Alumnus IPB University Ini Berikan Strategi Swasembada Kedelai

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
25 April 2022 13:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Alumnus IPB University Ini Berikan Strategi Swasembada Kedelai
zoom-in-whitePerbesar
Alumnus IPB University Ini Berikan Strategi Swasembada Kedelai
ADVERTISEMENT
Indonesia tercatat sebagai pengimpor kedelai hingga mencapai 2,48 juta ton pada tahun 2021. Dengan tingginya angka impor tersebut, maka membuka peluang besar ketergantungan Indonesia yang dapat berdampak buruk dalam kedaulatan pangan nasional.
ADVERTISEMENT
Wakid Mutowal, Alumnus IPB University sekaligus pebisnis kedelai lokal non-GMO (Genetically Modified Organism) mengungkapkan besarnya harapan terhadap swasembada kedelai yang terbuka lebar. “Swasembada kedelai dapat dilakukan apabila kita cerdas menyusun strategi. Strategi yang kami maksud adalah dengan menurunkan Break Event Point (BEP) biaya produksi kedelai. Harga BEP yang tinggi membuat petani lebih memilih untuk beralih ke komoditas lainnya yang lebih menguntungkan,” ujarnya.
Ia pun menyebut, hal lain yang perlu dilakukan adalah mengubah mindset petani Indonesia, bahwa kedelai dapat ditanam di sela-sela tanaman jagung dengan sistem tumpangsari. "Berdasarkan pengamatan dan perhitungan kami di lapangan, kedelai yang ditanam tersebut mampu memproduksi 1-2 ton per hektar tergantung pada sistem perawatannya,” ujar Wakid, pendiri Hidayat Jati Research Center Produsen Tempe Sehat.
ADVERTISEMENT
Wakid menambahkan, petani perlu diajarkan dan diyakinkan bahwa, daripada di sela-sela tanaman jagung tumbuh rumput liar dan memerlukan herbisida yang harganya mahal, maka lebih baik ditanami kedelai. Upaya tersebut bertujuan agar tidak tumbuh rumput tetapi tumbuh kedelai yang memiliki nilai jual yang dapat menambah keuntungan petani.
Selain itu, Wakid juga memaparkan manfaat lainnya adalah bintil akar kedelai yang mengandung bakteri rhizobium mampu men-support nitrogen bagi pertumbuhan jagung. Dengan demikian, jagung yang ditanam tumpangsari dengan kedelai, hasil produksinya akan meningkat setiap tahunnya, dan lama-lama akan mampu mengurangi penggunaan pupuk yang membuat biaya produksi menurun. Dengan perhitungan detail, maka diperkirakan BEP produksi kedelai dengan sistem tumpangsari dengan jagung, hanya memerlukan biaya sekitar 700 rupiah per kilogram.
ADVERTISEMENT
“Dengan demikian, kami perkirakan 3-5 tahun ke depan, Indonesia akan mampu swasembada kedelai, jika strategi tersebut dijalankan secara intensif dan sistematis. Bagaimana tidak, petani ditawarkan adanya tambahan penghasilan dari kedelai sebesar 9 juta sampai 20 juta per hektarnya dengan panen jagung normal,” kata Wakid.
Alumnus IPB University itu juga menjelaskan, hal tersebut sangat signifikan meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, petani akan berbondong-bondong menanam kedelai di tengah-tengah tanaman jagung.
“Semoga strategi ini dibaca para penentu kebijakan pertanian di Indonesia, dan dilengkapi dengan strategi-strategi lainnya dalam upaya mencapai swasembada kedelai,” tutupnya. (*)