept-opening-book-textbook-794015686
zoom-in-whitePerbesar
https://www.shutterstock.com/id/image-photo/education-learning-concept-opening-book-textbook-794015686
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangan filsafat terdapat beberapa zaman dari awal sampai sekarang. Beberapa era dalam perkembangan filsafat memiliki sebutan filosofis yang khas dan menjadi ciri yang identik dengan zamannya. Di antaranya adalah filosofis mengenai bahasa pada masa postmodern. Jean Francois Lyotard adalah tokoh utama sekaligus pencetus dan pelopor postmodern ini. Dia merupakan tokoh filsuf dan ilmuwan di masanya. Dia mendalami tentang filsafat setelah kejadian perang dunia ke-2, belajar di Sorbonne dan kemudian mengajar di Universitas Paris X Nanterre dan Universitas California.
ADVERTISEMENT
Postmodern adalah masa sebelum modernisasi yang mati pada tahun 1940-an. Maka muncul masa sebelum modernisasi yang menyatukan antara agama dan ilmu pengetahuan. Pada masa ini subjektivitas menjadi pusat perhatiannya, yang mana kebenaran itu berada pada paradigma manusia. Yang merujuk pada peranan manusia, dan kebenarannya masih sebuah ketidakpastian yang bersifat pluralisme, yang mana kebenaran itu tidak tunggal, ada dimana saja dan semua bisa dikatakan benar. Pada masa ini juga dikenal sebagai masa dekonstruksi yang berarti menghancurkan lalu membangun kembali untuk diperbaiki lebih bagus lagi sesuai keinginan.
Pada masa tersebut, dikaitkan dengan strukturalisme de Saussure manusia bukan lagi subjek bahasa, subjek pemikiran, atau subjek tindakan tetapi menjadi hal yang dibicarakan, yaitu apa yang dibicarakan secara struktural bahasa atau struktur sistem sosial ekonomi. Di zaman modern, pengetahuan ilmiah atau sains adalah salah satu jenis pengetahuan ilmiah yang valid. Di era pasca modern atau postmodern, bahasa yang tidak terwakili dalam bahasa modern berpotensi untuk berkembang lebih kreatif, tidak terbatas pada satu sudut pandang, dan tidak terikat tradisi. Pada titik inilah menurut Lyotard, model homolog diubah menjadi model pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada empat tahap perkembangan filsafat sampai sekarang. Keempat tahapan tersebut yaitu: Pertama, alam semesta, yaitu tahapan pemikiran filosofis yang menempatkan alam sebagai objek pemikiran dan wacana filosofis yang berlangsung pada zaman dahulu. Kedua, periode pemikiran filosofis yang menempatkan Tuhan sebagai pusat pembahasan filosofis dan berkembang pada abad pertengahan. Ketiga, periode pemikiran filosofis yang menempatkan manusia sebagai objek filosofis yang terjadi dan berkembang di zaman modern. Keempat, logosentris, yaitu periode pemikiran filosofis yang menempatkan bahasa sebagai pusat wacana filosofis dan berkembang dari abad postmodern hingga saat ini.
Untuk pengembangan logosentrisme dikembangkan dua visi yaitu, visi fenomenal dan visi kebahasaan. Visi fenomenal, yang menjadi pusat objek wacana ilmiah dalam logosentrisme adalah tanda terhadap tanda. Tanda kuadrat logika pertama matematis, sedangkan tanda kuadrat logika kedua adalah linguistik. Lalu ada visi kebahasaan, yang menceritakan perkembangan strukturalisme fenomenologi dan akhirnya menjadi post-strukturalisme. Setelah strukturalisme sosial fenomenologi dikenal, studi bahasa atau karya sastra dikenal sebagai penelitian hermeneutik, studi tentang metode dan prinsip-prinsip untuk memahami metode.
ADVERTISEMENT
Strukturalisme de Saussure adalah strukturalisme positivistik yang mana bahasa menjadi alat untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan manusia. Menurut Ricoeur hermeneutik adalah ilmu interpretasi terhadap interpretasi. Interpretasi tahap pertama yaitu interpretasi penulis terhadap bahasa atau strukturnya dan sistem bahasa sebagai alat ekspresi pengalamannya. Dan interpretasi tahap kedua yaitu interpretasi pembaca teks atas interpretasi penulis pada pengalamannya.
Sebagai subjek dan objek dengan logosentrisme manusia kehilangan dirinya sebagai subjek. Dalam strukturalisme de Saussure, manusia bukan lagi pencipta struktur dan sistem kontrol, tetapi manusia adalah objek yang dikendalikan oleh struktur dan sistem.
Istilah postmodern pertama kali digunakan oleh Federico de Oniz pada tahun 1934. Postmodernisme menurut de Oniz hanyalah masa transisi dari modernisme awal menuju modernisme yang lebih berkualitas. Arnold Toynbee pada tahun 1947 menggunakan kata postmodern untuk menggambarkan transisi politik dari model ideologi negara-negara terhadap interaksi global. Budaya politik atau kesatuan dalam keragaman Bhineka Tunggal Ika dianggap sebagai konsep yang valid untuk postmodernisme, karena salah satu ciri utama postmodernisme adalah pengakuan pluralisme budaya.
ADVERTISEMENT
Baru pada tahun 1970-an postmodernisme sebagai filsafat dipresentasikan oleh Lyotard dalam sebuah konferensi untuk para filsuf. Sebelum mendefinisikan postmodernisme, perlu memahami modernisme dahulu agar mampu mengukur postmodernisme. Dalam pengertian umum, Oxford English Dictionary mendefinisikan istilah modernisme sebagai suatu cara pandang atau metode modern yang cenderung untuk menyesuaikan diri dengan tradisi dalam hal kepercayaan untuk menyelaraskan dengan pemikiran modern. Modernisme didefinisikan sebagai periode akhir sejarah dunia yang ditandai dengan kepercayaan pada sains, perencanaan, sekularisme, dan kemajuan.
Postmodernisme menurut Lyotard, adalah ketidakpercayaan terhadap keseluruhan narasi modernisme. Menurut Anthony Giddens, postmodernisme adalah filsafat estetika, sastra, politik, atau sosial yang menjadi landasan upaya untuk menggambarkan suatu kondisi atau situasi, atau sesuatu yang berkaitan dengan perubahan institusi dan kondisi. Atau juga bisa dikatakan postmodernisme adalah fenomena budaya dan intelektual.
ADVERTISEMENT
Menurut Michel Foucault, postmodernisme akan menghubungkan antara ilmu dan alasan. Ilmu akan mencari “jawaban terbaik” dan jawaban ini dalam pandangan postmodernisme akan menolak generalisasi. Kebenaran hanya mengandalkan kemampuan fiksi persuasif, relativitas, lokal, plural, tidak beraturan, dan penafsiran. Menurut Habermas postmodernisme itu sebagai langkah “counter culture”, artinya kebudayaan elit atau kebudayaan masa pada masa modernisme yang justru dihancurkan. Adapun Pauline Rosenau mendefinisikan postmodern secara gamblang dalam istilah yang berlawanan yaitu, postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Postmodern juga cenderung mengkritik segala sesuatu yang mengasosiasikan modernitas.
https://www.shutterstock.com/id/image-vector/michel-foucault-1926-1984-engraving-portrait-1906777045
Kemunculan postmodernisme dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan filsafat, selain berkembang di benua Amerika juga berkembang di Eropa, khususnya di Prancis. Dalam bidang filsafat, perkembangan postmodernisme tidak lepas dari perkembangan strukturalisme dan post-strukturalisme yang sangat menekankan pada analisis bahasa. Sumber utama perhatian postmodernisme dalam bidang filsafat adalah bahasa. Postmodernisme yang telah merambah terhadap berbagai bidang kehidupan sebenarnya merupakan reaksi terhadap gerakan modernisme yang nilai-nilainya telah dikalahkan. Dalam pengertian ini, paradigma postmodernisme hadir dalam dunia filsafat sebagai dekonstruksi upaya menemukan model.
ADVERTISEMENT
Era postmodernisme yang meletakkan bahasa sebagai pusat wacana filsafat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bahasa semata-mata dinilai sebagai cermin realitas yang menunjukkan kesepadanan logis antara dunia realitas dan bahasa.
2. Manusia adalah bahasa.
3. Bahasa dipandang sebagai keberagaman sistem permainan dalam berbagai macam konteks kehidupan.
4. Permainan bahasa lebih menekankan pada aspek pragmatik daripada logis. Bahasa sebagai pusat wacana memiliki andil yang cukup besar pada era postmodernisme ini.
Menurut Lyotard, pernyataan yang sah terhadap pengetahuan tidak bersandarkan pada satu narasi, sehingga ilmu lebih baik dipahami dengan pengertian permainan bahasa. Seperti yang dikemukakan oleh Lyotard, Ilmu pengetahuan tidak memiliki metabahasa umum di mana semua keberagaman bahasa lain dapat diterjemahkan dan dievaluasi.
ADVERTISEMENT
Bahasa menurut Derrida adalah pengalaman empiris manusia yang difilter oleh ide-idenya, sehingga bahasa adalah proyeksi dari penyaringan atas pengalaman sendiri. Pemaknaan Derrida tersebut berlanjut menjadi pandangan bahwa makna dari suatu tanda akan berbeda dan berkembang terus, tidak dapat dibuat kesepakatan tentang tanda-tanda tersebut, perlu ditelaah atas konstruksi bahasa yang ada. Derrida ini merupakan satu dari sekian tokoh filsuf era postmodernisme yang melakukan dekonstruksi bahasa.
Masih banyak tokoh filsafat lainnya seperti Lyotard yang menganalisis bahasa melalui model paradigma language game atau permainan bahasa milik Ludwig Wittgenstein, yang berkesimpulan bahwa realitas tidak mungkin diwakili oleh sebuah konsep bermakna tunggal. Setiap aturan dalam permainan itu tidak mendapatkan legitimasi dari dirinya sendiri melainkan merupakan hasil kontrak di antara pemainnya. Karakteristik ini dipakai Lyotard sebagai prinsip pertama yang mendasari keseluruhan metodenya yaitu, mengeluarkan suatu pernyataan atau dalam konteks permainan disebut bertarung dan tindakan mengeluarkan pernyataan semacam itu berada dalam domain general agonistic (pertarungan pernyataan/argumentasi). Setiap budaya memiliki peluang untuk mengambil posisi yang kedua itu, yaitu berpeluang untuk meyakinkan budaya lainnya bahwa ia bagus karena menghasilkan sesuatu yang memang bagus (Rorty dalam Sugiharto, 1996: 25).
ADVERTISEMENT
Kemudian bahasa menurut filsuf pada periode Wittgenstein diwujudkan sebagai suatu keragaman sistem permainan dalam berbagai macam konteks kehidupan. Dalam konteks ini bahasa yang merupakan persoalan utama dalam masa postmodernisme, memiliki porsi yang cukup besar untuk dibahas dan dianalisis oleh beberapa tokoh filsafat. Dan pada masa postmodern ini bahasa berkembang dan terjadi perubahan lebih baik lagi.