Tren Memelihara Satwa Primata dan Pengaruhnya terhadap Manusia Maupun Lingkungan

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
31 Agustus 2021 9:49 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tren Memelihara Satwa Primata dan Pengaruhnya terhadap Manusia Maupun Lingkungan
zoom-in-whitePerbesar
Tren Memelihara Satwa Primata dan Pengaruhnya terhadap Manusia Maupun Lingkungan
ADVERTISEMENT
Mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Minat Profesi Satwa Liar Fakultas Kedokteran Hewan IPB University kembali menyelenggarakan kuliah umum, (28/8). Mengangkat tema “Tren Memelihara Satwa Primata dan Pengaruhnya terhadap Manusia maupun Lingkungan” acara ini menghadirkan dokter hewan dari The Aspinall Foundation Indonesia Program, drh Ida Junyati Mansur.
ADVERTISEMENT
Dalam kuliah umum, drh Ida menjelaskan bahwa primata memiliki peran yang sangat penting untuk keseimbangan ekosistem karena primata dapat dikatakan sebagai mangsa, pemangsa sekaligus berperan dalam rantai makanan. Primata juga berperan sebagai penebar biji dalam regenerasi hutan.
“Beberapa ancaman bagi satwa liar terutama satwa primata yaitu degenerasi habitat, perburuan liar, perdagangan illegal, tren primata sebagai pet animal, mengeksploitasi primata menjadi satwa atraksi dan bushmeat. Satwa primata dijadikan sebagai hewan peliharaan oleh manusia karena memiliki hubungan dekat dengan manusia karena termasuk hewan yang cerdas dan dapat diajak komunikasi,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan dampak yang ditimbulkan akibat menjadikan satwa primata sebagai hewan peliharaan. Yaitu dapat menimbulkan kerugian ekologi, satwa yang ditangkap tidak langsung dapat dikembalikan ke habitat asalnya, biaya rehabilitasi yang tidak murah, hilangnya sifat liar hewan yang telah ditangkap, dan menimbulkan potensi terjadinya penularan penyakit (zoonosis).
ADVERTISEMENT
“Hingga saat ini di Aspinall sudah sebanyak 204 individu primata yang direhabilitasi (lutung 53 persen, surili 14 persen dan owa 33 persen) dan 77 individu primata telah dilepasliarkan (suruli 18 persen, lutung 23 persen, owa 59 persen). Satwa liar sejatinya hidup di hutan dan bukan dijadikan sebagai hewan peliharaan. Hal yang dapat kita lakukan untuk menghadapi tren memelihara satwa liar yaitu dengan memutus rantai perdagangan illegal satwa liar,” jelasnya. (**/Zul)