Pakar IPB University: Harus ada Strategi dan Prioritas Vaksinasi PMK

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
6 Juli 2022 13:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pakar IPB University: Harus ada Strategi dan Prioritas Vaksinasi PMK di Tengah Keterbatasan Jumlah Vaksin
zoom-in-whitePerbesar
Pakar IPB University: Harus ada Strategi dan Prioritas Vaksinasi PMK di Tengah Keterbatasan Jumlah Vaksin
ADVERTISEMENT
Ledakan virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang ruminansia menjelang Idul Adha semakin meresahkan masyarakat dan peternak. Strategi pengendalian dan penanggulangan wabah ini memerlukan kerjasama antara semua pihak. Strategi ini termasuk penerapan lockdown wilayah, edukasi, biosekuriti hingga vaksinasi.
ADVERTISEMENT
Prof drh I Wayah Teguh Wibawan, Guru Besar Imunologi Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University menyebutkan kematian akibat PMK memang di bawah lima persen namun morbiditasnya sangat tinggi hingga 100 persen. “Angka ini tidak boleh diremehkan sama sekali, terutama penyebaran bersifat aerogen dan di wilayah tropis seperti di Indonesia sangat mudah. Langkah-langkah pengawasan dan pengobatan kematian dapat ditekan tidak sampai mencapai 0.5 persen dalam kondisi tertentu,” jelasnya dalam webinar bertemakan “Virus PMK Mewabah Kembali Indonesia, Apa Yang Harus Kita Lakukan?” yang digelar oleh Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), (01/07).
Menurutnya, hal utama yang berperan dalam penyebaran virus ini adalah pergerakan hewan carrier. Sehingga tindakan biosekuriti dalam pemilihan desinfektan harus menjadi perhatian. Ia menambahkan bahwa bila hewan terjangkit dapat ditangani dengan benar, tingkat kesembuhannya akan tinggi dan akan sembuh dalam 7-10 hari.
ADVERTISEMENT
“Meskipun kita memberikan perawatan tambahan, bukan berarti dapat membunuh virus. Lebih banyak ke arah menjaga kebugaran sapi atau membantu penyembuhan sapi supaya sel-sel dalam tubuh menggantikan sel yang rusak dalam bentuk multivitamin, antipiretik, anti radang, desinfektan dan tentu antibiotik dalam kondisi tertentu sebagai penghambat infeksi sekunder yang memperparah kondisi,” tambahnya.
Menurutnya, hewan yang sembuh relatif layak sebagai hewan kurban, namun perlu diingat bahwa tampak sembuh masih berpotensi menularkan virus. Pemeriksaan dari aspek kesehatan perlu jadi perhatian sebelum dan setelah dipotong. Semua pihak juga harus memahami sifat virus PMK agar dapat menerapkan strategi yang cocok dan praktis untuk diterapkan di lapangan.
“Jenis serotype virus PMK cukup banyak dan kondisi terkini virus PMK di Indonesia bertipe O. Memang sebaran yang paling dominan di negara lain adalah serotipe A, namun tidak mengecilkan kemungkinan serotype yang lain dapat masuk. Perlu ada pemantauan dan pendekatan secara holistik terhadap keberadaan serotype lain di lapangan,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, katanya, ketersediaan vaksinasi untuk hewan yang peka memang belum cukup karena jumlahnya terbatas. Sehingga pemberian vaksin harus diberikan pada hewan yang diprioritaskan dan jenis hewan prioritas dapat berbeda di tiap wilayah.
Menurutnya, vaksinasi PMK harus dilakukan hanya pada hewan sehat, baik yang tidak pernah terinfeksi maupun yang sudah sembuh. Evaluasi pasca vaksinasi juga harus dilakukan dan pemantauannya harus berbasis ilmiah. “Strategi dan prioritas vaksinasi PMK dibuat karena adanya keterbatasan jumlah vaksin PMK dan dilakukan secara bertahap,” tutupnya. (MW/Zul)