HIV dan AIDS yang Mengkhawatirkan

Nukila Evanty
Executive Director Women Working Group (WWG)
Konten dari Pengguna
2 Desember 2019 15:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nukila Evanty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
HIV dan AIDS tidak dapat dipungkiri, masih menjadi penyakit yang menakutkan, penuh dengan label negatif dan stigma bagi siapa pun penderitanya. HIV atau human immunodeficiency virus adalah virus yang menyebabkan penurunan pada sistem kekebalan tubuh manusia. Sedangkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrom merupakan kumpulan gejala yang muncul karena sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
ADVERTISEMENT
Hari AIDS sedunia dirayakan setiap tanggal 1 Desember. Seberapa besar kita harus khawatir dengan HIV dan AIDS dI Indonesia ?
Angka HIV dan AIDS yang mengkhawatirkan
Menurut data Direktur Jenderal ( Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan bahwa jumlah kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2019 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2019 berjumlah 349.882. Sedangkan jumlah AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2019 relatif stabil setiap tahunnya.
Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Juni 2019 sejumlah 117.064 orang ( Media Online 27-28/11/2019). Sedangkan, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan Menurut Pekerjaan atau status pe bulan r April-Juni 2019 masih didominasi oleh ibu rumah tangga (IRT) dengan jumlah 453 kasus dan disusul wiraswasta sebanyak 226 kasus.
ADVERTISEMENT
Data Kementerian Kesehatan per 2016 memperkirakan 640.443 orang Indonesia yang terkena HIV dan AIDS. Namun, dari angka tersebut, per Maret 2019, hanya 338.363 orang atau 58,7 persen yang mengetahui status penyakit mereka. Angka ini mengkhawatirkan karena jika banyak orang tidak mengetahui status HIV mereka, mereka bisa beresiko menularkannya kepada orang lain.
Disebutkan bahwa faktor risiko penularan terbanyak melalui hubungan seksual berisiko heteroseksual (70,2 persen), penggunaan alat suntik tidak steril (8,2 persen), selanjutnya homoseksual (7 persen), dan penularan melalui perinatal (2,9 persen).
Sedangkan menurut data UNAIDS, sebagai lembaga global yang menangani permasalahan HIV/AIDS, menyebutkan bahwa di Indonesia pada tahun 2018 ditemukan 640.000 orang hidup dengan HIV. Persentase kemunculan HIV di antara orang dewasa (15-49 tahun) adalah 0,4 persen, 46.000 orang baru terinfeksi HIV dan 38.000 orang meninggal karena penyakit terkait AIDS.Sedangkan jumlah kematian terkait AIDS telah meningkat 60% sejak 2010, dari 24.000 kematian menjadi 38.000 kematian. Namun, jumlah infeksi HIV baru telah menurun, dari 63.000 menjadi 46.000 pada periode yang sama. Sedangkan 51% orang yang hidup dengan HIV mengetahui status kesehatan mereka dan 17% orang yang hidup dengan HIV sedang menjalani pengobatan.Dari semua orang dewasa berusia 15 tahun dan lebih yang hidup dengan HIV, hanya 17% yang menggunakan pengobatan, sementara 22% anak-anak berusia 0-14 tahun yang hidup dengan HIV menggunakan pengobatan. Lima belas persen perempuan hamil yang hidup dengan HIV mengakses obat antiretroviral (ARV) untuk mencegah penularan virus ke bayi mereka. Selanjutnya, angka persentase bayi yang terpapar HIV dan dites HIV sebelum delapan minggu adalah 1% pada 2018.Dari 620.000 orang dewasa yang hidup dengan HIV, 220.000 (35,48%) adalah perempuan. Infeksi HIV baru di kalangan perempuan muda berusia 15-24 tahun adalah lebih dari setengah di antara laki-laki muda dan 9600 infeksi baru terjadi diantara perempuan muda, dibandingkan dengan 14.000 di antara laki-laki muda.
ADVERTISEMENT
Mulai dari mana Pencegahan dan Penanganan HIV dan AIDS?
Dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) IV 2020-2024 disebutkan pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan daya saing SDM yaitu sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter, melalui salah satunya "Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta.. Namun tidak begitu banyak perhatian tercurah pada isu HIV/AIDS dalam dokumen RPJMN tersebut walaupun disebutkan pemerintah mengkhawatirkan penularan HIV dan AIDS pada ibu rumah tangga (IRT) yang telah meningkat dan mengakui jumlah penderita AIDS tertinggi adalah IRT, mencapai 16.405 orang (Kementerian Kesehatan, 2018).
Sedangkan dalam Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2015-2019 Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, mencatat bahwa kebutuhan pendanaan terkait HIV/AIDS tahun 2019 sebanyak US$ 184,71 juta. Tetapi, anggaran yang disediakan hanya berjumlah US$ 75,59 juta, sehingga jelas ada terdapat kekurangan US$ 109,12 juta.
ADVERTISEMENT
Kerja awal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus dapat memastikan bahwa anggaran dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk mengatasi HIV/AIDS harus jelas ada "pos anggarannya, peruntukkan anggaran untuk penanganan HIV dan AIDS serta ditingkatkan anggarannya terutama untuk akses obat antiretroviral (ARV), upaya masif dalam pencegahan terutama kepada ibu-ibu dan perempuan untuk dapat diberikan fasilitas pemeriksaan kandungan serta skrining untuk mendiagnosa virus HIV secara gratis. Fasilitas tersebut hendaknya ditempatkan di puskesmas, klinik kesehatan hingga rumah sakit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Saat ini, Pemerintah sedang akan mulai strategi STOP yaitu singkatan dari Suluh Temukan Obati Pertahankan dengan target national treatment mencapai 40 persen.. Sehingga diharapkan peran aktif pemerintah bersama-sama kelompok masyarakat sipil dan penggiat advokasi HIV dan AIDS untuk terus mendorong ODHA (Orang dengan HIV AIDS)berobat dan melakukan terapi. Data Kemenkes menyebutkan bahwa obat ARV dapat diakses di 896 layanan seluruh Indonesia. Layanan tersedia di rumah sakit ( RS) dan Puskesmas di 34 provinsi serta di 227 kabupaten/kota.
ADVERTISEMENT
Sehingga tugas pemerintah terutama dinas kesehatan di daerah memastikan bahwa obat ARV tersebut dapat diakses secara mudah dan cepat .
Tugas berat lainnya adalah mengurangi stigma berikut diskriminasi terhadap pengguna narkoba, pekerja seks, gay dan transgender yang semuanya adalah populasi kunci pengendalian HIV.
Mengurangi angka HIV dan AIDS yang mengkhawatirkan tersebut adalah tanggung jawab bersama. Selamat Hari AIDS sedunia !
*Direktur Eksekutif Women Working Group ( WWG)