news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Fenomena Food Waste: Benarkah Perilaku Konsumtif Terlibat?

Nisaul Aufa
Mahasiswi Psikologi FK UNS
Konten dari Pengguna
12 Desember 2021 10:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nisaul Aufa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Food by Valeria Boltneva on Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Food by Valeria Boltneva on Pexels
ADVERTISEMENT
Makanan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Sudah menjadi kodrat kita sebagai manusia punya rasa lapar dan tidak bisa hidup tanpa makan. Lalu, bagaimana jadinya jika makanan yang dibutuhkan untuk hidup harus dibuang karena beberapa alasan padahal masih banyak orang yang kelaparan? Tentu saja akan berubah menjadi sampah makanan atau bisa disebut juga dengan food waste.
Food Waste by Rachel Claire on Pexels
Fenomena food waste
ADVERTISEMENT
Apa sih food waste itu? Dari sebutannya kita pasti sudah bisa menebak dan jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia food waste artinya sampah makanan. Tapi sampah makanan yang digolongkan dalam fenomena food waste adalah sampah yang berasal dari makanan siap konsumsi alias matang.
Walaupun kedengarannya biasa saja tapi food waste sudah menjadi fenomena yang kompleks lho. Banyak pihak mulai menaruh perhatian pada fenomena food waste karena dampaknya yang sangat merugikan. Berawal dari makanan yang mulai membusuk akan melepaskan gas metana ke lingkungan. Jika gas metana terus menerus dilepaskan dapat memicu terjadinya pemanasan global.
Ada nih data dari hasil analisis kolaborasi antara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama dengan Foreign Commonwealth Office Inggris yang membukatikan kalau food waste benar-benar berdampak. Pada 20 tahun terakhir ini Indonesia sudah menghasilkan food loss dan food waste sebanyak 23-48 juta ton per tahunnya atau setara dengan 115-184 kg per kapita per tahun. Dalam periode yang sama, food loss dan food waste menghasilkan emisi gas rumah kaca sebesar 1.702,9 megaton CO2 atau setara dengan 7,29 persen rata-rata emisi gas rumah kaca Indonesia per tahunnya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya masalah lingkungan saja, tapi food loss dan food waste juga menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 213-551 triliun per tahun. Sangat fantastis bukan.
Ternyata Indonesia merupakan negara penghasil food waste tertinggi dari negara lainnya. Dengan jumlah sebanyak itu tidak heran kan jika Indonesia menempati peringkat yang tinggi. Menurut penelitian dari The Economist Intelligence Unit pada tahun 2016-2017, Indonesia menempati peringkat kedua setelah Arab Saudi sebagai negara penghasil food waste terbanyak di dunia.
Padahal tingkat kelaparan di Indonesia cukup serius. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Bayangkan, dengan jumlah food waste yang berton-ton tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan 28 juta atau setara dengan 11 persen penduduk Indonesia yang kelaparan. Jika dilihat, food waste dapat menjadi masalah global serius yang harus segera diatasi.
Eat by Karolina Grabowska on Pexels
Bagaimana perilaku konsumtif dapat menyebabkan food waste?
ADVERTISEMENT
Food waste pastinya tidak terjadi dengan tiba-tiba, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti perilaku konsumtif. Melansir dari antaranews.com, menurut hasil penelitian dari Food Loss and Waste Study Waste4Change, penyebab food loss dan food waste di Indonesia adalah penanganan proses produksi yang kurang baik dan perilaku konsumsi masyarakat.
Ketua dari tim Food Loss dan Waste Study Waste4Chabge, Annisa Ratna Putri juga memberi saran kepada kita nih untuk tidak memesan banyak makanan jika dirasa tidak sanggup menghabiskannya. Dan kalau bersisa diusahakan dibawa pulang ya teman-teman agar bisa dikonsumsi kembali.
Perilaku konsumsi seperti memesan banyak makanan padahal porsi makan kita sedikit dan akhirnya membuang sisanya, ternyata bisa dikategorikan sebagai perilaku konsumtif. Jadi, perilaku konsumtif adalah perilaku individu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis dalam kehidupan yang dituntut untuk mengkonsumsi secara berlebihan, boros dan tidak terencana terhadap barang atau jasa yang kurang atau bahkan tidak perlu (Aprilia & Hartono, 2014).
ADVERTISEMENT
Perilaku konsumtif bisa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (psikologis seseorang) dan eksternal. Menurut Kohler (dalam Cahyani, 2008), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif adalah life cycle stage (berupa usia dan tahapan siklus kehidupan), pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, kepribadian, konsep diri, motivasi, persepsi, belajar, keyakinan, sikap, budaya, sub kultur, kelas sosial, keluarga, teman, opinion leader dan peran atau status.
Perilaku konsumtif dimulai ketika kita memiliki pemikiran bahwa “lebih banyak itu lebih baik daripada kurang” dalam perihal makanan, sehingga kita akan membeli atau memasak dengan porsi yang berlebihan. Termasuk membeli makanan yang tidak kita sukai. Berarti dapat dikatakan bahwa kita cenderung memenuhi keinginan daripada kebutuhan. Perilaku tersebut ternyata dapat dipengaruhi oleh persepsi dan motivasi lho.
ADVERTISEMENT
Selain itu, jika memiliki gaya hidup tinggi kita pasti suka mengikuti tren yang sedang viral, seperti mencoba berbagai makanan dan ternyata ekspektasi tidak sesuai realita alias rasanya tidak sesuai dengan selera kita. Bisa juga kita merasa jaim atau gengsi ketika menghabiskan makanan di depan banyak orang.
Nah, sebenarnya proses pengolahan pangan itu membutuhkan waktu yang sangat panjang dengan kerja keras para petani atau peternak dibaliknya. Masih banyak juga orang-orang di luar sana yang kesulitan dalam memperoleh makanan. Oleh karena itu, marilah kita mengubah pola pikir dan perilaku untuk lebih menghargai makanan, contohnya dengan selalu menghabiskan makanan yang sudah kita ambil agar tidak mubazir.
Referensi
ADVERTISEMENT