Guru Besar IPB University Sarankan Pemetaan Spesies Penyakit Bulai Jagung

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
29 November 2022 9:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Guru Besar IPB University Sarankan Pemetaan Spesies Penyakit Bulai Jagung Diprogramkan Setiap Tahun
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar IPB University Sarankan Pemetaan Spesies Penyakit Bulai Jagung Diprogramkan Setiap Tahun
ADVERTISEMENT
Penyakit bulai pada tanaman jagung kerap menjadi ancaman bagi para petani. Kerugian akibat cendawan ini dapat menyebabkan petani gagal panen. Menurut Prof Widodo, guru besar IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian (Faperta), pemetaan spesies bulai jagung di Indonesia harus diprogramkan, terutama di wilayah sentra penghasil jagung. Bahkan, bila perlu setiap tahun dipantau.
ADVERTISEMENT
Prof Widodo mengungkap, spesies patogen embun bulu atau bulai yang mendominasi pulau Jawa adalah Peronosclerospora maydis. Spesies ini memiliki variasi genetik yang tinggi.
“Tidak heran bila resistensinya terhadap fungisida metalase sangat tinggi, karena mudah berubah,” ujarnya dalam Webinar Propaktani dengan topik “Dampak Penyakit Bulai Terhadap Mutu Benih Jagung dan Cara Mengatasinya” oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian RI, (25/11).
Prof Widodo menuturkan, dalam perencanaan strategi pengelolaan bulai, menjadi sangat penting memahami karakteristik dan variasi genetiknya, termasuk perakitan varietas unggulnya. Hal terpenting dalam pengendalian penyakit ini, ia menyarankan untuk tidak menanam varietas jagung yang sama dalam satu wilayah.
“Sebaiknya, setiap musim ditanami varietas yang berbeda. Namun kendalanya dapat berbenturan dengan permintaan pasar. Salah satu strategi untuk menghindari ledakan adalah setiap musim tanam menggunakan varietas yang berbeda,” sarannya.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, kerugian akan semakin tinggi jika infeksinya semakin awal. Oleh karena itu, penggunaan benih yang sehat sangat penting. Patogen terbawa benih berusia 30 hingga 45 hari akan menyebabkan ledakan penyakit karena berada pada fase sangat rentan. Pada akhirnya, tanaman tidak dapat menghasilkan tongkol.
“Akibatnya, jagung akan kopong dan berpeluang mengandung patogen. Seleksi benih sangat perlu dan sebaiknya tanaman bergejala tidak digunakan sebagai benih walau masih menghasilkan tongkol,” tambahnya.
Prof Widodo menjelaskan, tingkat infeksi berbagai spesies bulai jagung terbilang beragam. Spesies P. Philippinensis dapat mencapai 11 persen. Spesies P. sorghi mencapai dua hingga 20 persen, artinya berpeluang menjadi inokulum awal bila ditanam. Infeksinya juga akan berlipat ganda seiring bertambahnya usia tanaman. Sedangkan P. maydis menginfeksi hanya pada benih yang segar.
ADVERTISEMENT
“Yang penting, pada pengelolaan benih jagung, kadar airnya diturunkan di bawah 15 persen,” pungkasnya. (MW/Rz)