Upaya Mengakrabkan Isu HKSR ke Ruang Redaksi Media

Konten dari Pengguna
31 Maret 2020 23:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul Nur Azizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ilustrasi remaja ragam identitas di isu HKSR dalam pemberitaan media (Dok. kumparan)
Isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) Remaja Ragam Identitas belum banyak menjadi bahasan ‘seksi’ yang dilirik oleh media. Ruang keredaksian pun masih banyak yang nihil untuk menanamkan pemahaman ini kepada para jurnalisnya.
ADVERTISEMENT
Chief Editor Konde.co, Luviana pun membenarkan hal itu. Ia mengungkap saat ini memang tak banyak media yang dengan kesadarannya, menghidupkan opini publik terkait HKSR termasuk di kalangan remaja ragam identitas. Jikapun ada, pemberitaan itu tak jarang hanya parsial ke kasus atau justru malah melenceng ke arah menstigma.
“Misalkan PSK (pekerja seks komersial) yang melibatkan anak, apakah edukasinya sering ditulis? Kan ketika ada kasus aja. Pas soal HIV AIDS yang menyangkut anak ragam identitas? Media seringkali justru menstigma kan mereka yang salah. Jangankan hak kespro (kesehatan reproduksi), tapi ruang pemberitaan bagi hak perempuan aja sangat jarang,” ujar Luviana ketika dihubungi beberapa waktu lalu.
Ia pun tak menyangkal, minimnya isu HKSR di ruang redaksi media juga disebabkan karena selera publik serta pandangan masyarakat yang masih normatif. Di sisi lain, banyak pula publik yang menganggap HKSR pada remaja sebagai hal yang tabu.
ADVERTISEMENT
“Di Indonesia perspektif soal kespro ini masih normatif, simpelnya misalnya remaja ngomong, gue haid, terus nembus ke celana, semua heboh. Padahal itu kan bukan sesuatu yang memalukan. Karena norma-norma sosial yang berlaku tadi, haid sesuatu yang memalukan,” terang dia.
Lantas, bagaimana upaya untuk mengakrabkan isu HKSR ke ruang redaksi media?
Praktisi media sekaligus Dosen Universitas Paramadina itu menuturkan, hal yang paling penting ialah perlunya memberikan pemahaman isu HKSR menyeluruh kepada para awak media. Caranya, bisa dilakukan dengan menyisipkan kurikulum terkait perspektif serta panduan peliputan isu-isu HKSR pada training jurnalis.
Hal itu mengingat, kata dia, pemahaman HKSR ragam identitas bukan saja akan berguna menghindari perspektif diskriminatif jurnalis dalam pemberitaan. Namun juga, bisa menjadi alat pendidikan yang begitu berguna bagi pembaca utamanya remaja dan orang tua.
ADVERTISEMENT
Tim redaksi pun dalam hal ini, bisa memahami persoalan HKSR agar tidak terjadi bias karena latar belakang suku agama ras dan gender ketika membangun diskusi publik. Selain itu, kemampuan memahami komprehensif dari berbagai aspek yaitu kesehatan, sosial, dan psikologis dapat meningkatkan kualitas atas peran media sebagai alat informasi publik.
Media pun, menurutnya juga diharapkan tak hanya mendiskusikan HKSR berangkat dari kasus dan bersifat parsial ketika remaja ragam identitas menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual, karena pertimbangan efek viral yang tinggi dari berita ini. Tapi benar-benar memotret problem yang dihadapi remaja ragam identitas melalui karya yang bermutu.
Media selanjutnya dapat menjadi ruang publik untuk membangun diskursus untuk mencari solusi bersama secara fundamental. Yaitu terlibat pendidikan dan layanan HKSR remaja, sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup remaja ragam identitas di masa depan.
ADVERTISEMENT
“Berapa banyak sih media yang memberikan pelatihan secara komprehensif soal HKSR? Malah ada yang hanya seputar bagaimana meningkatkan karir. Enggak ada pendidikan, jurnalis langsung disuruh nyemplung. Nah ini, ada persepsi yan salah, menganggap jurnalis hanya dibayar untuk kerja, tanpa dapat bekal (pengetahuan) yang cukup,” tegasnya.
Memang tak mudah untuk mewujudkan media yang sadar dan sensitif terhadap isu HKSR di kalangan remaja ragam identitas.Terlebih bagi media yang banyak berpacu pada mengejar rating. Maka dari itu, memang membutuhkan keberanian dari individu-individu jurnalis untuk terus menyuarakan agar menyentuh ke kebijakan media.
Berbagai stakeholder baik itu kalangan komunitas serta publik pun, menurutnya juga bisa turut ambil bagian sebagai kontrol agar media bisa memberitakan isu-isu HKSR pada remaja ini dengan semestinya.
ADVERTISEMENT
“Sebab sekarang masih banyak yang tidak ada peraturan tertulis di media terkait itu (HKSR),” kata dia.