Lalat Pengolah Limbah BSF Ternyata Sudah Ada Sejak 40 Juta Tahun yang Lalu

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
18 Februari 2021 11:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Guru Besar IPB University: Lalat Pengolah Limbah BSF Ternyata Sudah Ada Sejak 40 Juta Tahun yang Lalu
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar IPB University: Lalat Pengolah Limbah BSF Ternyata Sudah Ada Sejak 40 Juta Tahun yang Lalu
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang serangga, ada serangga yang merugikan dan ada serangga yang memberikan manfaat. Salah satu serangga bermanfaat untuk manusia adalah Lalat Tentara Hitam atau Black Soldier Fly (BSF).
ADVERTISEMENT
Untuk memahami lebih dalam tentang BSF, Asosiasi Profesor Indonesia (API) bersama dengan Dewan Guru Besar (DGB) IPB University menyelenggarakan Webinar "Hermetia Illucens: Peningkatan Nilai Ekonomi dan Lingkungan", (16/02).
Prof Dr Damayanti Buchori, Guru Besar IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman mengatakan bahwa BSF diduga sudah muncul 40 juta tahun yang lalu. Jika ditelusuri lagi maka sebetulnya nenek moyangnya itu di awal sudah muncul sejak 160 juta tahun yang lalu, kemudian ada diversifikasi.
“Serangga dewasanya itu tidak mengganggu, larvanya berperan penting sebagai pengurai dengan memakan berbagai jenis bahan organik yang membusuk. Larvanya juga mampu mengubah sejumlah besar biomassa limbah menjadi protein (lebih dari 40 persen) dan lemak (lebih dari 30 persen). BSF ini bisa ditemukan di seluruh belahan bumi," terangnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, BSF bukan pemakan tanaman, sehingga dia bukan hama. BSF berperan sebagai dekomposer karena memiliki tipe mulut kuat yang memungkinkan mereka untuk menghancurkan dan melahap limbah. BSF juga memiliki kemampuan untuk mencerna senyawa organik sebelum senyawa tersebut sempat membusuk, sehingga langsung menghilangkan bau limbah. Kemampuan larva memakan sampah organik disebabkan adanya selulotik dalam ususnya yang menghasilkan enzim selulase yang berperan dalam hidrolisis selulosa.
Sementara itu, Prof (Ris) Agus Pakpahan selaku Ketua Asosiasi Black Soldier Fly Indonesia menyampaikan, "Mudah-mudahan BSF menjadi pintu dan jendela untuk masuk inovasi-inovasi berikutnya. Mari kita syukuri berkah Allah dengan adanya BSF. Belajar dari lalat, kita melahirkan mata ajaran ‘objektif’. Kita tidak boleh men-judge sesuatu itu buruk tanpa kita bawa ke laboratorium. Pemanfaatan BSF merupakan kekayaan alam tropika yang selama ini belum dimanfaatkan sebagai sumberdaya biologis tropika yang sangat strategis," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya webinar ini, informasi terkait BSF serta praktik budidaya dengan teknologi yang sederhana atau dengan teknologi industri skala besar dapat diketahui. “Mudah-mudahan ini nanti bisa jadi tulisan atau suatu kerangka acuan untuk bisa mencapai inovasi BSF untuk peningkatan nilai ekonomi,” ujar Prof Dr Evy Damayanti, Ketua DGB IPB University.
Prof Dr Ari Purbayanto, Ketua Asosiasi Profesor Indonesia berharap keberadaan profesor di Indonesia yang mencapai 6.500 orang dengan ragam keilmuannya dapat berkiprah dan memberikan kontribusi pemikirannya serta alternatif solusi atas permasalahan bangsa.
“Nantinya ini akan menghasilkan rumusan dan pemikiran para guru besar yang insyaaAllah tidak hanya memberikan sumbangan pemikiran melainkan juga penyelesaian pakan yang mahal," imbuhnya. (SMH/Zul)
Kata kunci: BSF, Lalat Hitam, Profesor, Inovasi, IPB University
ADVERTISEMENT
Kategori SDGs: SDGs-15