Ibu, Keramat Hidup di Dunia

Suzan Lesmana
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
Konten dari Pengguna
22 Desember 2020 11:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suzan Lesmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ibu dan Anak Lelakinya. Sumber: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ibu dan Anak Lelakinya. Sumber: Freepik.com
ADVERTISEMENT
Mengusung tema “Perempuan Berdaya Indonesia Maju”, Hari Ibu yang jatuh pada Selasa, 22 Desember 2020, adalah peringatan yang ke-92 kalinya. Hari Ibu sendiri dicanangkan untuk diperingati setiap tahunnya setiap tanggal 22 Desember sejak Kongres Perempuan Indonesia III, 22-27 Juli 1938 di Bandung. Mengapa tanggal 22 Desember? Alasannya karena tanggal tersebut bertepatan dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan I pada 22 Desember 1928.
ADVERTISEMENT
Wajar kiranya jika Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI mengatakan, "Saya berharap perempuan-perempuan Indonesia sadar betapa berharga dirinya. Utamanya karena tidak pernah berhenti merawat perjuangan para perempuan Indonesia di masa yang lalu, dalam gerak sekecil apa pun, yang berarti melebihi apa pun," ujar I Gusti Ayu sebagaimana dikutip dari situs resmi Kementerian PPPA, https://www.kemenpppa.go.id/ tentang Panduan Pelaksanaan Peringatan Hari Ibu ke 92 Tahun 2020.
Mengapa saya katakan wajar? Bayangkan, ibu mengandung anak dengan susah payah, berpeluh keringat dan darah saat melahirkan, hingga menyapihnya hingga 21 bahkan sampai 30 bulan kemudian. Terbayang dulu pas ibu hamil, tidak pernah ditinggal-tinggal perutnya, dibawa ke mana saja. Ke pasar dibawa, kondangan dibawa, ngaji ikut, ibu mandi ikut mandi. "Lah Coba itu Sudare," kata orang Betawi.
ADVERTISEMENT
Saat umur tiga bulan, bayi dalam kandungan menendang-nendang perut ibunya bak pemain bola Liga Indonesia. Apalagi pas umur sembilan bulan, terbayang saat ibu tidur, serba salah. Tidur miring sudah seperti angka tiga, miring kanan salah, miring kiri gelisah, tengkurap takut meletus, apalagi telentang sudah seperti kubah masjid. Ketika anak lahir, tidak diomel-omelin, malah berucap "Alhamdulillaah". Begitulah Ibu.
Saat anak lahir, Ibu kurang tidur. Anak terlelap, tidak ada ceritanya sang Ibu bergantian jaga sama bapaknya. Ibu yang begadang. Bapaknya beralasan besok harus berangkat kerja pagi-pagi, kalau begadang ngantuk katanya.
Pagi-pagi sang anak dimandiin air hangat dan dikasih sabun wangi. Dibedakin, diminyakin sambil disisiri. Digendong, ditimang-timang, disenandungkan: “anak raja, anak raja", sambil diciumi. Sambil dibelai-belai dan dibacain Shalawat Nabi.
ADVERTISEMENT
Seekor nyamuk menggigit ibu tak sudi. Dikejar-kejar, dipukul hingga nyamuk mati. Siang malam dijaga dan ditunggui. Pagi sore diasuh, dilayani dan diawasi. Itulah saat-saat indah kita kecil dan masih bayi. Tanda ibu sangat mengasihi kepada anak yang ia cintai.
Sekarang Ibuku sudah tiada dan mendahului. Aku berniat selalu ingin menziarahi. Namun rumah dan jarak memisahkan kami. Tak lepas kuberdoa selepas bersimpuh diri pada Ilahi Robbi. Agar kuburnya terang dan bau surgawi.
Kadang kalau lihat ibu-ibu menyuapi anaknya makan, lucu juga. Anak belum buka mulut, ibu udah buka mulut duluan memberi aba-aba pada sang anak. “Aaa’, Aaaa’,” ujarnya. Belum lagi kalau sang ibu pergi kondangan atau ke pengajian, saat nyicip makanan yang diingat anak. Bawa tas kecil, isinya buat anak. Kue-kue kondangan atau pengajian dibungkus sapu tangan. Semuanya dimasukin dalam tas sampai penuh sesak, susah ditutup. Buat siapa? Buat anak, walau kadang bapaknya kebagian juga. Lumayan, buat teman ngopi sore.
ADVERTISEMENT
Makanya, kalau anak-anak secara batiniah dan lahiriah lebih dekat sama ibu bukan sama ayah. Mohon maaf, jika ayahnya yang “dipanggil” duluan, otomatis ibunya yang janda membesarkan si anak. Ibunya akan usaha apa saja, dagang gorengan, buruh cuci, dan lain-lain yang penting halal. Coba kalo bapak duluan diambil, berantakaan … baru sebulan, bapaknya nyanyi: “baru sekarang, oh aku rasakan, tak punya isteri, rasanya kesepian … dst.
***
Perlu dicamkan, walaupun ada orang yang bergelar sarjana, magister, doktor, profesor, dan gelar-gelar akademis lainnya atau al mukarrom sekali pun kalau durhaka sama ibu, tidak diterima amal ibadahnya, susah matinya, selama ia belum meminta maaf dan ibu belum memberi maaf padanya.
Ada cerita di zaman Rasulullah SAW tentang betapa keramatnya ibu. Sang ibu mempunyai seorang anak bernama Alqomah. Anak sholeh sebenarnya. Tapi setelah menikah, ia lebih peduli sama istrinya dibanding ibunya. Akhirnya sang Ibu sangat kecewa. Singkat cerita saat Alqomah dijenguk malaikat Izroil alias sudah habis jatah hidupnya, ia kesulitan saat meregang nyawa. Lalu disampaikanlah hal ini kepada Rasul.
ADVERTISEMENT
Tak hilang ide, Rasulullah menyuruh Bilal bin Rab’ah buat membakar Alqomah. Akhirnya ibu Alqomah tidak tega dan memaafkan Alqomah. Dan berhembuslah nafas terakhir Alqomah diiringi maaf sang ibu. Hikmahnya, walau di mata manusia baik, tapi kalau ada orang pernah menyakiti hati ibunya, maka akan sulit matinya sebelum dimaafkan sang malaikat tanpa sayap, ibu.
Ingat, satu ibu sanggup merawat sepuluh anak, tapi sepuluh anak belum tentu sanggup merawat satu ibu. Jangan macam-macam sama ibu. Sudah pernah ‘kan mendengar kisah "Malin Kundang"? Hati-hati, sang ibu murka bisa dikutuk jadi batu, begitu akhir kisahnya.
Kadang kala banyak orang yang berziarah ke mana-mana dari ziarah wali songo di Indonesia sampai luar negeri. Tapi ibunya di kampung masih hidup jarang ditengok. Cobalah dengar kembali lagu Haji Rhoma Irama: “Hai Manusia…Hormati Ibumuu…Yang Melahirkan dan Membesarkanmu…dst. Judul lagunya “Keramat”. Ya, ibu adalah keramat hidup kita di dunia. Rawatlah ia sebagaimana ia merawat kita sejak bayi. Mintakan doa melalui lisannya. Ia akan tulus mendoakanmu.
ADVERTISEMENT
Selamat Hari Ibu. Hidup Ibu!