Berbakti Pada Orang Tua

Suzan Lesmana
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
Konten dari Pengguna
19 Oktober 2020 13:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suzan Lesmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pegangan tangan orangtua dan anak. Sumber: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pegangan tangan orangtua dan anak. Sumber: freepik.com
ADVERTISEMENT
Zaman sekarang, banyak anak tidak menghargai orangtuanya. Alih-alih berbakti dan merawatnya malah tega sampai menyiksanya. Sebut saja kejadian baru-baru ini yang dilansir tribunnews.com (26/9) di Mojokerto, saat sang anak berinisial AMH (27) ditangkap polisi karena telah menganiaya ayah dan ibunya. Ia tega menganiaya bapaknya Y (70) dan ibunya M (65), saat mereka tertidur. Akibat penganiayaan itu, kedua korban sempat kritis hingga harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Begitu pula di kota Makassar seperti dilansir detik.com (21/8) saat seorang anak berinisial H (48) tega menampar dan menginjak kaki ibunya IDB (70), hingga mengeluarkan darah. H kini meringkuk di ruang tahanan Polsek Panakkukang.
Pangkat dan jabatan tinggi, harta banyak belum tentu dapat menyenangkan orangtua. Kadang sang anak kerja lembur bagai kuda sampai lupa orangtua. Padahal Allah SWT dalam Al Quran Surat Al Ahqaf ayat 15 memerintahkan: “Wa washshainal insaana biwaalidaihi ihsana," yang artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya.
Jasa dan Perjuangan Ibu
Khusus buat ibu, Allah gambarkan betapa besar jasa dan perjuangan ibu. Terbayang dulu pas ibu hamil, tidak pernah ditinggal-tinggal perutnya, dibawa kemana aja. Ke pasar dibawa, kondangan dibawa, ngaji ikut, ibu mandi ikut mandi.
ADVERTISEMENT
Saat umur tiga bulan, bayi dalam kandungan nendang-nendang perut sudah seperti pemain bola. Apalagi pas umur sembilan bulan, terbayang saat ibu tidur, serba salah. Miring sudah seperti angka tiga, miring kanan salah, miring kiri gelisah, tengkurap takut meletus, apalagi terlentang sudah seperti kubah masjid. Terlentang saja susah, apalagi telen obeng.
Ketika anak lahir, tidak diomel-omelin, malah berucap Alhamdulillaah. Saat sudah lahiran kurang tidur ibunya. Anak tidur, tidak ada cerita shift-shift-an sama bapaknya. Ibu yang begadang. Bapaknya alasan besok harus berangkat pagi-pagi, kalau begadang ngantuk katanya.
Saat anak digendong, dinyanyiin: “anak raja, anak raja”. Sambil ditimang-timang, ibu sholawatan: “Sholatullah salamullaah…dst. Kalau ibu pergi kondangan atau ke pengajian, saat makan yang diingat anak. Bawa tas kecil, isinya buat anak. Kue-kue kondangan/ pengajian dibungkus sapu tangan. Semuanya dimasukin dalam tas sampai penuh sesak, susah ditutup.
ADVERTISEMENT
Makanya kalau anak-anak dekatnya sama ibu bukan sama bapak. Mohon maaf, jika bapaknya yang dipanggil duluan, otomatis ibunya yang janda membesarkan si anak. Ibunya akan berdagang apa saja, gorengan, bahkan buruh cuci. Coba kalo bapak duluan diambil, berantakaan….Baru sebulan, bapaknya nyanyi:“Baru sekarang, oh aku rasakan, tak punya isteri, rasanya kesepian…dst.
Satu ibu sanggup merawat sepuluh anak, tapi sepuluh anak belum tentu sanggup merawat satu ibu. Jangan macem-macem sama ibu. Tidak usah jauh-jauh dateng ziarah, kalau masih ada ibu, seperti lagu Haji Rhoma: “Hai Manusia…Hormati Ibumuu…dst. Keramat Hidup!
Keramat Seorang Ibu
Ada kisah di zaman Rasulullah SAW tentang betapa keramatnya seorang Ibu yang menyebabkan kesakitan saat naza’ (sakaratul maut) sang anak. Alkisah seorang anak bernama Alqamah yang sholeh, namun setelah menikah ia lebih perduli dengan isterinya daripada ibunya. Ibunya diabaikan. Walhasil ibunya kecewa pada sang anak sehingga akibatnya sang anak kesulitan saat sakaratul maut.
ADVERTISEMENT
Namun bukan Rasulullah SAW namanya kalau tidak punya cara untuk meluluhkan hati sang bundanya Alqamah. Rasullullah SAW dengan sifat fathonah (pintar), memerintahkan Bilal bin Rab’ah untuk membakar Alqamah. Tak pelak membuat sang Bunda Alqamah luluh juga untuk memaafkan sang anak. Hikmahnya, meski dipandang manusia sholeh, namun jika pernah menyakiti hati ibunya maka kelak akan mengalami kesulitan menghadapi kematian sebelum beroleh maaf dari sang ibu.
Jasa dan Perjuangan Bapak
Begitu pula bapak juga sama besar jasanya. Tidak ada bapak, tidak ada kita. Beliaulah mencari nafkah untuk anak isteri. Banting tulang menghidupi keluarganya. Makanya kalau bapak meriang jangan tidak ditengokin. Saat nengok bawakan buah tangan alias tentengan jangan senyuman saja. Kadang anak datang nanya: "Apa yang dirasa pak? Bapak jawab: “Enggak terasa apa-apa, ‘kan belum ada apa-apaan buat dirasa (dicicipin)".
ADVERTISEMENT
Bawakan bapak jeruk 1 kg, harganya paling 20 ribu. Beli 2 kg. “Nih, pak, jeruk”. Senang bapaknya. Udah tenang, baru ditanya: “Ngomong-ngomong bapak ada simpenan gak? Namanya bapak ya, tulus nanya: “Emang tidak punya pegangan?”. “Ada pak, pegangan tiang, alias bokek". Terus bapaknya bilang: “Nih, ada 4 juta!”. Dateng 40 ribu, pulang 4 juta. Setahun dua tahun tidak bakalan ditagih. Sampe segitu orang tua ke anak.
Biar anak titelnya tinggi-tinggi, dihormati dimana-mana, tapi kalau durhaka sama orangtua, maka pahala ibadahnya “Tertolak”, tidak diterima amalnya, atau seperti Alqamah yang kesulitan saat sakaratul maut. Ingat kata Nabi SAW: “RidhAllah fi ridho al walidaiyn, wa sukhtullah fi sukhtul walidaiyn“, yang artinya: “Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (H.R. Tirmidzi, Hakim, dan Thabrani).
ADVERTISEMENT
Semoga kita semua adalah anak-anak yang selalu berbakti kepada orang tua, baik masih hidup ataupun sudah wafatnya. Aamin.