Pro Kontra Film 'Dua Garis Biru'

Konten dari Pengguna
17 Juli 2019 11:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nuty Laraswaty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Poster resmi film 'Dua Garis Biru'.
zoom-in-whitePerbesar
Poster resmi film 'Dua Garis Biru'.
ADVERTISEMENT
Ada sesuatu yang menarik jika berbicara mengenai seks. Seks seolah penyakit yang perlu ditutup-tutupi dan merupakan sesuatu hal yang tabu .
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana jika ada sebuah film yang judulnya langsung berkonotasi dengan seks?
Dua Garis Biru
Bagi yang sudah menikah, menanti kehadiran jabang bayi, atau yang sedang memantau kondisi tubuhnya, kata 'dua garis biru' akan langsung dipahami. Umumnya kondisi ini akan segera disambut dengan sukacita, kecuali jika ada sesuatu yang lain.
Berangkat dari premis inilah berkembang sebuah alur cerita yang menyerempet mengenai hal tabu tadi itu. Ya, seks. Sebegitu mengerikankah film 'Dua Garis Biru', hingga sempat menuai aksi demo, jajak pendapat, dan hal-hal lain yang tidak positif? Bagaimana jika kita melihat dahulu trailernya.
Sekilas dari trailer, mengingatkan pada sebuah novel legendaris karya Mira W, yang berjudul 'Dari Jendela SMP' dan juga sebuah sinetron berjudul 'Pernikahan Dini'.
ADVERTISEMENT
Namun saat sudah selesai menonton film 'Dua Garis Biru', hanya ada satu pertanyaan yang timbul.
Mengapa?
Mengapa sebuah film yang menerangkan bahayanya sebuah hubungan seks yang dilakukan secara dini, justru malah menuai aksi demo, jajak pendapat, dan hal-hal lain yang tidak positif?
Film ini tidak seperti yang dicurigai, dituduhkan, bahkan sampai berhak mendapat piala hujatan. Tidak ada sama sekali ajakan untuk melakukan hubungan seks seperti yang tertuang pada aksi demo, jajak pendapat, dan hal-hal lain yang tidak positif. Justru yang ada adalah konsekuensi dari hilangnya sebuah masa depan dua anak manusia, beserta banyak risiko yang dapat terjadi jika kehamilan terjadi pada usia yang belum sesuai. Banyak sekali manfaat positif yang didapat, hasil dari menonton film ini.
ADVERTISEMENT
Jika bicara mengenai akting para pemainnya. Sebutlah ada nama-nama Angga Aldi Yunanda, Adhisty Zara, Lulu Tobing, Cut Mini Theo, dan Dwi Sasono. Wah, mereka semua memainkan karakter masing-masing yang diminta sesuai tuntutan skenario karya Ginatri S. Noer.
Berkat mereka semua, durasi waktu 1 jam 53 menit seolah tak berasa apapun. Beberapa adegan ala teater dengan satu sudut pengambilan pun juga menjadi salah satu adegan favorit, dan membawa kita untuk menonton lagi.
Lagu soundtract-nya pun menggoda untuk kembali didengarkan ulang.