Prof Edi Santosa Dampingi Petani Talas, Jaga Plasma Nutfah

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
27 Januari 2023 14:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Prof Edi Santosa Dampingi Petani Talas, Jaga Plasma Nutfah
zoom-in-whitePerbesar
Prof Edi Santosa Dampingi Petani Talas, Jaga Plasma Nutfah
ADVERTISEMENT
Dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB University, Prof Edi Santosa beserta tim melakukan pendampingan kepada petani di daerah Situ Gede, Bogor dalam upaya budidaya tanaman talas dan mengoleksi plasma nutfah. Dipilihnya umbi tanaman berdaun lebar tersebut bukan tanpa alasan. Menurut Prof Edi Santosa, setidaknya terdapat lima alasan mengapa dilakukan on farm conservation terhadap tanaman talas.
ADVERTISEMENT
“Alasan pertama ialah urgensi melindungi dan mengembangkan banyak sumberdaya genetik sebagai alternatif sumber pangan fungsional. Talas merupakan sumber karbohidrat dengan banyak kelebihan, di antaranya ialah sifatnya yang bebas gluten, mengandung glukomanan, serta indeks glikemik yang rendah,” paparnya.
Menurutnya, bahan pangan yang bebas gluten sangat dibutuhkan oleh penderita gangguan alergi gluten. Konsumsi bahan pangan bebas gluten juga baik dalam menjaga pencernaan dan stabilitas berat badan. Sementara itu, glukomanan merupakan golongan karbohidrat dengan daya cerna rendah. Hal tersebut sangat membantu dalam menurunkan kolesterol dan mencegah obesitas. Selain itu talas memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes.
“Alasan kedua, kita harus menyiapkan pertanian Indonesia untuk lebih resilient atau tahan terhadap cuaca ekstrim akibat perubahan iklim. Tanaman talas termasuk herba sukulen yang memiliki kandungan air yang cukup tinggi untuk bertahan di cuaca kering. Sebaliknya jika kondisi berubah menjadi basah karena curah hujan yang tinggi, akar talas memiliki aerenkim yang membuatnya mampu bernafas di dalam genangan air sehingga tidak busuk lalu mati. Jadi talas termasuk tanaman amfibi,” ujarnya lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Alasan ketiga menurut penuturan Prof Edi, talas merupakan flora lokal sehingga membudidayakannya merupakan upaya mengkonservasi sumberdaya genetik Indonesia.
“IPB University memiliki banyak koleksi tanaman talas yang dikumpulkan dari seluruh Indonesia yang telah dilakukan karakterisasi. Dari proses karakterisasi tersebut diperoleh beberapa jenis talas yang potensial untuk dikembangkan. Diantaranya seperti Talas Bogor, Talas Beneng Banten, Talas Beneng Bondowoso Jawa Timur, serta Talas Papua,” jelasnya.
Alasan keempat, imbuhnya, ialah usaha para akademisi untuk mendampingi para petani dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Keunggulan lain dari tanaman talas adalah tanaman ini dapat dibudidayakan secara tumpang sari atau berdampingan dengan tanaman lain.
“Sistem tumpangsari ini memiliki setidaknya dua kelebihan, yang pertama dapat meningkatkan produktivitas lahan. Dan yang kedua menurunkan risiko kerugian jika seandainya tanaman yang lain diserang hama,” tandasnya.
ADVERTISEMENT
Ia menyebutkan bahwa alasan terakhir dilakukan usaha on farm conservation tanaman talas adalah target jangka panjang pemerintah Indonesia dalam memperkuat sistem ketahanan pangan yang berbasis sumberdaya lokal. Konsep ketahanan pangan harapannya disertai juga dengan kemandirian pangan, yakni kemampuan Bangsa Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri.
“Saya percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia sudah beserta dengan makanannya. Manusia lahir di Indonesia dibekali dengan berbagai macam makanan yang dapat dibudidayakan di tanah Indonesia. Dengan begitu, kita tidak perlu bergantung pada negara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri karena kita sudah berkecukupan dengan berbagai pilihan sumber pangan lokal,” pungkasnya optimis. (SWD/Zul)