Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Komunitas Hong: Menjaga Warisan Melalui Permainan Tradisional
1 Desember 2024 15:18 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nyimas Ratu Intan Harleysha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Teruslah bermain permainan tradisional karena permainan tradisional adalah sebagian dari budaya dan jati diri bangsa"
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi membuat anak-anak lebih senang bermain bersama orang lain secara virtual ketimbang bermain di luar. Data BPS (2023) menunjukkan bahwa jumlah pengguna gadget untuk anak usia dini di Indonesia sebanyak 33,44%, dengan rincian 25,5% pengguna anak berusia 0-4 tahun dan 52,76% anak berusia 5-6 tahun.
Maraknya penggunaan gawai sebagai media bermain membuat permainan tradisional Indonesia perlahan-lahan ditinggalkan. Minimnya minat anak usia dini terhadap permainan tradisional terus mengancam keberadaan warisan leluhur Nusantara. Namun, ternyata ada sebuah komunitas yang bergerak di bidang pelestarian permainan tradisional Indonesia.
Meet Komunitas Hong. Sebuah komunitas di puncak Kota Bandung–tepatnya di Dago Pakar–yang menjadi pusat pelestarian permainan tradisional. Komunitas Hong berfokus dalam pemeliharaan dan pendataan seluruh permainan tradisional Indonesia.
ADVERTISEMENT
Didirikan di Subang, Jawa Barat pada tahun 2003 oleh Dr. Mohamad Zaini Alif, Komunitas Hong telah mengumpulkan sebanyak 2.600 jenis permainan sampai sekarang. Kang Zaini–panggilan akrab Dr. Mohamad Zaini Alif–memiliki kekhawatiran terhadap masa depan permainan tradisional dengan melihat banyaknya anak-anak yang lebih senang bermain gawai.
Penanggung jawab Komunitas Hong Cecep Imansyah (38) menjelaskan bahwa tujuan komunitas ini adalah untuk melestarikan kembali permainan tradisional. Ia merasa bahwa ketiadaan pengajar, data yang tidak tercatat, dan minimnya lahan menjadi salah satu alasan mengapa anak-anak tidak lagi bermain permainan tradisional.
“Permainan tradisional sebetulnya mereka bukan tidak memainkan, tapi tidak ada yang memang mengajarkan, tidak ada datanya, dan juga tidak ada lahan untuk bermain,” ujar Cecep.
ADVERTISEMENT
Cecep juga berpendapat kalau permainan tradisional itu sebenarnya lebih dari sekadar permainan. Namun, ada juga edukasi yang diturunkan oleh leluhur bagi anak-anak.
“Karena permainan tradisional bukan hanya sekadar anak-anak untuk bermain saja, tapi bagaimana ada edukasi di situ. Jadi, lebih ke pola pendidikan zaman dulu untuk anak-anak,” ceritanya.
Dengan latar belakang Kang Zaini sebagai peneliti permainan anak, ia bisa mendapatkan arsip dan data permainan tradisional dari zaman kolonial Belanda hingga sekarang. Ia pun pergi dari satu kampung adat ke kampung adat lainnya bahkan ke universitas di Belanda untuk mendapatkan data tentang permainan tradisional Indonesia.
“Kang Zaini sendiri yang meneliti permainan tradisional (dengan) pergi ke satu kampung adat dan kampung adat lainnya, buka-buka naskah kuno, pergi ke satu daerah (dan) daerah lainnya. Kang Zaini punya akses ke Leiden (University) sana,” ungkap Cecep.
ADVERTISEMENT
Meskipun mengumpulkan berbagai permainan dari seluruh Indonesia, Komunitas Hong tetap berfokus pada pelestarian permainan budaya Sunda. Hal ini dikarenakan mereka berdiri di tanah Sunda.
Tidak hanya melestarikan permainan tradisional, Cecep juga ingin memberdayakan masyarakat sekitar dengan mengajak mereka untuk menjadi bagian dari Komunitas Hong.
“Pengelola Komunitas Hong sih warga sekitar. Jadi memang yang menjadi instruktur, yang menjadi pengurus, yang jadi teman-teman tim yang bermain tadi itu semuanya dari masyarakat sekitar Komunitas Hong,” jawab Cecep.
Salah satu usaha Komunitas Hong dalam menyebarluaskan pengetahuan tentang permainan tradisional adalah mengadakan kegiatan-kegiatan edukasi. Mereka kerap kali mendapatkan undangan untuk mengadakan workshop tentang permainan tradisional di Jakarta sampai ke Eropa.
“Kami ini banyak yang mengundang untuk edukasi permainan tradisional bahkan kami tidak hanya di Indonesia, bahkan kami sampai ke Eropa, Asia, untuk workshop dan juga mengenalkan permainan tradisional Indonesia. Tahun 2014 kita kenalkan di tur Eropa, ada di beberapa negara yang kita kunjungin, termasuknya di Belanda,” kata Cecep.
ADVERTISEMENT
Tidak perlu jauh-jauh ke Eropa karena Komunitas Hong sendiri mengadakan kegiatan edukasi di Bandung. Salah satu pengunjung mereka adalah anak-anak TK dari Sekolah Little Smart pada Kamis (21/11) lalu.
Humas Sekolah Little Smart Santi mengatakan bahwa penting sekali mengenalkan anak-anak usia dini kepada permainan tradisional agar tidak hanya tau gawai saja. Para murid pun datang dengan pakaian tradisional Sunda sesuai dengan seragam hari itu.
“Harus banget ya. Soalnya kalo di zaman sekarang kan, anak-anak taunya cuman gadget aja. Jadi, kita ingin ngenalin permainan tradisional zaman dulu,” jawab Santi.
Kegiatan yang dilakukan Komunitas Hong dalam pengenalan permainan tradisional pun dibagi menjadi tiga tahap. Seperti yang dijelaskan oleh Mentor Komunitas Hong Ciko (26), tahap pertama adalah ice breaking dengan permainan Salam Sabrang. Tahap kedua adalah workshop membuat mainan ulat-ulatan dari daun kelapa. Terakhir, mereka bisa bermain rorodaan, bedil karet, bedil jepret, dan lain-lain di wahana permainan.
ADVERTISEMENT
“Pertamanya dari mulai kita awal datang itu ada ice breaking, mulai dari permainan Salam Sabrang, seperti Perepet Jengkol dan seterusnya. Setelah itu, workshop membuat mainan. Setelah membuat mainan, kita ke wahana. Di wahana itu ada permainan rorodaan, bedil karet, bedil jepret, dan lain-lain,” ungkap Ciko.
Budaya dapat dipertahankan melalui berbagai macam media, salah satunya permainan tradisional. Bagi sebagian orang, permainan adalah permainan. Namun bagi segelintir orang, permainan adalah sebuah pola pendidikan yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang Indonesia.
“Karena permainan itu bukan sekadar bermain saja, tapi bagaimana permainan tradisional menjadi pola pendidikan bagi anak-anak. Jadi, leluhur kita sudah menyiapkan pola pendidikan buat anak-anak kita untuk menjelang masa dewasanya. Jadi ketika misalkan sekarang pendidikan karakter harus diajarkan, sebenarnya bukan harus diajarkan, tapi dibiasakan. Medianya melalui apa? Ya, permainan tradisional,” tutup Cecep.
ADVERTISEMENT
Penasaran dengan keseruan lainnya Komunitas Hong? Cek konten kami di Instagram dan TikTok!
[Instagram: bit.ly/InfografisKomunitasHong]
[TikTok: bit.ly/FeatureKomunitasHong]