Dokter di Surabaya Digugat karena Bayi Tabung Perempuan

19 Juli 2017 4:11 WIB
Ilustrasi bayi di inkubator (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bayi di inkubator (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Seorang dokter pemilik klinik kesehatan terkenal di Surabaya berinisial AG, digugat oleh kliennya yang berinisial TH dan ES. Pasangan suami istri asal Mulyorejo, Surabaya, itu menggugat dokter AG karena dianggap gagal menjalankan program bayi tabung berjenis kelamin lelaki.
ADVERTISEMENT
"Klien kami menyetujui mengikuti program bayi tabung berjenis kelamin lelaki. Tapi nyatanya yang lahir perempuan," ucap kuasa Hukum TH dan ES, Eduard Rudy, dalam jumpa pers di Surabaya, Selasa.
Dia menjelaskan, program bayi tabung itu diikuti pasangan suami istri TH dan ES di klinik kesehatan milik dokter AG yang berlokasi di Jalan Irian Barat Surabaya pada tahun 2015.
"Waktu itu dokter AG menyanggupi program bayi tabung jenis kelamin lelaki seperti yang diinginkan pasangan suami istri TH dan ES, dengan biaya senilai Rp 13 juta yang pembayarannya tercatat di atas kuitansi," katanya, seperti dikutip dari Antara, Rabu (19/7).
Eduard mengisahakan, kepastian kedua belah pihak yang kemudian menyepakati menjalani program bayi tabung berjenis kelamin lelaki itu setelah diperoleh hasil laboratorium berupa empat pilihan embrio bayi pada sebuah konsultasi yang berlangsung di bulan Mei 2015.
ADVERTISEMENT
"Waktu itu terdapat empat pilihan embrio, yaitu satu embrio lelaki, satu perempuan, satu tidak bagus, dan satu lagi rusak," ujarnya.
Karena pasangan TH dan ES telah memiliki anak perempuan, maka keduanya sepakat memilih embrio lelaki melalui program bayi tabung tersebut. Dokter AG pun menanamkan embrio bayi yang dipastikan berjenis kelamin lelaki di rahim ES.
Saat usia kandungan berjalan enam bulan, ES mengalami pendarahan. Eduard menyebut pada masa pendarahaan itu kliennya mengalami tiga kali kondisi kritis.
"Pada masa pendarahan itulah diketahui janin yang dikandung ES melalui program bayi tabung tersebut berjenis kelamin perempuan, bukan lelaki seperti yang semula disanggupi AG," ucapnya.
Sejak itulah pasangan TH dan ES merasa dokter AG selalu menghindar setiap kali dimintai pertanggungjawaban atas kegagalan program bayi tabung yang semestinya berjenis kelamin lelaki sebagaimana sejak awal telah disepakati.
ADVERTISEMENT
"Bahkan dokter AG tidak memberi rekomendasi dokter anak yang harus dituju saat klien saya meminta rujukan, mengingat kondisi kandungannya terus melemah," katanya.
Dokter AG, lanjut Eduard, justru berkeputusan melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan tersebut secara paksa dalam kondisi prematur yang akhirnya dijalani oleh ES.
Dia mengatakan, setelah proses kelahiran, dokter AG sempat mengajukan upaya damai dengan memberikan uang senilai Rp 100 juta atas kegagalan program bayi tabung berjenis kelamin lelaki sebagaimana tertera dalam kesepakatan awal. Namun TH dan ES menolak upaya damai tersebut.
"Klien kami memilih menggugat ke Pengadilan Negeri Surabaya setelah mengetahui sidang kode etik dokter AG oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hanya digelar dalam waktu sehari dengan putusan tidak bersalah, yang dinilai menyalahi prosedur. Maka dalam gugatan ini IDI turut menjadi tergugat," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Eduard mengatakan, gugatan dengan nomor perkara 325/Pdt.G/2017/PN.Sby itu tadi pagi telah mulai direspon oleh Pengadilan Negeri Surabaya dengan menggelar mediasi antara pihak penggugat dan tergugat.