Dampak Suami Kena PHK di Masa Pandemi, Kini Istri pun Harus Bekerja

Nita Abdullah
Mahasiswi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2021 6:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nita Abdullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Buruh pabrik: https://www.istockphoto.com/id/foto/pekerja-di-pabrik-garmen-di-asia-tenggara-gm147044306-9271818
zoom-in-whitePerbesar
Buruh pabrik: https://www.istockphoto.com/id/foto/pekerja-di-pabrik-garmen-di-asia-tenggara-gm147044306-9271818
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masa pandemi merupakan masa sulit yang sedang kita hadapi. Pandemi menyebabkan turunnya perekonomian negara secara drastis. Tidak sedikit Warga Negara Indonesia yang kehilangan pekerjaan, seperti karyawan-karyawan yang dipecat oleh perusahaan, buruh-buruh pabrik terkena Pemutusan Hubungan Kerja dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Hal ini mengakibatkan lonjakan angka pengangguran yang tinggi di Indonesia dan tentunya hal ini pun berdampak khusus pada keluarga. Para suami yang mencari nafkah harus terhambat karena kehilangan pekerjaan. Sementara itu, seorang suami memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang besar atas keluarganya dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Islam telah mengatur tentang hak seorang istri untuk dinafkahi, Allah berfirman di dalam surat An-Nisa ayat 34:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
Aturan ini bukan hanya berlaku dalam Islam saja, bahkan negara pun telah mengaturnya dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
“Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.”
Dari ayat Al-Qur’an dan Undang Undang tersebut, sudah sangat jelas bahwasanya agama dan negara selaras dalam menegaskan hak istri untuk dinafkahi. Nafkah di sini adalah segala sesuatu yang diberikan untuk keperluan hidup, yaitu berupa uang, tempat tinggal, pakaian dan lain sebagainya.
Di zaman, ini uang mempermudah segala hal. Dan tidak bisa kita pungkiri hidup memang tidak luput dari uang. Jika suami tidak bekerja bagaimana akan mendapat uang? dan bagaimana kebutuhan hidup akan terpenuhi? Maka di sinilah peranan istri dalam membangkitkan perekonomian keluarga sangat dibutuhkan.
Dalam keadaan mendesak seperti ini, kita seringkali melihat realita di masyarakat. Para istri ikut bekerja membantu suaminya dalam mencari nafkah. Ini merupakan upaya yang dilakukan seorang istri demi menstabilkan ekonomi keluarga. Berbagai upaya mereka lakukan, seperti berjualan, bekerja di pabrik, bahkan menjadi asisten rumah tangga pun rela mereka lakukan demi menghasilkan uang.
ADVERTISEMENT
(Bogor, 03 Oktober 2021) Dari hasil survei yang dilakukan kepada delapan orang istri yang terkena dampak Pemutusan Hubungan Kerja, bahwasanya mereka setuju dan tidak keberatan apabila istri ikut bekerja. Mereka berpendapat bahwa istri juga boleh bekerja membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Lalu bagaimana Islam memandang hal tersebut?
“Ada kisah pada zaman Nabi, seorang wanita mengadu kepada rasulullah SAW bahwa dia yang selalu mencari nafkah, karena suaminya bangkrut. Nabi memberikan solusi yang adil. Nabi mengatakan bahwa: “Kalau seperti itu bagaimana jika suamimu tidak memberi nafkah?” Lalu wanita tersebut mengatakan: “Saya masih punya kebun kurma dari orang tua saya Ya Rasulullah. Tapi, apa harus saya terus yang memberi nafkah, Ya Rasul? Suami saya pengangguran.” Nabi memberikan solusi yang pertama, “ Kalau memang suamimu tidak memberi nafkah kepadamu, yang pertama untukmu adalah kamu berhak meminta cerai.” Lalu wanita tersebut berkata: “ Ya Rasulullah, apakah tidak ada pilihan lain selain harus bercerai?” Nabi pun menjawab: “ Kalau begitu, pilihan yang kedua adalah kamu yang tetap mencukupinya, kamu yang memberi nafkah kepada suamimu, dan di saat seperti itu kamu mendapatkan pahala yang berlipat – lipat. Pertama pahala menyenangkan suamimu, kedua pahala rezeki dan nafkah, yang ketiga adalah pahala silaturahmimu dengan anak-anakmu.” Ucap Buya Yahya
ADVERTISEMENT
Dari kisah di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa seorang istri boleh saja bekerja, karena dalam Islam pun tidak ada larangan mengenai hal tersebut. Menurut hemat saya, tidak ada masalah terkait istri yang bekerja. Apalagi tujuan istri bekerja itu untuk menstabilkan ekonomi keluarga dan itu merupakan perbuatan yang mulia. Meskipun di dalam pendapatan istri tidak ada hak atas suami, tetapi jika sang istri memberikannya dengan ikhlas maka ia akan mendapatkan pahala berlipat. Namun, apabila suami tidak dapat menunaikan kewajibannya dalam menafkahi keluarga, maka sang istri pun boleh mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan agama.
Hubungan rumah tangga bukanlah bagaikan air yang tenang, melainkan seperti pantai yang kerap mengalami pasang surut. Permasalahan-permasalahan yang ada dalam berumah tangga merupakan sebuah ujian agar para pasangan suami-istri senantiasa saling menguatkan dan sabar dalam menghadapinya.
ADVERTISEMENT