Masalah Kesehatan Mental Masyarakat di Indonesia

Nisaun Najwa Shalihah
Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
8 Desember 2022 17:47 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nisaun Najwa Shalihah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret Perempuan yang Mengalami Masalah Kesehatan Mental. Ilustrasi Sumber Foto : https://www.halodoc.com/
zoom-in-whitePerbesar
Potret Perempuan yang Mengalami Masalah Kesehatan Mental. Ilustrasi Sumber Foto : https://www.halodoc.com/
ADVERTISEMENT
Sehat adalah kondisi yang mutlak dan dibutuhkan oleh manusia agar dapat menjalankan kehidupannya secara lancar dan optimal. Maka sehat mental menjadi suatu komponen yang sangat penting pada seseorang agar seseorang tersebut dapat dikatakan sehat.
ADVERTISEMENT
Kesehatan mental didefinisikan dengan sebagai sebuah kondisi sejahtera di mana setiap individu menyadari potensinya, dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja dengan produktif dan sukses, dan mampu berkontribusi dalam komunitasnya (WHO, 2014).
Menurut data WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2016 terdapat sekitar 35 juta orang yang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, dan 47,5 juta terkena demensia (RI, 2016).
Kondisi manusia yang sehat juga dipengaruhi dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Maksudnya adalah jika lingkungan tidak sehat maka dapat memengaruhi kondisi manusia tersebut yang mengakibatkan terganggunya kesehatan manusia, kesehatan tersebut termasuk dalam kondisi mentalnya. Lingkungan dapat memengaruhi kondisi dan perilaku manusia dan sebaliknya juga manusia dapat memengaruhi kondisi yang ada di lingkungan tersebut.
ADVERTISEMENT
Di perkotaan sering dijumpai dengan kepadatan penduduknya dengan tingginya populasi masyarakat terutama di Jakarta yang pada tahun 2015 terdapat sekitar 15.328 jiwa/km, selalu meningkat pada setiap tahunnya. Kesehatan kota berhubungan dengan kesehatan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial masyarakat dan komunitas. Hal ini dikarenakan kesehatan tidak hanya dihubungkan dengan karakteristik individu dan rumah tangga, namun juga dihubungkan dengan faktor sosial, kontekstual, dan tempat tinggal individu.
Kepadatan penduduk di perkotaan dapat disebabkan karena penduduk-penduduk desa yang melakukan urbanisasi ke kota-kota besar seperti Jakarta, berbagai macam alasan mereka untuk memutuskan melakukan urbanisasi karena kebanyakan penduduk desa yang mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan rendah dan banyak di antara mereka tinggal pada lingkungan yang kumuh dan padat.
ADVERTISEMENT
Urbanisasi juga memengaruhi kesehatan mental dikarenakan padatnya penduduk, lingkungan yang penuh dan tercemar, tingkat kekerasan yang tinggi, dan penurunan dukungan sosial dari kerabat terdekat yang menimbulkan peningkatan stres pada masyarakat.
Kemudian terdapat ciri-ciri seseorang yang sehat mental yaitu mereka merasa senang terhadap dirinya maksudnya adalah mereka mampu menghadapi situasi yang di mana dapat mengendalikan emosi dalam dirinya seperti mengatasi kekecewaaan, menilai dirinya secara realistis dan tidak berlebihan dan tidak merendahkan.
Kondisi fisik lingkungan khususnya tempat tinggal tentunya memiliki standar dalam kesehatan. Akan tetapi kepadatan penduduk disebabkan oleh urbanisasi dapat mengganggu kesehatan tempat tinggal.
Tetapi padatnya dan bisingnya keadaan di perkotaan terdapat sisi lain yang dapat membahayakan kesehatan mental yaitu kondisi kestabilan mental. Penduduk perkotaan memiliki risiko sekitar 40% lebih besar untuk mengalami depresi, 20% untuk mengalami anxiety attack dan 2 kali lipat potensi untuk mengalami skizofrenia daripada penduduk daerah pedesaan.
ADVERTISEMENT
Menurut jurnal Annual Review of Public Health menunjukkan bahwa faktor yang berpotensi untuk mengganggu kondisi kesehatan mental masyarakat di perkotaan salah satunya adalah kebisingan yang berasal dari kendaraan yang berlalu-lalang dan penduduk-penduduk yang padat. Kebisingan tersebut muncul yang dapat menyebabkan gangguan emosional dan mengurangi kualitas tidur seseorang, sehingga mendorong kondisi stres psikologi dari seseorang yang dapat berujung pada depresi.
Masalah kesehatan mental yang muncul dapat berkembang serius dan berpotensi menimbulkan beban sosial, maka dalam kondisi ini memerlukan perhatian khusus dan dukungan dari orang-orang terdekat penderita. Tetapi, masalah kesehatan mental di Indonesia juga mengalami stigma yang buruk dan mendapatkan diskriminasi.
Sampai saat ini, edukasi kepada masyarakat dan tenaga profesional yang menangani masalah kesehatan mental untuk dapat meningkatkan kesadaran mengenai betapa pentingnya kesehatan mental yang diupayakan oleh pemerintah serta pemenuhan hak asasi manusia kepada orang yang mengalami masalah kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Rendahnya kepekaan dan rasa simpati dari masyarakat untuk mengetahui dan menjaga kesehatan mental mengakibatkan penderita merasa tidak mendapatkan perlakuan yang seharusnya. Cara pandang masyarakat yang masih menggampangkan akan kesehatan mental yang dapat menimbulkan diskriminasi, pengucilan dan penghinaan terhadap penderita gangguan kesehatan mental dikarenakan kurangnya pengetahuan dan informasi masyarakat akan hal tersebut. Cara agar masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan mental dapat dilakukan dengan sosialisasi program terkait yang menjadikan perubahan kognitif, motivasi, dan perilaku.
Pada orang normal, depresi ini merupakan suatu keadaan kemurungan yaitu kesedihan dan patah semangat yang ditandai dengan perasaan yang tidak puas, menurunnya kegiatan (produktivitas) dan pesimis dalam menghadapi masa yang akan datang.
Pada patologis, depresi adalah ketidakmampuan untuk bereaksi terhadap rangsangan, serta menurunnya nilai diri, delusi dan putus asa. Faktor penyebab depresi, dapat datang dari hal-hal kecil sekalipun yang sering diremehkan oleh masyarakat sekitar yaitu kekerasan emosional, kekerasan fisik, bullying, dan merasa minder. Dampak dari faktor tersebut, mereka akan menyakiti diri sendiri sehingga pada perilaku bunuh diri dapat terjadi dan menyebabkan kejadian yang paling sering ditemui di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Di Jakarta pada Selasa (15/9) di rumah semi permanen, ditemukan seorang pria tewas gantung diri. Korban tersebut diduga bunuh diri karena depresi yang telah dialaminya selama satu tahun belakangan karena tidak memiliki pekerjaan sehingga pelaku nekat melakukan bunuh diri.
Pria tersebut ditemukan oleh warga sekitar dengan kondisi leher terikat rantai dalam posisi bergelantungan di pilar kayu bagian atap rumah. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa pria tersebut telah memiliki gejala-gejala depresi yaitu berkurangnya minat, tampak terlihat murung dan mood tidak dalam keadaan stabil. Karena dalam pernyataan Sumiyati, yaitu istri korban bahwa pada beberapa hari, suaminya menjadi uring-uringan di rumah tetapi saat ditanya alasan sikapnya seperti itu, pelaku justru tidak menjawab.
ADVERTISEMENT
Menurut Kaplan (2010), bahwa faktor psikososial yang memengaruhi depresi yaitu peristiwa kehidupan, kepribadian, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. Faktor psikososial tersebut yaitu hilangnya peranan sosial, hilangnya ekonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial dan penurunan fungsi kognitif.
Pelaku yang merasa tidak mempunyai pekerjaan, mungkin merasa gagal sebagai kepala keluarga sehingga menyebabkan depresi. Karena adanya depresi juga menurunkan percaya diri, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik.
Demi mengantisipasi dan menanggulangi kesehatan mental yang kian hari semakin tinggi, pemerintah dapat mengarahkan masyarakat agar pengaruh yang diberikan semakin luas serta berimbas pada berkurangnya jumlah kasus yang ada.
Pertama, pemerintah perlu pengadaan dan perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk menangani kesehatan mental yaitu Puskesmas. Kedua, pemerintah dapat melakukan langkah promotif di media sosial maupun aplikasi agar kesehatan mental dapat dikenali serta dicegah oleh masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ketiga, pemerintah harus menyebarkan isu terkait kesehatan mental agar masyarakat dapat membantu dan mendukung para penderita yang mengalami gangguan mental. Selain itu, mahasiswa juga berperan untuk mengatasi isu terkait kesehatan mental dengan kapasitas yang dimiliki untuk menghubungkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah agar tersampaikan kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Van Den Bosch, M., & Meyer-Lindenberg, A. (2019). Environmental Exposures and Depression: Biological Mechanisms and Epidemiological Evidence. Annual Review of Public Health, 40, 239–259. https://doi.org/10.1146/Annurev-Pubhealth 040218-044106
Azizah, U. I., & Jaya, A. M. (2016). Ruang Publik untuk Kesehatan Mental Masyarakat Perkotaan. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 5(2). https://doi.org/10.12962/J23373520.V5I2.18513
Ayuningtyas, D., Misnaniarti, M., & Rayhani, M. (2018). Analisis Situasi Kesehatan Mental pada Masyarakat di Indonesia dan Strategi Penanggulangannya. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 9(1), 1–10. https://doi.org/10.26553/JIKM.2018.9.1.1-10
ADVERTISEMENT
Santoso, M. B., Asiah, D. H. S., & Kirana, C. I. (2018). Bunuh Diri dan Depresi Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(3), 390–398. https://doi.org/10.24198/JPPM.V4I3.18617