Susi Pudjiastuti: Ibu Saya NU dan Bapak Saya Muhammadiyah

8 Desember 2017 12:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Susi Pudjiastuti di Rembang (Foto: dok KKP)
zoom-in-whitePerbesar
Susi Pudjiastuti di Rembang (Foto: dok KKP)
ADVERTISEMENT
Selalu ada yang menarik dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Kali ini soal latar belakang keluarganya.
ADVERTISEMENT
“Saya lahir dari bapak dan ibu yang sama-sama kuat dalam keagamaan. Ibu saya NU dan bapak Muhammadiyah,” tutur Susi yang tampil berkerudung hitam.
Pernyataan itu disampaikan Susi saat menyampaikan arahan pada acara Pelatihan Pimpinan Nasional Angkatan VI dan Latihan Infrastruktur 2 Gerakan Pemuda Ansor di Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Kamis (7/12) malam.
Pesantren itu bersebelahan dengan kediaman KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus). Sebelum berpidato di pesantren, Susi mengunjungi Gus Mus dan mengobrol banyak hal selama 2 jam.
“Saya dibesarkan dengan kedua unsur itu (NU dan Muhammadiyah). Kedua-duanya sangat bermakna bagi bangsa ini,” lanjut Susi dalam acara yang dihadiri peserta pelatihan calon pemimpin NU dari Sabang sampai Merauke tersebut, seperti tertulis dalam siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diterima kumparan (kumparan.com), Jumat (8/12).
ADVERTISEMENT
Ibunda Susi adalah Hajjah Suwuh Lasminah. Sedangkan ayahnya, Haji Ahmad Karlan. Keduanya berasal dari Jawa Tengah, namun sudah lima generasi menetap di Pangandaran. Pasangan ini hidup dari bisnis jual-beli ternak. Susi lahir dari pasangan ini pada 15 Januari 1965.
Setelah berbicara soal keluarganya, Susi mendorong agar kader Ansor NU turut menegakkan bangsa ini.
“Saya sangat bangga kepada Adik-adik. Kita harus memiliki satu tujuan yang sama sebagai bangsa, sesuatu yang baik dan benar. Jika Adik-adik ikut menegakkan bangsa ini, Indonesia akan semakin berdaulat,” tegas Susi yang didampingi Ketua Umum GP Ansor NU sekaligus Panglima Tertinggi Banser NU H. Yaqut Cholil Qoumas ini.
Pengalaman Tiga Tahun Menjadi Menteri
Lantas Susi bercerita tentang pengalamannya selama tiga tahun ini menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Komandan Satgas 115 (Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal/Illegal Fishing).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, selama puluhan tahun pencurian ikan tidak mendapat penanganan maksimal, padahal menimbulkan kerugian luar biasa. Nelayan lokal sengsara karena ikan habis digasak kapal asing.
“Lalu kita gunakan Undang-undang Perikanan. Aturannya, kita boleh menenggelamkan kapal yang terbukti melakukan illegal fishing. Kalau disita, lalu dilelang, nanti dibeli mereka lagi, lalu dipakai mereka lagi. Maka saya jalankan amanat undang-undang, tenggelamkan kapal yang mencuri ikan!” tegas Susi disambut tepuk tangan peserta pelatihan.
Menteri Susi tenggelamkan 10 kapal pencuri  (Foto: KKP)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Susi tenggelamkan 10 kapal pencuri (Foto: KKP)
Dengan tindakan penenggelaman itu, lanjut Susi, rakyat merasa senang. Ini menjadi bukti negara kita adalah negara hukum dan hukum ditegakkan.
“Ini juga langkah untuk mewujudkan arahan Presiden Jokowi bahwa laut masa depan bangsa. Bukan hanya masa depan kita, tetapi juga masa depan anak cucu kita,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Susi juga bekerja keras untuk turut mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. “Poros itu artinya titik tolak. Kita harus menjadi pusat titik tolak ekonomi kemaritiman,” tandas Susi.
Susi menambahkan bahwa laut Indonesia mencapai 71 persen dari wilayah Indonesia, sedangkan daratnya hanya 29 persen saja.
“Dunia pun sama. Jadi, siapa yang menguasai laut akan menguasai dunia. Kerajaan Majapahit masa lalu jaya karena kekuatan lautnya yang luar biasa,” ujar Susi.
Dengan berbagai kebijakan yang telah dilakukan, kini rakyat bebas berlayar ke mana saja dengan ikan yang berlimpah. Pemerintah, tegas Susi, hadir untuk mengelola sumber daya ikan itu dengan baik.
“Pemerintah harus memastikan masa depan bangsa. Kita tidak boleh menangkap ikan secara berlebihan. Jadi pemerintah mengatur untuk menjamin bahwa ikan banyak dan ada terus. Bukan hanya ada, tetapi terus menelur dan banyak,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Di ujung sambutannya Susi mengaku terharu melihat peserta pelatihan yang dengan lantang meneriakkan yel-yel dengan semangat keagamaan dan kebangsaan.
“Saya titip kita semua harus memiliki identity, integrity, dan dignity. Tidak boleh terjebak dalam pragmatisme,” pesan Susi.