Tim PSP3 IPB University Teliti Turun Produksi Kakao di Kolaka Utara

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
1 Agustus 2019 14:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
#Tim PSP3 IPB University Teliti Turunnya Produksi Kakao di Kolaka Utara
zoom-in-whitePerbesar
#Tim PSP3 IPB University Teliti Turunnya Produksi Kakao di Kolaka Utara
ADVERTISEMENT
Tanaman kakao hampir menyebar di seluruh kawasan di Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara bahkan telah menjadi tanaman ‘budaya’ di masyarakat. Hal ini tentunya bisa menjadi faktor penting untuk mendorong Kolaka Utara dikembangkan sebagai Kota Kakao.
ADVERTISEMENT
“Prasyarat untuk menjadikan Kabupaten Kolaka Utara sebagai Kotanya Kakao sudah ada. Hanya tinggal persoalan bagaimana i’tikad baik dari berbagai elemen seperti petani, pemerintah desa, pemerintah daerah, pemerintah pusat, perguruan tinggi dan swasta dipertemukan dan diorganisasikan ke arah sana,” ujar Dr Sofyan Sjaf, Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University saat membuka Seminar Pendahuluan Kajian dan Analisis Bisnis Plan Kakao bertempat di Aulia Wisma Lasusua, Kolaka Utara (19/7).
Sebelum menggelar seminar ini, PSP3 sudah menerjunkan tim peneliti untuk melakukan observasi lapang Indepth Interview, penyebaran kuesioner, dan Focus Group Discussion (FGD) di Kabupaten Kolaka Utara. Tim terdiri dari Dr Sofyan Sjaf, Dr Baba Barus, Dr Suprehatin, Rajib Gandi, Muklis Pribadi dan Tisha Alya Arifiani. Riset dilakukan di dua kecamatan yaitu Kecamatan Ngapa dan Kecamatan Pakue karena dua kecamatan ini memiliki produksi kakao lebih tinggi dibanding kecamatan lainnya di Kabupaten Kolaka Utara.
ADVERTISEMENT
Seminar yang digelar untuk memaparkan hasil riset ini dihadiri Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Utara, Tim Pengendali Mutu Kegiatan dari Universitas 19 November Lasusua, serta perwakilan penyuluh dan Mantri Kebun (Manbun) dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Kolaka Utara.
Tahun 1998 merupakan masa kejayaan kakao, dimana harga kakao pada tahun itu mencapai 20.000 rupiah per kilogram. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat secara cepat. Bahkan pada masa itu Kolaka Utara yang masih bergabung dengan Kabupaten Kolaka disebut sebagai Daerah Penghasil Dolar.
“Temuan kami di lapang menunjukkan terjadinya penurunan produktivitas Kakao. Semenjak munculnya penyakit kakao seperti hama Penggerek Buah Kakao (PBK) sekitar tahun 2005, produktivitas kakao mulai menurun. Kakao mengalami penurunan sampai 75 persen dari tahun 1990an. Sekarang ini biaya produksi lebih besar daripada hasil produksi. Menurut warga, tahun 1998 bisa dapat 2-3 ton sekali panen, tapi sekarang hanya dua kuintal sekali panen,” ujar Ketua Tim Peneliti, Dr Baba Barus.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, produktivitas kakao perlu ditingkatkan karena jika menurun terus maka upaya pengembangan bisnis kakao akan sulit dilakukan. Selain masalah produktivitas, ditemukan juga dua jalur pemasaran hasil produksi kakao yaitu Rantai Pasok Tradisional dan Rantai Nilai Global Kakao.
Pada rantai pasok tradisonal, produk yang dijual di tingkat petani dan pedagang pengumpul merupakan biji kakao semi kering dan biji kakao kering non fermentasi, dimana kualitas dan standar produknya beragam. Rantai pemasarannya juga relatif lebih panjang, dimana alur pemasaran biji kakaonya adalah dari petani ke pedagang pengumpul tingkat desa atau kecamatan lalu ke pedagang besar dan industri pengolahan terakhir baru eksportir.
Pada rantai nilai global kakao, rantai pemasarannya relatif lebih pendek dan terkoordinasi. Alur pemasarannya hanya dari petani ke kolektor, kemudian ke perusahaan. Produk yang dijual pada rantai nilai global merupakan biji kakao basah yang secara khusus memenuhi permintaan pasar global.
ADVERTISEMENT
Pada Rantai Nilai Global Kakao sudah diterapkan Public Private Partnership dimana salah satu programnya adalah Sustainable Cocoa Production Program (SCPP). Program ini merupakan program kerjasama multipihak yang fokus terhadap bisnis berkelanjutan dan pemberian manfaat kepada semua stakeholders. Di tingkat petani kakao, program ini fokus untuk dapat meningkatkan produktivitas kakao dan kemampuan (skill) petani. Sedangkan di tingkat perusahaan, program ini ingin fokus untuk dapat memenuhi permintaan pasar (pasokan biji kakao stabil dan berkualitas tinggi).
“Temuan dan hasil dari diskusi seminar pendahuluan ini diharapkan bisa mendukung program Revitalisasi Kakao yang saat ini sedang dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara guna meningkatkan kembali produktivitas kakao di wilayah tersebut,” ujarnya.(**/Zul)
Keyword: Kakao, Kolaka Utara, Tim Peneliti PSP3, IPB University
ADVERTISEMENT