Museum Bahari, Saksi Bisu Hegemoni Belanda di Indonesia

16 Januari 2018 14:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kebakaran di Museum bahari (Foto: Twitter/@Iful_)
zoom-in-whitePerbesar
Kebakaran di Museum bahari (Foto: Twitter/@Iful_)
ADVERTISEMENT
Pagi ini (16/01) Museum Bahari Jakarta terbakar. Tiga gedung, yaitu Gedung A, C, dan D ludes terbakar di tempat yang menjadi ikon kemaritiman Indonesia ini.
ADVERTISEMENT
Terletak di Jakarta Utara, Museum Bahari adalah bangunan yang menyimpan sejarah panjang bangsa Indonesia, khususnya saat masa penjajahan Belanda.
Di dekat museum ini berdiri, Negera Kincir Angin itu tercatat pernah menginjakkan kaki dan lama menjalankan roda pemerintahan di wilayah utara Jakarta.
Dahulu Belanda menamai tempat ini Batavia, sebuah nama yang sama dengan Kota di Belanda. Belanda ingin menghadirkan suasana di negaranya, di negeri yang tengah ia jajah.
Salah satu misi awal Belanda datang ke Indonesia kala itu adalah mencari rempah-rempah. Teh, pala, lada, kopi, gula, dan lain sebaginya menjadi penyelamat Belanda yang tengah pailit saat itu.
Selanjutnya, Belanda menyimpan hasil panen rempah-rempahnya di sebuah gudang yang dikenal luas masyarakat Indonesia sebagai Museum Bahari.
ADVERTISEMENT
Dari gudang hingga menjadi museum tentu menyimpan cerita perjalanan yang panjang untuk diuraikan.
Museum atau yang dulu berupa gudang ini, dibangun tahun 1652 tepat seabad setelah Belanda menginjakkan kaki pertama kali di Indonesia. Di tempat ini Belanda menyimpan, memilah, dan mengepak hasil bumi yang ia dapatkan di Indonesia. Salah satunya adalah rempah-rempah, komoditas yang laku di pasaran dunia, khususnya di Eropa saat itu
Museum bersejarah ini berdiri di seberang Pelabuhan Sunda Kelapa, tepatnya di jalan Pasar Ikan Jakarta Utara dan menghadap ke Teluk Jakarta. Tempat yang dibangun dengan gaya arsitektur Belanda ini memiliki dua sisi, yaitu sisi barat (Westzijdsche Pakhuizen berarti Gudang Barat) dan sisi timur (Oostzijdsche Pakhuizen berarti Gudang Timur). Hingga saat ini, saat Indonesia merdeka gaya bangunan ini masih dipertahankan.
ADVERTISEMENT
Kemudian, saat masa pendudukan Jepang di Indonesia, gedung ini beralih fungsi menjadi tempat menyimpan barang logistik tentara Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, tahun 1976 bangunan yang dijadikan cagar budaya ini dipugar. Setahun berselang, bekas gudang Belanada ini diresmikan menjadi Museum Bahari, tepatnya 7 Juli 1977.
Museum Bahari (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Museum Bahari (Foto: Wikimedia Commons)
Museum Bahari menyimpan 126 koleksi benda-benda sejarah kelautan, terutama kapal dan perahu-perahu niaga tradisional. Di antara puluhan miniatur yang dipajang terdapat 19 koleksi perahu asli dan 107 buah miniatur. Juga peralatan yang digunakan oleh pelaut pada masa lalu seperti alat navigasi, jangkar, teropong, model mercusuar, dan meriam.
Sebagai salah satu ikon Indonesia sebagai negara maritim, museum ini juga memiliki koleksi biota laut, data-data jenis sebaran ikan di perairan Indonesia dan aneka perlengkapan serta cerita dan lagu tradisional masyarakat nelayan Nusantara. Museum ini juga menampilkan matra TNI AL, koleksi kartografi, maket Pulau Onrust, tokoh-tokoh maritim Nusantara dan dunia serta perjalanan kapal KPM (Perusahaan Pelayaran Belanda) Batavia–Amsterdam.
ADVERTISEMENT