LPPM IPB University dan Kemendagri Diskusi Data Desa Presisi

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
16 Desember 2020 8:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
LPPM IPB University dan Kemendagri Diskusi Data Desa Presisi
zoom-in-whitePerbesar
LPPM IPB University dan Kemendagri Diskusi Data Desa Presisi
ADVERTISEMENT
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melangsungkan diskusi terkait Program Data Desa Presisi (DDP) di Jakarta, (15/12). Pertemuan ini dilakukan dalam rangka brainstorming DDP untuk dijadikan program nasional.
ADVERTISEMENT
Dr Sofyan Sjaf, Wakil Kepala bidang Pengabdian kepada Masyarakat IPB University yang juga penggagas DDP beserta tim yaitu Lukman Hakim, La Elson, Danang Aria Nugroho dan M Badar, diterima oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri, Dr Muhammad Hudori. Selain itu turut hadir Direktur Jenderal Bina Pemerintah Desa (Ditjen Bina Pemdes), Dr Yusharto H, Direktur Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Aparatur Desa, Dr Paudah, Kepala Biro Perencanaan, Dr Bachril Bakri, serta Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendagri, Asmawa Tosepu, AP, MSi.
DDP merupakan gagasan Dr Sofyan Sjaf, Dosen IPB University yang memandang persoalan pembangunan desa di Indonesia saat ini adalah efisiensi, efektivitas dan tingkat akurasi data. Saat ini, kata Dr Sofyan, pembangunan desa tidak tepat sasaran dan tidak mencapai target karena data desanya tidak akurat.
ADVERTISEMENT
“Gagasan DDP kami mulai tahun 2014, setelah undang-undang tentang desa yang membuka ruang partisipasi warga desa untuk membangun desa. Pada tahun 2006 kami merasakan ketika mengawal Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat (PKPBM). Nampaknya potensi desa memang tidak mampu tergambar dengan baik karena desa belum memiliki akses data spasial dan numerik yang presisi,” ujar Dr Sofyan.
Permasalahan yang dihadapi selama ini, menurutnya adalah menghimpun data desa. Seringkali warga ditempatkan sebagai objek pembangunan data. Sejauh ini kaidah metodologi Pendataan Potensi Desa (Podes) ataupun Profil Desa dan Kelurahan (Prodeskel) dalam menghimpun data belum sampai door to door. Kurangnya kreativitas dan rendahnya sumber daya manusia aparat desa juga turut menyumbang persoalan. Ditambah lagi umumnya data-data tersebut masih diolah secara manual.
ADVERTISEMENT
“Yang terjadi adalah data yang dimiliki desa, jauh dari yang seharusnya dibutuhkan. Disebutkan peta desa padahal sketsa desa, monografi desa dibuat secara manual. Hal tersebut berdampak pada lost target. Karena perencanaannya tidak dibuat dengan baik,” katanya.
Data Desa Presisi yang digagasnya diharapkan akan mampu menggambarkan desa secara utuh. Dengan pendekatan Drone Participatory Mapping, DDP dilakukan dengan mengkombinasikan data numerik dan spasial.
“Perkawinan manusia dan teknologi, utamanya drone dan digital, akan dihasilkan tiga data yakni citra resolusi tinggi, data numerik dengan aplikasi Merdesa dan data kualitatif (historikal dan kelembagaan). Data inilah yang ke depan dapat dijadikan dasar untuk perencanaan pembangunan desa,” imbuhnya.
Sekretaris Jenderal Kemendagri, Dr Muhammad Hudori yang hadir dalam kesempatan itu mengapresiasi hadirnya DDP. Data presisi sangat lengkap dan bisa dikombinasikan dengan data Prodeskel. Dr Hudori menambahkan bahwa setiap tahunnya Kementerian Desa selalu mengeluarkan Peraturan Menteri Desa (Permendes).
ADVERTISEMENT
“Apakah nanti Kemendesa siap untuk membangun DDP ini. Saya akan coba komunikasikan. Sebab perlu juga disiapkan petunjuk teknis (juknis) untuk kebutuhan DDP. Kalau saja Indonesia punya data seluruh desa dan nanti ditempatkan di Pemdes, maka ini sangat bagus,” ujarnya.
Langkah yang sudah dilakukan Dr Sofyan dalam DDP, dikatakan Kapusdatin, Asmawa Tosepu, bisa menjadi suplemen data yang sudah dimiliki Kemendagri. Namun persoalan terbesar kini adalah mengupdate data. Senada dengan hal itu, Dirjen Bina Pemdes, Dr. Yusharto menyebut, dari data yang ada perlu diklasifikasi secara metodologi. Saat ini ada penyakit berat, seperti perihal bagaimana menghadirkan partisipasi para pakar.
“Lalu juga tingkat literasi dari warga desa. Definisi-definisi operasional untuk kategorisasi bangunan misalnya, bagaimana memverifikasi ukuran-ukurannya. Ada belasan kategori rumah mulai dari permanen sampai tidak layak huni, siapa yang berwenang untuk menetapkan itu semua,” kata Yusharto.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Dr Sofyan Sjaf mengatakan, dalam program DDP akan ada Saung Data di setiap desa berbasis Rukun Warga (RW). Data tersebut akan diupdate oleh dua orang per RW, bagi data yang sifatnya dinamis seperti demografi. Sementara updating data spasial cukup dengan menerbangkan drone untuk spot-spot yang berubah.
“Operator data menjadi penting untuk updating data. Kabupaten sudah punya server, bagaimana mengoptimalkan hal tersebut. Untuk itu keberadaan server bahkan diperlukan sampai tingkat kecamatan,” imbuhnya.
Selanjutnya Dr Sofyan mengapresiasi Kemendagri yang melihat potensi DDP untuk diimplementasikan. Oleh karena itu, ia berharap implementasi DDP bisa segera dilaksanakan karena desa sangat membutuhkan. (DNG/Rz/Zul)
Keyword: Data Desa Presisi, LPPM, Kemendesa, Kemendagri, dosen IPB University
ADVERTISEMENT
Kategori SDGs: SDGs-9, SDGs-17