Harga Teman ala Imam Abu Hanifah
13 April 2022 12:23 WIB
·
waktu baca 6 menit"Harga Teman.” Dua kata yang bikin resah banyak orang, apalagi bagi mereka yang baru merintis usaha. Namun dua kata tersebut telah menjadi kebiasaan verbal yang tumbuh subur, diinternalisasi, dimaklumi, bahkan sampai dianggap wajar dalam pergaulan sehari-hari bagi orang Indonesia. Banyak dampak buruk bagi kehidupan sehari-hari yang muncul karena istilah “harga teman” salah diartikan.
Tentu saja jika ada teman yang memiliki usaha atau keahlian tertentu, pasti akan sangat bermanfaat buat kita. Misalnya, jika ada teman yang punya usaha butik, sablon, kafe, bengkel, atau malah punya keahlian khusus sebagai penerjemah, desainer grafis, atau penulis. Tentu muncul asumsi bahwa teman kita itu sudah sukses, banyak uang, dan istimewa sehingga kita jadi suka berkata seenaknya.
Hal ini tak lepas dari diri manusia itu sendiri, yang punya segumpal darah yang berpotensi menjadi setan dan melahirkan sikap-sikap buruk yang merugikan banyak orang, termasuk teman sendiri. Watak kurang baik itulah yang kadang tidak kita sadari. Termasuk saat berucap “pakai harga teman, ya” atau “gratis ya, kan kita teman” sambil nyengir-nyengir kuda kala melihat teman merintis usaha atau menawarkan karyanya. Ingat, sesungguhnya di balik jawaban “iya” yang banyak dilontarkan, tak sedikit yang menyimpan kekecewaan bahkan kerugian.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814