Implementasi 9 Nilai Antikorupsi Dalam Pengambilan Diskresi Oleh Pejabat Negara

Nicholas Martua Siagian
Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi
Konten dari Pengguna
13 September 2021 16:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nicholas Martua Siagian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Nicholas Martua Siagian - Fasilitator PAK Sertifikasi LSP KPK
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Ilustrasi Penyelenggaraan Pemerintahan Sumber : Kemenlu RI
Korelasi 9 Nilai Antikorupsi dan UU Nomor 30 Tahun 2014 Dalam Pengambilan Diskresi oleh Pejabat Negara
ADVERTISEMENT
Dalam menyelenggarakan proses pemerintahan pejabat pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, tidak semua rencana atau arah kebijakan termuat secara eksplisit (tersurat) dalam tata perundang-undangan. Ada kalanya pejabat pemerintah mengeluarkan inisiatif untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan. Inisiatif yang dimaksud juga harus berdasarkan dengan ketentuan penggunaan diskresi dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Contoh konkretnya adalah penerapan diskresi oleh pejabat pada saat penanganan pandemi COVID-19.
Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
Apa yang dimaksud dengan diskresi?
Pada Pasal 1 angka 9 UU Nomor 30 Tahun 2014
Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Secara teoritis dan pemaknaan, maka dapat kita simpulkan bahwa diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat negara apabila dalam penyelenggaraan pemerintahan memenuhi setidaknya salah satu unsur yaitu
a.tidak adanya aturan dalam peraturan perundang-undangan;
b.tidak lengkap atau tidak jelasnya dalam peraturan perundang-undangan; atau
c.adanya stagnasi dalam pemerintahan.
Setiap penggunaan diskresi oleh pejabat pemerintahan bertujuan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, serta mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Pada pasal 24 UU Nomor 30 Tahun 2014
Pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi harus memenuhi syarat:
a.sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana dalam Pasal 22;
b.tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik;
ADVERTISEMENT
d.berdasarkan alasan-alasan objektif;
e.tidak menimbulkan konflik kepentingan; serta
f.dilakukan dengan itikad baik.
Penggunaan Diskresi Rentan Dengan Maladministrasi. Bagaimana Argumen Penulis?
Menurut opini penulis, penggunaan diskresi merupakan langkah inovatif yang dapat diterapkan oleh pejabat negara untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Artinya, pejabat dapat mengeksplorasi arah kebijakan agar sesuai dengan kebutuhan publik. Namun di satu sisi, adanya fitur diskresi ini juga bisa disalahartikan oleh pejabat negara. Adapun maladministrasi yang dapat terjadi adalah penyalahgunaan wewenang. Penyalahgunaan wewenang yang dimaksud adalah adanya celah oleh pejabat negara mengambil kesempatan untuk kepentingan diri sendiri.
Berbicara dengan diskresi, maka erat kaitannya dengan tindakan yang diambil oleh pejabat. Oleh karena itu, agar pengambilan diskresi dapat dipertanggungjawabkan serta menghasilkan produk diskresi yang berkualitas, maka dibutuhkan tindakan pejabat yang berkualitas juga. Tindakan yang dimaksud adalah tindakan atau sikap yang berasal dari individu pejabat tersebut. Memang syarat pengambilan diskresi telah ditentukan oleh undang-undang secara tegas dan jelas, namun sikap atau tindakan dari pengambil diskresi kembali kepada individunya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, terdapat 9 nilai antikorupsi yang digagas oleh Komisi Pemberantasan korupsi untuk memperkokoh insan bangsa yaitu.
a.Kejujuran;
b.Kedisiplinan;
c.Kepedulian;
d.Tanggung jawab;
e.Kerja keras;
f.Kesederhanaan;
g.Kemandirian;
h.Keberanian;
i.Keadilan.
Kejujuran diarahkan untuk membangun integritas yang tinggi. Kedisiplinan digunakan untuk menaati aturan. Kepedulian merupakan bentuk kepekaan pada lingkungan. Tanggung jawab adalah kesadaran untuk menunaikan dan melaksanakan amanah. Kerja keras merupakan bentuk pengabdian yang sebaik-baiknya. Kesederhanaan yaitu bergaya hidup tidak boros dan mewah. Kemandirian merupakan tanda tidak mudah tergantung pada orang lain. Keberanian adalah mampu melaporkan kecurangan dan berani memperbaiki diri. Keadilan yaitu adil di dalam menerapkan hukum.
Dengan menerapkan 9 Nilai Antikorupsi ini, maka Indonesia akan menghasilkan pejabat negara yang berkualitas. Berbanding lurus dengan kebijakan yang dihasilkan, juga akan menghasilkan kebijakan yang berdasarkan dengan kepentingan publik. Memang tidak mudah menerapkan 9 Nilai AntiKorupsi tersebut. Namun apa yang dibiasakan, dilakukan secara berulang-ulang, dan dengan intensitas waktu yang berkelanjutan, maka akan menjadi sebuah kebiasaan. Apabila kita sudah menghasilkan individu yang mampu menanamkan nilai anti korupsi dan integritas, maka kita juga akan menghasilkan insan bangsa yang berkualitas juga.
ADVERTISEMENT