Pakar IPB: Dampak Emisi Gas Rumah Kaca Hanya Bisa Diatasi Sistem Pertanian

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
4 Agustus 2022 10:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pakar IPB University: Dampak Emisi Gas Rumah Kaca Hanya Bisa Diatasi Dengan Sistem Pertanian Berkelanjutan
zoom-in-whitePerbesar
Pakar IPB University: Dampak Emisi Gas Rumah Kaca Hanya Bisa Diatasi Dengan Sistem Pertanian Berkelanjutan
ADVERTISEMENT
Pembangunan pertanian berkelanjutan memberikan berbagai tantangan di era perubahan global. Di dalamnya terjadi kompetensi untuk sumberdaya alam yang berjumlah terbatas. Sedangkan manusia membutuhkan pangan dengan kuantitas dan kualitas yang baik untuk menunjang kehidupannya. Sehingga terkadang manipulasi alam dengan teknologi menjadi jawabannya dan kerap timbul masalah akibat perubahan dalam keseimbangan alam.
ADVERTISEMENT
Prof M Faiz Syuaib, Guru Besar IPB University dari Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian mengatakan tidak ada batasan wilayah tertentu untuk mengelola lahan pertanian globalisasi. Hal ini menjadi pemicu untuk perubahan lingkungan yang negatif di hampir seluruh dunia.
Isu lingkungan berkelanjutan ini menurutnya dapat dibagi menjadi dua, yakni lingkungan di sektor primer atau produksi yang erat dengan tata kelola sumberdaya alam dan isu sektor lingkungan perkotaan yang berhubungan dengan polusi dan cemaran.
“Hingga kini manusia masih mengandalkan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia. Sementara dunia mulai kehabisan lahan pertanian, bila tidak dimitigasi semakin langka memberikan dampak lingkungan yang semakin mengkhawatirkan. Petani tidak bisa lagi menyambung hidup generasi selanjutnya,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Teknologi yang berkelanjutan, katanya, seharusnya dapat menjamin keberlangsungan pertanian dunia. Kegiatan pertanian yang memberikan dampak negatif, sebenarnya bukan karena usaha pertanian itu sendiri namun akibat teknologi yang dipakai.
“Pada dasarnya, justru mitigasi perubahan alam ini hanya bisa dilakukan dengan sistem pertanian. Tidak ada cara lain untuk menurunkan emisi karbon melainkan dengan cara pertanian. Karena hanya tanaman yang dapat mengkonversi kembali karbon monoksida di udara menjadi karbon di tanah dan mengembalikan udara menjadi bersih,” terangnya dalam Webinar Propaktani “Diseminasi Riset Dampak Gas Rumah Kaca pada Sektor Pertanian” yang digelar oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, (27/07).
Ia menilai bahwa satu-satunya cara untuk memitigasi dampak emisi gas rumah kaca hanya melalui pertanian berkelanjutan. Hanya pertanian yang dapat memberikan fungsi recovery. Cara ini sangat cocok diterapkan di wilayah tropis dan dengan pola tanam baik akan memberikan dampak positif bagi lingkungan.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, perlu adanya titik tengah terkait penggunaan teknologi intensif untuk produktivitas tinggi. Teknologi tidak boleh bersifat eksesif sehingga tidak mengganggu keseimbangan ekosistem. Terlebih lagi ketidakseimbangan ekosistem menimbulkan dampak berkepanjangan.
“Bila keseimbangan alamnya terganggu, petani membutuhkan usaha dan teknologi lebih besar, maka gangguan alam akan menjadi lebih besar lagi serta akan menimbulkan masalah baru. Kesehatan alam sangat penting untuk menumbuhkan sektor pertanian yang baik,” ujarnya.
Negara tropis seperti Indonesia, menurut pandangan pribadinya terdampak lebih besar oleh perubahan global dibanding negara kontinental. Sistem pendekatan organik yang diterapkan dalam pertanian berkelanjutan juga bukan semata-mata mengganti pupuk organik. Melainkan pemahaman menjaga keseimbangan alam dan mencegah gangguan terhadap lahan terhindar dari asupan bahan sintetik. Sistem pertanian yang sehat sangat krusial dan perlu disosialisasikan dan dilakukan pendampingan kepada petani. (MW/Zul)
ADVERTISEMENT