Serapan Anggaran Minim, Kemenkes Perlu Berbenah

Netty Prasetiyani
Anggota Komisi IX DPR RI
Konten dari Pengguna
22 Juli 2020 19:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Netty Prasetiyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penyerapan anggaran kesehatan Covid-19 baru mencapai 5,12% dari total alokasi Rp 87,55 triliun. Dari total anggaran kesehatan Rp 87,55 triliun, rinciannya adalah belanja penanganan kesehatan Rp 65,8 triliun, bantuan iuran JKN Rp 3 triliun, insentif tenaga medis Rp 5,9 triliun, santunan kematian untuk tenaga kehatan Rp 0,3 triliun, untuk gugus tugas Covid-19 Rp 3,5 triliun, dan insentif perpajakan di bidang kesehatan Rp 9,05 triliun.
ADVERTISEMENT
Rendahnya serapan anggaran kesehatan penanganan Covid-19 Kemenkes ini sangat disesalkan. Terlihat jelas bahwa Kemenkes seperti tidak memiliki political will dan grand design yang jelas dalam penanganan Covid-19.
Namun, titik permasalahannya bukan hanya terletak di Kemenkes. Kementerian Keuangan juga bertanggung jawab dan harus ada will yang kuat terhadap penganggaran kebijakan kesehatan dalam penanganan covid-19. Salah satu bentuknya dengan memprioritaskan pencairan anggaran kesehatan, optimasi realisasi anggaran kesehatan, memperjelas pos anggaran penangan kesehatan antara Kemenkes dan gugus tugas nasional penanganan covid-19.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
Hal ini penting dikemukakan, karena pandemi ini adalah bencana kesehatan yang dapat mengancam keamanan nasional sehingga diperlukan prioritas penanganan. Bayangkan saja hingga Senin (20/07/2020) di Indonesia sudah tercatat 86.521 kasus terkonfirmasi dengan 4.143 pasien meninggal dunia. Pandemi sudah merambah ke 34 provinsi dan 464 kabupaten kota di Indonesia. Selain itu, per 13 juli tercatat 61 dokter dan 39 perawat telah meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Tetapi ironisnya, dengan tingkat korban dan sebaran yang kian meningkat setelah Lima bulan berjalan, realisasi program masih juga belum maksimal. Lambatnya penyerapan dan realisasi anggaran ini pada akhirnya akan mengorbankan kepentingan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan bahkan masyarakat. Seperti beberapa hal prioritas yang terlambat dicairkan dan dilaksanakan antara lain: insentif bulanan bagi tenaga kesehatan, santunan kematian terutama bagi tenaga kesehatan, sebagian klaim rumah sakit atas biaya penanganan pasien Covid-19, pelaksanaan tes yang masif dan gratis, laboratorium pengetesan yang lengkap dan cepat, pengadaan alat-alat penunjang penanganan Covid-19 seperti ventilator, reagen dan lain-lain.
Dengan demikian atas dasar alasan-alasan tersebut, sangat penting bagi pemerintah untuk fokus dan serius pada program 3 T (Tracing, Testing dan Treatment) yang dianggap masyarakat paling penting dan mendesak. Dari data rilis litbang Kompas menunjukkan bahwa 43,6 persen responden menilai pencegahan penularan Covid-19 menjadi hal yang paling mendesak dilakukan pemerintah saat ini. Bagaimana caranya?
ADVERTISEMENT
Pertama, melakukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat dengan menggunakan semua saluran komunikasi seperti medsos, influencer, media elektronik dan lain -lain. Kedua, pelaksanaan dan akses tes yang lebih masif, mudah serta bersubsidi. Tes harus ditingkatkan dua kali lipat per hari atau sekitar 40.000 tes per hari dengan tracing total kontak yang tercatat. Standarisasi perlengkapan dan kecepatan analisis hasil tes dari laboratorium Covid-19 yang ditunjuk pemerintah juga harus ditingkatkan. Jangan sampai masa tunggu hasil tes terlalu lama sehingga terjadi kasus pasien meninggal lalu diberlakukan sebagai pasien Covid, padahal hasil tes swab-nya yang diketahui kemudian, negatif.
Ketiga, harus dilakukan tracing secara cermat. Kuantitas dan jangkauan tracing perlu terus ditingkatkan, mengingat relaksasi PSBB akibat mengendurnya disiplin aparat dan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Keempat, memastikn proses isolasi dilakukan secara ketat, terutama pada pasien positif tanpa gejala yang seringkali merasa sehat. Perlu juga dilakukan standarisasi fasilitas penanganan Covid-19 di seluruh rumah sakit dan rumah sakit pembantu yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dan daerah. Jangan sampai ada ketimpangan fasilitas mengingat virus ini menginfeksi sama di semua wilayah tidak membedakan tempat dan geografis.
ADVERTISEMENT
Pada sisi yang lain, perly berikan dukungan penuh pada lembaga yang melakukan riset vaksin dan obat, serta pihak yang melakukan inovasi peralatan penunjang dengan harga terjangkau. Dukungan juga harus dilakukan pada hilirisasi, indutrialisasi dan distribusi produk hasil riset, seperti obat utama, obat alternatif, ventilator, dan inovasi lainnya agar dapat dipergunakan di lapangan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Terakhir dan tidak kalah penting, perlu adanya pengawasan atas standarisasi proses klaim rumah sakit rujukan agar dapat meminimalisir fraud atau kecurangan, baik akibat kelalaian atau karena lemahnya kontrol. Kita tidak ingin jaminan pembiayaan dari pemerintah menjadi celah terjadinya moral hazard, misalnya, mengkategorikan pasien non covid-19 menjadi pasien terinfeksi. Jika ini terjadi, tentu merugikan pasien dan pemerintah serta menjadi nila setitik yang merusak nama harum rumah sakit dan tenaga kesehatan yang telah berjuang melawan Covid-19 dengan jujur dan ikhlas.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, kita perlu sama-sama menyadari bawa masalah ini adalah bencana nasional non alam yang harus dihadapi dengan sikap bertanggungjawab oleh semua elemen bangsa. Kita tidak ingin ada penumpang gelap yang mengambil kesempatan dari kesulitan rakyat dan negara.