Ahli Kebakaran Hutan IPB Bicara Pencegahan Kebakaran Hutan Lahan Gambut

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
7 Juli 2020 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ahli Kebakaran Hutan IPB University Bicara Pencegahan Kebakaran Hutan Lahan Gambut
zoom-in-whitePerbesar
Ahli Kebakaran Hutan IPB University Bicara Pencegahan Kebakaran Hutan Lahan Gambut
ADVERTISEMENT
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB University kembali menggelar webinar DSVK series bertemakan “Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut melalui Ground Water Level (GWL)”, (3/7). Dalam paparannya, Prof Dr Bambang Hero Saharjo, dosen IPB University dari Divisi Perlindungan Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan mengatakan bila pengendalian lahan gambut seperti pada kebun sawit dan sagu masih belum dilakukan dengan benar sehingga dapat menjadi bom waktu. Karakteristik gambut sangat penting diketahui agar pengelolaan serta pengendaliannya dapat efektif dilakukan. Hal tersebut juga dikarenakan pembuatan kanal atau rewetting belum dapat mengatasi kebakaran.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, pelacakan pergerakan sumber-sumber asap menggunakan data sentinel dapat dilakukan sebagai pencegahan. Tetapi fakta di lapangan, cara ini belum diimplementasikan. Seharusnya sekat kanal juga turut dibangun dan dipertahankan GWL-nya di bawah 40 sentimeter, namun belum pula dilakukan.
“Informasi lapangan yang lebih mikro didasarkan pada hasil penelitian dapat diandalkan untuk menjawab persoalan tersebut dan sejatinya harus digunakan. Jangan sampai nanti pada saat perumusan kita menggunakan ini semua, tetapi ketika di lapangan terserah orang lapangan,” tukasnya.
Dr Erianto Indra Putra, dosen IPB University yang juga memiliki keahlian di bidang Kebakaran Hutan mengatakan bahwa antisipasi kebakaran dapat dilakukan mulai titik api kecenderungan mulai terlihat. Misalnya sejak bulan Juni. Curah hujan yang semakin turun membuat lahan gambut semakin kering sehingga mudah terjadi kebakaran. Adanya gap antara GWL dan curah hujan menunjukkan bila lahan gambut kehilangan kapasitas menyerap dan menahan air hujan sehingga membuat lahan gambut tetap kering walaupun intensitas hujan tinggi. Sehingga ia merekomendasikan nilai -40 sentimeter dijadikan ambang batas untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan gambut terutama pada daerah terdegradasi. Daerah terdegradasi seperti di Lonrang, Jambi pun menjadi langganan kebakaran gambut sehingga menjadikan daerah tersebut rawan banjir.
ADVERTISEMENT
Dr Asmadi Saad, dosen program studi Agroekoteknologi Universitas Jambi menjelaskan bila pemantauan data secara real-time menjadi krusial untuk menentukan keputusan secara cepat dan tepat sebelum kebakaran terjadi. Monitoring GWL di lapangan dapat dilakukan secara manual, dengan logger ataupun telemetri. Sistem SESAME menggunakan data logger disebutkan menjadi salah satu sistem monitoring terbaik karena dapat dilakukan melalui jarak jauh dan dipantau secara bersamaan.
Sementara Dr Sigit Sutikno, dosen Teknik Sipil dan Kepala Pusat Studi Bencana Universitas Riau mengatakan bahwa di Riau sendiri, Karhutla terjadi mengikuti dua periode musim kemarau dalam setahun. Kondisi neraca air yang defisit disebutkan menjadi biang dari terjadinya Karhutla. "Langkah pencegahan yang dilakukan adalah dengan menampung air semaksimal mungki agar lahan gambut tetap basah di musim kering. Begitu pula dengan monitoring GWL soil moisture, dan suhu secara real time agar dapat memprediksikan kemungkinan terjadinya karhutla,” ujarnya. (MW/Zul)
ADVERTISEMENT
Keyword: Karhutla, Lahan Gambut, Musim Kemarau, IPB University, Fakultas Kehutanan, dosen IPB