Departemen PSP FPIK IPB Diskusi Keberlanjutan Pengelolaan Lobster Skala Kecil

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
28 Juli 2020 16:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Departemen PSP FPIK IPB University Diskusi Mengenai Keberlanjutan Pengelolaan Lobster Skala Kecil
zoom-in-whitePerbesar
Departemen PSP FPIK IPB University Diskusi Mengenai Keberlanjutan Pengelolaan Lobster Skala Kecil
ADVERTISEMENT
Menyinggung mengenai isu penangkapan lobster yang sedang hangat dibicarakan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University kembali melaksanakan Webinar 6th Voice for Fisheries yang mengangkat tema Keberlanjutan Perikanan Lobster Skala Kecil, (25/7). Prof Dr Sulistiono, dosen IPB University dari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) FPIK mengatakan bahwa terkait isu lobster yang saat ini ramai dibicarakan publik, didahului munculnya beberapa pengaturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 12 tahun 2020 yang antara lain menyinggung mengenai pengelolaan lobster, rajungan dan kepiting bakau.
ADVERTISEMENT
Prof Sulistiono mengurai, poin penting dalam pengaturan kegiatan pengelolaan lobter dimulai dari data produksi yang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun serta nilai ekonomisnya juga dinilai semakin tinggi. Menurutnya, penemuan bibit lobster berbagai spesies di Indonesia dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber ekonomi dan ada potensi dapat diekspor, terlebih lagi statusnya tidak dilindungi. Adapun dalam pengelolaan lobster ada beberapa hal yang perlu diperhatikan nelayan skala kecil.
“Yang pertama dari sudut ilmu adalah tentu konservasi daerah spawning ground, kemudian konservasi daerah nursery ground, sehingga kemudian daerah tersebut menjadi lobster bank ecosystem. Jadi kegiatan penangkapan bisa dilakukan di daerah sekitar spawning ground dan nursery ground,” ungkapnya.
Arik Permaná, SPi MSi, pengepul lobster UD Mutiara Dua Pelabuhan Ratu yang berpengalaman dalam bisnis lobster dari tahun 2000 menyebutkan ada enam spesies yang dijadikan sasaran penangkapan. Mulai dari lobster mutiara, lobster hijau pasir, hingga lobster bambu. Sedangkan metode penangkapan biasanya dilakukan dengan menggunakan jaring insang dasar (tergantung daerah penangkapan dan sasaran penangkapannya), atau krendet atau bubu yang digunakan pada daerah yang sempit seperti celah-celah batu dan karang. Penangkapan dengan jumlah paling besar adalah lobster hijau pasir, yang kapasitas produksinya hingga mencapai 82 persen dari total produksi. Namun, terdapat beberapa resiko yang dapat dihadapi terkait dengan penangkapan lobster tersebut.
ADVERTISEMENT
Dr Fis Purwangka, dosen IPB University dari Departemen PSP FPIK menyebutkan bahwa penangkapan lobster dengan bubu dapat meningkatkan risiko perusakan karang untuk menyamarkan alat tangkap. Ada pula potential lost gear yang bisa menjadi sampah laut serta merugikan nelayan. Dari sisi sosial, dampak bisnis terkait dengan ketidakpastian harga merujuk kondisi standar dari kualitas lobster karena tidak adanya pengetahuan akan standar kualitas dari nelayan. Selain itu, nelayan dapat mengalami ketergantungan atas permodalan sehingga ada kemungkinan harga menjadi jatuh. Sehingga diperlukan penyamaan pemahaman terkait pengetahuan nelayan serta perlunya sosialisasi dan pelatihan terkait hal tersebut.
Sementara itu, dalam paparannya, Prof Dr Ari Purbayanto, dosen IPB University dari Departemen PSP yang juga Ketua Asosiasi Profesor Indonesia (API) mengatakan bahwa aspek technological sustainability terkait alat tangkap standar belum dikaji dan sering dilupakan untuk memenuhi seluruh aspek keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
Menurutnya keberlanjutan perikanan lobster skala kecil masih sangat bergantung dari pemenuhan kriteria-kriteria dari aspek ekologi, sosial-ekonomi, komunitas, pelaku usaha, teknologi dan kelembagaan serta bersifat spesifik sumber daya lobster atau spesies dan wilayah pengelolaan perikanan
“Jadi tidak bisa suatu kebijakan pukul rata. Tetapi, kalau target spesiesnya sama maka bisa dilakukan. Begitu juga dalam hal estimasi stok tidak bisa pukul rata, suatu perairan ini, segini, dimana sumber dayanya. Sehingga keberlanjutan itu bisa dilakukan dengan baik pengelolaaanya,” ujarnya. (MW/Zul)
Keyword: bisnis perikanan, bisnis lobster, Permen KP No 12 Tahun 2020, dosen IPB