UKF IPB Menguak Potensi Biodiversitas Wilayah Kampung Adat Miduana di Cianjur

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
20 Juni 2022 11:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
UKF Fauna IPB University Menguak Potensi Biodiversitas Wilayah Kampung Adat Miduana di Cianjur
zoom-in-whitePerbesar
UKF Fauna IPB University Menguak Potensi Biodiversitas Wilayah Kampung Adat Miduana di Cianjur
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB University berkunjung ke Kampung Adat Miduana, Desa Balegede, Kabupaten Cianjur melalui program Eksplorasi Kolaboratif (Eksbo) 2022 pada 2-5/6. Sebanyak 10 peserta yang terdiri atas 8 anggota UKF IPB University, 1 mahasiswa Universitas Padjadjaran, dan 1 orang mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) mengeksplorasi keanekaragaman hayati yang ada di sekitar kampung tersebut. Kegiatan ini juga berkolaborasi dengan Yayasan IAR Indonesia dan didukung dengan menggunakan teknologi layanan sains warga berupa perangkat lunak iNaturalist.
ADVERTISEMENT
Ketua Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB University, Imam mengatakan, “Kampung Adat Miduana berada di ujung selatan Kabupaten Cianjur, yang ternyata lebih dekat ke Kabupaten Bandung dengan jarak sekitar 20 kilometer. Nama Kampung Adat Miduana berasal dari istilah Bahasa Sunda yaitu “midua” yang berarti dua arah sungai menjadi satu (di sana terdapat aliran sungai yang menyatu yaitu aliran Sungai Cipandak Kulon dan Cipandak Wetan). Sedangkan kata “na” berasal dari nama orang pertama (leluhur) yang menginjakkan kaki di Miduana yaitu Mbah Jiwa Sadana.”
Lebih lanjut dikatakannya, kampung ini menawarkan banyak aktivitas outdoor seperti hiking, river tubing, camping, dan situs budaya. “Tak hanya itu, di balik pemandangan alam yang masih asri ternyata tersajikan beragamnya flora dan fauna yang patut disyukuri, “ ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Terkait kegiatan ini Imam mengisahkan bahwa peserta sangat antusias mengikuti kegiatan pengamatan menggunakan iNaturalist. “Mereka berlomba-lomba mengabadikan hasil observasi flora maupun fauna dengan sebaik mungkin. Mulai dari kamera, jaring serangga, headlamp, tongkat ular, dan juga alat-alat pengamatan lainnya diperlukan dalam kegiatan tersebut. Masyarakat setempat pun juga ikut membantu dalam menemukan flora/fauna menggunakan metode ala mereka sendiri, “ tuturnya.
Berdasarkan hasil eksplorasi yang dilakukan oleh tim Eksplorasi Kolaboratif 2022, lanjutnya, sebanyak 403 observasi dengan 137 spesies berhasil didapatkan. Disebutnya, kongkang jeram (Wijayarana masonii) merupakan spesies yang paling banyak ditemukan, disusul oleh capung sambar hijau (Orthetrum sabina), dan bunglon surai (Bronchocela jubata). “Tak hanya itu, terdapat elang hitam (Ictinaetus malaiensis), guppy (Poecilia reticulata), kupu-kupu (Melanitis phedima), Ficus sp., siput setengah telanjang (Parmarion martensi), dan biota lainnya, “ urainya.
ADVERTISEMENT
Dikatakannya, terdapat kisah unik dari salah satu biota yang kami temukan, yaitu kongkang jeram fase larva atau berudu, warga Kampung Miduana menyebutnya dengan sebutan payo. Sebelumnya masyarakat belum mengetahui bahwa biota yang kerap mereka konsumsi merupakan fase larva dari kongkang jeram. Mereka mengira payo ini bukan termasuk kecebong karena tak pernah melihatnya dalam bentuk dewasa. Biasanya biota ini diolah menjadi pepes (pais), tumisan, dan lauk pelengkap lainnya.
Kang Ugun, ketua Karang Taruna Jiwa Sadana nampak terkejut ketika mengetahui fakta dari lauk yang biasa warga kampung konsumsi. “Semoga tidak kapok ya, Kang, “ tuturnya.
Habib, salah satu peserta Eksbo yang berasal dari jurusan Oseanografi ITB mengatakan, “Melalui kegiatan ini, kami belajar banyak entah dari warga Kampung Miduana, teman-teman dari universitas lain, dan tentunya dari alam sekitar. Kegiatannya seru. Ini pertama kalinya ikut kegiatan seperti ini. Paling berkesan saat bertemu katak besar malam-malam.” (*)
ADVERTISEMENT