Dua Pusat Studi IPB University Dorong Penguatan CTI-CFF Kawasan Asia Tenggara

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
5 Februari 2021 20:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dua Pusat Studi IPB University Dorong Penguatan CTI-CFF Kawasan Asia Tenggara
zoom-in-whitePerbesar
Dua Pusat Studi IPB University Dorong Penguatan CTI-CFF Kawasan Asia Tenggara
ADVERTISEMENT
Peran wilayah laut dan pesisir Indonesia mencakup 77 persen dari luas total daratan dan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Hal ini juga sudah diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 mengenai agenda perubahan iklim dan bencana.
ADVERTISEMENT
Salah satu upaya yang turut didorong adalah mengoptimalkan fungsi dan peran dari CTI (Coral Triangle Initiative) yang menjadi porsi terbesar Indonesia. Yakni dalam mendorong Coral Triangle Initiative for Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) yang ditujukan untuk mengatasi ancaman terhadap ekosistem laut, pesisir dan pulau-pulau kecil di kawasan.
Untuk itu, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL) dan Pusat Studi Bencana (PSB), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merumuskan profil tingkat kerentanan dan adaptasi berbasis ekosistem di kawasan CTI.
Pembahasan yang dilaksanakan di Kampus IPB Baranangsiang ini dihadiri oleh Kepala PKSPL IPB University, Dr Yonvitner, Sekretaris PSB, Dr Syamsul Bahri Agus, Direktur Pi-Area Rycoo Farisca serta Nuraeni, SHut, MES selaku Kepala Sub Direktorat Adaptasi Ekologi, KLHK.
ADVERTISEMENT
Nuraeni mengatakan bahwa tantangan kajian wilayah CTI selama ini adalah belum adanya Vulnerability Mapping yang berbasis perubahan iklim. Untuk itu penyusunan perencanaan yang selama ini dilakukan masih banyak berasal dari program yang telah berjalan. Sementara perencanaan berbasis kajian belum banyak dilakukan. Untuk itu, profil kerentanan dan adaptasi CTI ini diarahkan agar dapat juga menjadi sebuah panduan wilayah intervensi untuk aksi adaptasi pesisir.
“Sebagai langkah awal, dipandang perlu adanya baseline kerentanan dan upaya rekomendasi aktivitas CTI di wilayah target. Untuk itu, penting juga untuk pemanfaatan peta tumpangsusun antara Coastal Vulnerability Index (CVI), Peta kerentanan Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK) dan CC Hotspot dalam menentukan wilayah target intervensi untuk kawasan pesisir dan laut. Sehingga ke depan profil yang disiapkan lebih terintegrasi,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Sub Direktorat Identifikasi dan Analisis Kerentanan, KLHK, Ir Arif Wibowo, MSc menegaskan bahwa penyusunan CTI ini dapat diarahkan untuk mempersiapkan Indonesia di ajang Asean Climate Risk sekaligus sebagai bagian dari komitmen menurunkan kerentanan dan risiko iklim dalam bidang laut dan pesisir.
Sementara itu, Dr Yonvitner yang juga menjadi koordinator dalam penyusunan profil Kerentanan Perubahan Iklim Kawasan Segitiga Karang Indonesia, menambahkan perlunya keterlibatan aktif Indonesia di tingkat global melalui upaya penguatan CTI ini.
“Sehingga CTI selain sebagai sebuah ruang komunikasi negara-negara di Asia Pasifik, juga menjadi ruang penguatan peran dan fungsi CTI bagi Indonesia sebagai ruang diplomasi,” ujarnya. (**/Zul)
Keyword: PKSPL, IPB University, Pusat Studi Bencana
Kategori SDGs: SDGs-14
ADVERTISEMENT