Omnibus Law Ketenagakerjaan Bangun Optimisme Investasi di Dalam Negeri

Noval Kurniadi
Karyawan swasta, suka baca buku dan nonton pertandingan olahraga Pendidikan sastra Inggris di UIN Jakarta
Konten dari Pengguna
15 Januari 2020 14:11 WIB
Tulisan dari Noval Kurniadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pekerja (dok. harnas.co)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pekerja (dok. harnas.co)
ADVERTISEMENT
Belakangan omnibus law menjadi tren pembicaraan. Omnibus law sendiri adalah suatu peraturan yang dibuat untuk menyasar isu besar dalam mengatasi tumpang tindihnya regulasi. Bisa dikatakan, omnibus law diciptakan untuk membuat peraturan yang rumit menjadi lebih sederhana.
ADVERTISEMENT
Hal itu tak terlepas dari upaya pemerintah dalam menerapkan omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja pada 2020 namun ternyata mendapatkan penolakan dari sebagian pihak seperti perwakilan buruh.
Dari 11 klaster yang tercantum, klaster ketenagakerjaan menjadi sorotan utama karena dianggap tidak berpihak pada mereka. Mereka khawatir hadirnya omnibus law dapat merenggut hak-hak para pekerja. Apa benar begitu?
Menurut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan justru dibuat karena pemerintah memperhatikan kepentingan semua pihak.
Tujuannya tidak hanya demi meningkatkan kesejahteraan para pekerja dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dengan pengembangan investasi, namun juga untuk meningkatkan perlindungan terhadap buruh dan pekerja. Dengan begitu, niscaya efisiensi dalam implementasi kebijakan pun akan terwujud.
ADVERTISEMENT
Saat ini pemerintah berencana menerbitkan dua UU besar yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM yang kemudian menjadi bagian dari omnibus law. Gagasan ini lahir di awal-awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo periode kedua 2019-2024 pada tahun lalu dan menariknya memasukkan RUU Cipta Lapangan Kerja sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Super Prioritas 2020.

Apa saja yang diatur dalam Klaster Ketenagakerjaan?

Dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, ketenagakerjaan menjadi salah satu klaster yang dibahas. Hal ini dikarenakan Indonesia masih punya banyak PR terkait ketenagakerjaan.
Beberapa di antaranya adalah masih kurang sesuainya UU ketenagakerjaan dengan situasi dan perkembangan saat ini, kurang kondusifnya iklim ketenagakerjaan, investasi dan iklim usaha bahkan hingga belum optimalnya penciptaan lapangan kerja di tanah air.
ADVERTISEMENT
Melalui omnibus law, pemerintah akan melakukan penyempurnaan substansi UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang lebih adil dan mendukung iklim investasi dengan tetap meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.
UU ini akan mengatur beberapa hal terkait ketenagakerjaan seperti upah minimum, outsourcing, Tenaga Kerja Asing (TKA), PHK dan jam kerja.
Pada bagian upah minimum, omnibus law akan menetapkan bahwa upah minimum tidak turun dan kenaikannya akan dihitung berdasarkan perhitungan pertumbuhan ekonomi. Namun perlu dicatat bahwa ini hanya berlaku untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
Adapun bagi pekerja yang telah memasuki masa kerja di atas satu tahun, perusahaan diwajibkan menerapkan struktur dan skala upah dengan besaran di atas upah minimum yang disepakati antara pekerja dan pengusaha.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada bagian outsourcing, pemerintah akan memberikan kepastian hubungan kerja pada pekerja. Jadi bagi para pekerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), tak perlu khawatir.
Hal itu karena pemerintah menjamin kepastian hak dan perlindungan, baik pada pekerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun pekerja tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Kepastian itu dimulai dari hak atas upah, jaminan sosial, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja serta hak atas pengakhiran atau putusnya hubungan kerja. Dengan kata lain, peraturan ini menjamin bahwa para pekerja akan mendapatkan kompensasi jika kontrak kerjanya telah habis.
Selain itu pemerintah juga akan menjamin pekerja dengan pesangon Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam aturan ini pekerja yang ter-PHK tidak hanya mendapatkan kompensasi PHK saja namun juga mendapatkan perlindungan jaminan sosial berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dapat memberikan jaminan penghasilan maksimal 6 bulan.
ADVERTISEMENT
Perlu diingat bahwa program JKP tidak menghilangkan program perlindungan tenaga kerja yang telah ada. Sebaliknya, program JKP justru akan melengkapinya.
Sementara pada bagian jam kerja, pemerintah akan memfasilitasi fleksibilitas jam kerja, khususnya pada pekerjaan tertentu. Omnibus law akan membuat waktu kerja menjadi lebih fleksibel sehingga waktu kerja yang disepakati antara pekerja dan pengusaha menjadi lebih leluasa.
Pekerja yang bekerja minimum 8 jam/hari atau 40 jam per minggu akan mendapatkan upah bulanan. Adapun pekerja yang bekerja di bawah 35 jam/minggu akan menggunakan pengaturan pengupahan per jam dan dapat bekerja di lebih dari 1 perusahaan.
Namun perlu digarisbawahi bahwa upah per jam tidak menggantikan upah bulanan. Upah per jam hanya diberlakukan untuk mengakomodir pekerjaan yang bersifat jasa seperti konsultan atau pekerja paruh waktu dengan tetap memberikan perlindungan pekerjaan (job security).
ADVERTISEMENT
Sedangkan bagi pekerja di sektor industri tidak akan mengalaminya. Skema ini sudah lumrah dilakukan di negara-negara maju demi menggenjot investasi dan menumbuhkan lapangan kerja baru.
Poin terakhir yang dibahas adalah terkait Tenaga Kerja Asing (TKA). Dengan gencarnya arus globalisasi, maka tak bisa dipungkiri bahwa suatu negara tak terlepas dari peran TKA. Melalui omnibus law maka pemerintah akan mengatur tentang kemudahan perizinan untuk TKA tertentu yang memang dibutuhkan, dan bukan mempermudah masuknya TKA.
Kemudahan perizinan TKA hanya terbatas untuk TKA tertentu yang akan melakukan kegiatan berupa maintenance, start up, vokasi serta kunjungan bisnis yang dibatasi waktunya maksimal selama 60 hari dan dapat diperpanjang 30 hari.
Kemudian omnibus law juga mengendalikan penggunaan TKA di dalam negeri dengan mempertimbangkan bidang tertentu yang belum dapat diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI), mempercepat proses pembangunan nasional dengan jalan alih teknologi dan keahlian dari TKA ke TKI, dan memperluas kesempatan kerja bagi TKI. Omnibus law juga memberlakukan aturan bahwa TKA harus membayar pajak penghasilannya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jika sudah resmi ditetapkan, maka bagi yang melanggar khususnya perusahaan akan mendapatkan sanksi. Sanksi administratif dikenakan atas pelanggaran yang bersifat administratif sementara sanksi pidana akan dikenakan untuk kejahatan dan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja.
Jadi jika ada isu yang mengatakan bahwa sanksi bagi pelanggar dihapus, itu tidaklah benar karena omnibus law klaster ketenagakerjaan melindungi semua elemen yang ada di dalamnya.

Harapan terhadap Omnibus Law Ketenagakerjaan

Sampai saat ini, penetapan aturan Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja klaster Ketenagakerjaan masih dalam tahap proses. Pemerintah masih berupaya dalam mengantarkannya ke tahap final, salah satunya adalah dengan mengadakan dialog dengan tripartit nasional yang terdiri atas unsur pekerja, pengusaha dan pemerintah.
Atas langkah yang hendak pemerintah lakukan, saya sepakat jika omnibus law ditetapkan dalam mengatasi berbagai kendala birokrasi. Ibarat software yang perlu diperbaharui setiap waktunya, begitu pun dengan peraturan perundang-undangan. Landasan hukum juga harus disempurnakan secara berkala karena perkembangan zaman terus mengalami perubahan.
ADVERTISEMENT
Bagi saya ini adalah terobosan yang positif demi meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. Hal ini mengingat kita relatif agak tertinggal dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Singapura dalam bidang investasi.
Ilustrasi investasi (dok. ekonomi.bisnis.com)
Pada 2019 investasi di tanah air melemah. Dari total proyeksi 7%, Indonesia hanya mampu mencapai angka 4%. Melemahnya investasi yang sempat terjadi tentu menjadi bahan evaluasi untuk pemerintah sehingga melahirkan ide untuk menetapkan omnibus law.
Kendati demikian, keberhasilan omnibus law tidak akan terwujud jika hanya pemerintah saja yang melakukannya. Perusahaan juga harus turut kooperatif dengan pemerintah sesuai dengan syarat dan ketentuan berlaku. Kolaborasi adalah kuncinya.
Selain itu, sejauh mana kesiapan pemerintah daerah dalam mendukung program ini juga patut menjadi prioritas. Hal itu dikarenakan banyak usaha yang tersebar di daerah sehingga harus menjadi perhatian.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari PR yang harus diselesaikan, saya berharap bahwa dengan birokrasi yang lebih sederhana, omnibus law mampu mendorong geliat investasi ke tanah air. Dengan demikian, omnibus law mampu bangun optimisme investasi di dalam negeri sehingga produktivitas tenaga kerja terpacu dan menjadikannya sebagai negara dengan perekonomian yang kuat di dunia.