Bicaralah tentang Hidup dengan Anak-anakmu

Novita Tandry
Psikolog Anak dan Remaja, NTO Nurture Teach Observe, Childcare and Early Education
Konten dari Pengguna
27 Januari 2020 10:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Novita Tandry tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi keluarga. Dok: Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keluarga. Dok: Pixabay.
ADVERTISEMENT
Seorang pria muda dikirim mamanya untuk konseling dengan saya beberapa waktu yang lalu, usianya 27 tahun, lulusan S2, kata mamanya tidak punya daya juang, bangun jam 2 siang, makan siang jam 3 yang diantar ke kamar, main games sampai malam terkadang tidak mandi dan sudah berlangsung selama 16 bulan.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanyakan sebut saja, namanya TJ, kok gitu hidupnya? Jawabnya: Laah.. Apa yang salah? Kenapa saya harus kerja capek-capek? Bangun jam 6 pagi pulang jam 8 malam, gaji Rp 5 juta, potong bensin dan tol plus makan siang, sisa setiap bulan hanya Rp 1 juta! Belum lagi kerjaan yang enggak kunjung habis, dimarahin bos, lebih baik tinggal di rumah sambil nunggu papa MATI! Melototlah mata saya! Hah?! Kenapa begitu? Iyalah, papa sudah kena sakit jantung dan sudah pasang cincin beberapa buah, kolesterol, trigliserida dan darah tinggi, rasanya enggak lama lagi mati, deh.
Kalau mama sih kayaknya panjang umur deh, soalnya jarang sakit, jadi kalau papa meninggal, saya 'kan anak tunggal, hartanya bisa dibagi dua sama mama.
ADVERTISEMENT
Lalu saya tanya, kamu engak berasa berdosa atau salah ngomong seperti itu? Hmmm.. Enggak juga yah soalnya papa 'kan suka ngomong sejak dulu, sejak saya kecil, papa sibuk kerja buat kamu, cari uang buat kamu sekolah tinggi dan semua milik papa buat kamu nantinya kalau papa meninggal nanti. Yaahh daripada capel-capek kerja, saya tunggu papa mati aja.
Terus hartanya nanti bagi dua sama mama, saya, sih.. Sambung pria jangkung ini, enggak mau nikah, cewek-cewek pada matre yang ada harus bikin prenuptial dan pasti mereka enggak mau karena saya jelek, uang warisan didepositokan di bank aja saya ambil bunganya aja terus nikmati hidup begini aja sampai mati, enggak mau kayak hidup papa yang kayaknya, kok, enggak happy banget yah kerja keras terus dari muda.
ADVERTISEMENT
Nah, mulailah tugas saya sebagai seorang Psikolog Anak dan Remaja (walaupun yang ini bukan anak atau remaja lagi) untuk mendengar, merasakan, memberikan advice, menguatkan dan berbicara tentang makna hidup, kronos dan kairos untuk beberapa bulan ke depan yah dan yang tentunya melibatkan kedua orang tuanya.
Pesan saya.. Kalau enggak mau disumpahin mati sama anak sendiri, mulailah bicara makna hidup ke anak-anakmu yah, parents.. jangan melulu nanyanya sudah bikin PR belum, sudah mandi belum? Sudah sikat gigi belum? Nilai ulangan dapat berapa? Bimbel dan bimbel lagi, mulai tanyakan tentang perasaan mereka, makanan yang dimakan, seru gak tadi main basketnya, siapa teman paling dia sukai, guru yang terbaik, guru terlucu, guru yang galak, kenapa suka menggambar, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Pelajari apa kesukaannya, kapan matanya berbinar mengamati sesuatu, lontarkan pertanyaan apa, mengapa, di mana, bagaimana, kemana, dan bagaimana? Sentuh hatinya bahwa kalian HADIR dalam hidupnya. Dan semuanya butuh investasi WAKTU BERKUALITASMU bukan WAKTU SISA-SISAMU!
Ingat yah.. anak mengeja kata cinta bukan dengan C-I-N-T-A tapi dengan
W-A-K-T-U!
Novita Tandry, Psikolog Anak dan Remaja | NTO Nurture Teach Observe | Childcare and Early Education