news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bisakah Pengusaha Menjadikan COVID-19 Sebagai Alasan Force Majeure?

NET Attorney
NET Attorney memberikan layanan hukum berkualitas, solusi praktis dan kreatif di semua bidang hukum kepada klien. Cek IG: netattorney dan www.analisahukum.com
Konten dari Pengguna
6 April 2020 13:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NET Attorney tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi positif terkena virus corona. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi positif terkena virus corona. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Wabah virus corona telah ditetapkan sebagai Pandemi oleh World Health Organization (WHO) karena tingkat penyebaran dan keparahan yang mengkhawatirkan. Presiden Jokowi menyetujui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Aturan Penunjang dua kebijakan ini juga sudah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID 19).
ADVERTISEMENT

Aturan hukum yang mengatur tentang Force Majeure

Aturan hukum yang mengatur tentang Force Majeure diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 dalam Kitab Undang-Undang hukum Acara Perdata (KUH Perdata), yang berbunyi:
Pasal 1244
Jika ada alasan untuk si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga, bila dia tidak membuktikan, bahwa hal tidak dilaksanakan atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perjanjian itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika iktikad buruk tidak ada pada pihaknya.
Pasal 1245
Tidaklah biaya, rugi dan bunga harus digantinya, apabila karena keadaan memaksa (overmacht) atau karena keadaan yang tidak disengaja, si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkannya, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.
ADVERTISEMENT
Adapun menurut Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Abdul Salam menyebutkan force majeure atau keadaan memaksa memiliki dua sifat, yakni umum dan khusus.
Force majeure yang sifatnya umum berkaitan dengan act of god, sementara force majeure yang bersifat khusus berhubungan dengan act of human. Berhubungan dalam kasus pandemi corona pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan, maka force majeure konteks corona masuk dalam kategori khusus (act of human).

Apakah Pandemic COVID-19 dalam pelaksanaan perjanjian dapat dijadikan alasan Force Majeure?

Pada saat Anda membuat perjanjian, terlebih dahulu anda periksa apakah dalam isi perjanjian mengatur tentang force majeure serta kondisi apa saja yang dianggap terjadinya force majeure. Jika penyebaran penyakit tidak diperjanjikan merupakan force majeure, maka demi hukum Pandemic COVID-19 menjadi force majeure demi hukum.
ADVERTISEMENT
Namun apakah COVID-19 ini dapat dijadikan sebagai alasan force majeure berdasarkan kebijakan Pemerintah yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID 19).
Jika alasan force majeure mengacu pada aturan PP Nomor 21 Tahun 2020, maka dapat kita lihat pembatasan yang dilakukan oleh Pemerintah pada pasal 4 ayat (1) yang berbunyi:
Pasal 4
(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Jika seorang Debitor melalaikan perjanjian (wanprestasi) mengajukan pembelaan karena peliburan tempat kerja dari pembatasan sosial berskala besar yang dilakukan oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya penanggulangan bahaya COVID-19. maka Debitor tersebut harus memastikan apakah wilayahnya termasuk Wilayah Pembatasan Sosial Berskala Besar yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, hal ini sebagaimana diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 pada Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
Pasal 5
(1) Dalam hal pembatasan sosial berskala besar telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Jadi untuk menentukan apakah Pandemic COVID-19 dapat dijadikan sebagai alasan force majeure karena adanya peliburan tempat kerja atau alasan lainya. Maka, terlebih dahulu harus memastikan apakah Wilayahnya termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar yang ditetapkan oleh Menteri. sehingga Surat Penetapan Menteri Kesehatan tersebut dapat dijadikan sebagai bukti tindakan pemerintah yang mengeluarkan adanya kebijakan sebagai keadaan memaksa (overmacht) disebabkan karena suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika iktikad buruk tidak ada pada pihak debitor (Pengusaha).
ADVERTISEMENT
Untuk menghindari terjadinya tindakan wanprestasi akibat adanya pembatasan sosial dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Alangkah baiknya anda melakukan negosiasi dan memperbaharui perjanjian (addendum) dengan rekan bisnis anda.
Bila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait wanprestasi (Cidera Janji), hambatan dalam pelaksanaan perjanjian dan/atau ingin mendapatkan analisa hukum terkait persoalan hukum yang anda hadapi, segera hubungi kami NET Attorney di kontak Whatsapp 0811-1501-235 atau email: [email protected] serta follow akun instagram @netattorney untuk mendapatkan informasi menarik.
-----------------
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!