Literasi Anak Usia Dini pada Era Digital

Nur Najibah Sukmawati
Dosen Bahasa Inggris, Fakultas Teknik, Program Studi Pendidikan Ekonomi, Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
11 Juni 2021 14:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Najibah Sukmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dosen Universitas Pamulang
zoom-in-whitePerbesar
Dosen Universitas Pamulang
ADVERTISEMENT
Pada masa sekarang istilah literasi dimaknai beragam oleh berbagai pihak, secara umum literasi dapat dimaknai sebagai keaksaraan. Lebih lanjut, literasi dapat dimaknai pula sebagai kemampuan seseorang dalam menulis, membaca, berbicara, berhitung hingga bagaimana kemampuan tersebut digunakan untuk memecahkan masalah pada tingkat-tingkat tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Literasi paling sederhana digunakan sebagai salah satu alat untuk seseorang berkomunikasi. Tidak hanya itu, lebih kompleks literasi juga digunakan sebagai salah satu dasar yang membantu seseorang mampu berpikir secara kritis. Pada akhirnya literasi pun ikut andil dalam penguasaan kognitif seseorang.
Ironisnya, berdasarkan data dari CSSU tentang perilaku literasi menempatkan Indonesia berada di posisi ke-61 dari 62 negara. Data pada tahun 2016 lalu ini menunjukkan bahwa perilaku literasi di Indonesia sangatlah rendah. Survei yang dilakukan CSSU selaras dengan data UNESCO yang menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,0001%, ini artinya hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang rajin membaca.
Tentu kita pernah mendengar pepatah ”Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas air, belajar di waktu dewasa bagai mengukir di atas batu.” Ini berlaku juga untuk pengenalan literasi. Literasi hendaknya dikenalkan sejak anak usia dini. Pengenalan literasi terhadap anak dilakukan dengan bantuan orang-orang terdekat di sekitarnya, yaitu keluarga. Harapannya, sejak dini anak sudah dibiasakan bagaimana berpikir kritis, mengembangkan wawasan, dan merangsang kompetensinya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengembangkan literasi pada anak, orang tua harus menerapkan 3 hal penting yaitu; sadar, stimulus, dan sharing. Pada tahap pertama yaitu tahap sadar, orang tua seharusnya menyadari hal-hal apa saja yang disenangi dan sesuai dengan karakter anak mereka, sehingga pengenalan literasi dapat disesuaikan dengan keadaan masing-masing anak. Seperti contoh ada anak yang senang dibacakan buku sebelum mereka tidur, hal ini dapat disadari oleh orang tua untuk mengenalkan bacaan-bacaan yang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan mereka.
Ilustrasi anak membaca. Foto: Thinkstock
Tahap selanjutnya yaitu stimulus, orang tua harus mampu memberikan penguatan-penguatan terhadap kecenderungan anak mereka. Misalnya anak yang tadi senang dibacakan buku sebelum tidur, orang tua dapat memberikan stimulus berupa ajakan ke toko buku atau perpustakaan guna untuk mencari buku yang mereka senangi.
ADVERTISEMENT
Terakhir tahapan sharing, tahapan paling penting dalam pengenalan literasi terhadap anak usia dini. Pada tahapan ini, orang tua dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk menunjukkan ekspresi mereka atau tanggapan mereka mengenai wacana atau buku yang telah mereka baca.
Yang menjadi tantangan saat ini adalah menumbuhkan gemar membaca pada era digital. Anak akan lebih tertarik untuk membaca sesuatu yang diproyeksikan menggunakan handphone atau komputer. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal ini. Namun, untuk jangka waktu yang panjang, kebiasaan membaca melalui proyektor seperti yang disebutkan di atas, dipercaya juga memberikan dampak yang tidak baik kepada kesehatan anak, terutama kesehatan mata.
Dalam hal ini dibutuhkan keseriusan dan ketelatenan orang-orang terdekat, terlebih orang tua untuk mengarahkan anak mereka pada pengenalan literasi yang sifatnya lebih cenderung kepada aktivitas- aktivitas fisik, bisa berupa permainan maupun roleplaying.
ADVERTISEMENT
**Oleh: Nur Najibah Sukmawati S.Pd., M.Pd
Dosen Universitas Pamulang