Konten dari Pengguna

Petirtaan Cabean Kunti : Menyingkap Sejarah Berkolaborasi dalam Konservasi

Adita Pratiwi
Mahasiswi Universitas Negeri Semarang
25 Juni 2024 12:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adita Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Situs Petirtaan Cabean Kunti atau juga yang dikenal dengan sumur pitu (sumur tujuh) merupakan kompleks arsitektur yang memiliki nilai historis, religius, serta budaya yang tinggi. Situs ini diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno, sekitar abad ke-8 hingga ke-10 M. Situs Petirtaan Cabean Kunti ini terletak di Desa Cabean Kunti, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Situs petirtaan atau pemandian suci ini digunakan untuk ritual purifikasi atau pembersihan diri. didalam kepercayaan Hindu dan Buddha air memiliki peran penting sebagai simbol kemurnian dan pembersihan dari dosa. Selain sebagai tempat penyucian atau pembersihan diri, situs ini juga berfungsi sebagai tempat peribadatan dan meditasi.
Petirtaan Cabean Kunti memiliki tujuh sumur yang memiliki makna filosofis kehidupan. Seorang manusia harus melalui tujuh hal yakni yang pertama manusia harus memiliki cita-cita (sendang jangkang), manusia harus berani melakukan pembelajaran atau tirakat (sendang sidotopo), setelah mendapatkan ilmu manusia harus bisa mengendalikan hawa nafsu (sendang palerepan). Jika sudah mendapat ilmu dan sudah baik mengendalikan hawa nafsu manusia sudah pasti akan mendapat rezeki (sendang panguripan), selanjutnya manusia sudah pasti mendapatkan jodoh (sendang lanang dan sendang keputren) dan yang terakhir manusia harus meninggal dalam keadaan suci (sendang mukso).
ADVERTISEMENT
Situs Petirtaan Cabean Kunti ini mengikuti aliran sungai kecil yang terletak di lereng Gunung Merbabu. Terdapat tujuh struktur bangunan di sepanjang sungai tersebut, masing-masing berfungsi sebagai penampungan air. Namun saat ini hanya tiga bangunan yang masih utuh secara visual yaitu; Sendang Lereban, Sendang Keputren dan Sendang Kesucian. Sedangkan dua bangunan lainnya masih terlihat sebagian dengan batu-batu yang tersisa diantaranya Sendang Pertapan dan Sendang Panguripan. Sementara dua bangunan lainnya telah hilang jejak bentuknya karena batu-batunya telah hilang diantaranya ialah Sendang Jangkang dan Sendang Lanangan.
Makna relief pada sendang palerepan
Pada salah satu sendang terdapat sendang yang memiliki relief dengan ukiran yang indah yaitu sendang Palerepan. Pada sendang ini terdapat relief yang menggambarkan orang laki-laki dan perempuan yang sedang memberikan persembahan kepada dewa dan dua ekor burung.
ADVERTISEMENT
Menurut Mbah Miskam, juru kunci dari Petirtaan Cabean Kunti relief tersebut menggambarkan persembahan yang dilakukan oleh manusia kepada Dewa berupa hasil bumi sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan juga sumber daya alam yang telah diberikan Dewa kepada mereka.
Selain itu persembahan ini juga memberikan makna bahwa berdoa kepada Dewa merupakan salah satu cara untuk mencapai apa yang dicita-citakan di kehidupan ini. Untuk mencapai tujuan hidup tidak cukup dengan bekerja saja tapi harus diiringi berdoa kepada sang pencipta
Fakta unik Sendang panguripan
Diantara sendang-sendang ini ada satu sendang yang bisa dibilang istimewa. Dipercaya apabila membasuh muka di sendang ini bisa melancarkan rezeki, sendang ini bernama Sendang Panguripan. sendang ini memiliki kandungan ph air dari 7,3 hingga 7,8 yang berarti air dari sendang ini dapat diminum secara langsung. selain itu, sumber mata air di Sendang Panguripan ini tidak pernah surut walaupun dalam keadaan kemarau panjang sekalipun.
ADVERTISEMENT
Upaya Konservasi
Dokumentasi Pribadi
Sebagai upaya untuk menjaga dan merawat situs bersejarah Petirtaan Cabean Kunti mahasiswa pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang ( UNNES) melakukan seminar konservasi sejarah dengan tema “ Sejarah dalam Genggaman: Peran Aktif Siswa dalam Merawat Cagar Budaya”, yang dilaksanakan pada 18 Juni 2024 di Pesanggrahan Pracimoharjo, Kabupaten Boyolali. Adapun audiens merupakan siswa dari SMA Negeri 1 Cepogo. Seminar ini di isi oleh dua pembicara yaitu Bambang Rakhmanto, M.Hum (dosen sejarah UNNES) dan Dandi Novrizal Yasin (mahasiswa pendidikan sejarah UNNES)
Tujuan dari seminar ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih dalam kepada siswa tentang pentingnya menjaga situs peninggalan sejarah dan upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh siswa dalam menjaga dan merawat situs sejarah yang ada di dekat tempat tinggal mereka. Karena merekalah para anak muda yang memiliki peran besar dalam menjaga sejarah supaya sejarah tidak hilang begitu saja dan sejarah tetap dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Tim penulis: Adita Pratiwi, Mita Rizki Utami, Nadiyya Rachmanita Ulya.