Guru Besar FPIK IPB University Ciptakan Teknologi Tambak Udang di Lahan Pasir

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
24 November 2021 13:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Guru Besar FPIK IPB University Ciptakan Teknologi Tambak Udang di Lahan Pasir, Mampu Kurangi Dampak Ekologi Lingkungan
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar FPIK IPB University Ciptakan Teknologi Tambak Udang di Lahan Pasir, Mampu Kurangi Dampak Ekologi Lingkungan
ADVERTISEMENT
Banyak masyarakat maupun pemerhati lingkungan menganggap bahwa tambak udang berkontribusi besar dalam menurunkan luas lahan mangrove. Sehingga peningkatan produksi udang dianggap dapat mengancam keberadaan hutan mangrove.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi hal itu, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University membuat teknologi Biocrete. Prof Bambang Widigdo membuat inovasi Biocrete yang dapat mengatasi porositas lahan berpasir.
“Tambak udang dapat dikembangkan di kawasan pantai berpasir tanpa harus merusak hutan mangrove,” ujarnya dalam Orasi Ilmiah Penetapan Guru Besar Tetap IPB University, akhir pekan lalu.
Inovasi ini, tambahnya, sesuai dengan target pemerintah yang akan meningkatkan ekspor udang hasil dari tambak yang mencapai 250 persen di tahun 2024. Oleh karenanya, pengembangan tambak di lahan pasir akan sangat mengurangi tekanan ekologis kawasan hutan mangrove.
Selain menjelaskan teknologi biocrete, Prof Bambang juga menjelaskan tentang sistem kontrol pelaksanaan budidaya udang di lapangan.
Menurut Prof Bambang, di lapangan banyak ditemukan petambak yang mecapai produktivitas lebih dari 30 ton per hektar per siklus. Bahkan ada yang mencapai 50-60 ton per hektar per siklus.
ADVERTISEMENT
“Hal ini akan memunculkan kerawanan baru terkait penggunaan bahan kimia berbahaya terutama antibiotika untuk menhindarkan berbagai mikroba patogen. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sistem yang dapat mengontrol pelaksanaan budidaya di lapangan,” jelasnya.
Menurutnya, salah satu sistem kontrol yang sudah cukup teruji adalah mengembangkan Standard Operasional Prosedur (SOP) yang berlandaskan pada prinsip Hazzard Analysis Critical Control Point (HACCP), atau HACCP-based-SOP.
“Sistem manajemen ini adalah penyusunan prosedur budidaya yang telah mengakomodasi proses identifikasi setiap hazzard yang memungkinkan dapat menggagalkan produksi, dan/atau menimbulkan kerawanan gangguan kesehatan bagi orang yang mengkonsumsi udang,” imbuhnya.
Dalam budidaya udang, Prof Bambang menjelaskan bahwa hazzard didefinisikan sebagai sumber atau situasi yang berpotensi menyebabkan udang sakit atau terkontaminasi bahan yang membuat konsumen terganggu kesehatannya seperti penyakit virus, bahan pencemar air, dan residu antibiotika.
ADVERTISEMENT
“Jika setiap tahapan budidaya sudah diketahui potensi hazardnya maka ancaman penyakit udang akan dapat dihindari secara lebih dini sehingga tidak mewabah. Demikian juga peluang masuknya bahan yang membahayakan kesehatan konsumen seperti antibiotika dapat dicegah,” imbuhnya.
Dengan begitu, tambahnya, ke depannya, teknologi budidaya akan semakin maju dan supply udang dunia juga akan semakin bertambah.
“Peningkatan penawaran di pasar global akan menuntut kita untuk memiliki keunggulan produk yang lebih dibandingkan pesaing kita. Hanya sistem pengontrolan yang dapat menjamin kualitas dan keamanan produk lah yang akan memiliki daya saing tinggi di pasar global. Kini sudah saatnya kita menerapkan sistem budidaya modern yang ramah lingkungn dan dengan mengedepankan system kontrol semacam HACCP-based-SOP,” tandasnya. (zul)
ADVERTISEMENT