Pengalaman ke Banyuwangi dan Kebaikan Sang Bupati

Suzan Lesmana
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
Konten dari Pengguna
13 September 2021 10:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suzan Lesmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto di desa wisata Osing, Banyuwangi. Sumber: Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Foto di desa wisata Osing, Banyuwangi. Sumber: Pribadi.
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu saat memasuki bulan Muharram 1443 H tahun 2021, saya membaca berita di sebuah berita di media online yang memberitakan warga Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, meminta ritual Keboan tetap dihelat. Tradisi Keboan sendiri adalah selamatan bersih desa yang kental nuansa mistis. Dilaksanakan setiap Bulan Suro oleh masyarakat Suku Osing di Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi sebagai ungkapan syukur atas hasil pertanian melimpah di sepanjang tahun.
ADVERTISEMENT
Yang ingin saya tekankan adalah ketika membaca berita tersebut, fokus saya adalah “Banyuwangi”, “ritual”, dan “nuansa mistis”, membawa saya kembali ke masa lalu saat saya mendapat semacam “peringatan” dari seseorang yang tak saya kenal melalui pesan singkat di HP. “Anda belum kenal saya,” tulisnya. Saya jawab,”Emang nggak kenal.Saya berasal dari Banyuwangi” sambungnya. “Trus?” tanya saya. “Coba Anda cari tahu, seperti apa Banyuwangi?” imbuhnya. Hadeehh.
Saat menerima pesan tersebut, saya masih ingat betul, sedang fitness di bilangan rumah tinggal di wilayah Jakarta Pusat. Saya pun tak menggubrisnya—meski tak dapat dimungkiri konsentrasi dan mood saya jadi turun. Saya pun buru-buru menyelesaikan latihan otot perut “crunch” sebagai penutup fitness saya saat itu dan bergegas kembali ke kost-an saya.
ADVERTISEMENT
Tiba di kamar, tak nafsu makan rasanya. Nasi bungkus saya biarkan tergeletak terbuka begitu saja. Segera saya buru-buru mandi. Selesai mandi, air dingin kamar mandi cukup ampuh menenangkan pikiran di kepala yang campur aduk dan hati yang berkelindan rasa yang tak menentu.
Singkat cerita, saya pun mencari referensi tentang Banyuwangi, karena saya tahunya Banyuwangi adalah sebuah daerah di Jawa Timur dekat pulau Madura. Itu saja. Informasi pun saya dapatkan. Oalaah ternyata kalau saya korelasikan dengan maksud pesan singkat sebelumnya—supaya saya mencari tahu tentang Banyuwangi, ternyata identik dengan nuansa-nuansa mistisnya. Akhirnya saya memutuskan tak memikirkannya lagi. Dan waktu pun berlalu, hingga pada suatu waktu di masa depan saya ditakdirkan mengunjungi Banyuwangi.
ADVERTISEMENT
***
Saat saya sudah menikah dan bekerja, takdir mengantarkan saya berangkat dinas atas disposisi dari instansi LIPI tempat saya mengabdi dan jadilah saya turis lokal yang menjejakkan kaki di Bumi Blambangan, Banyuwangi, tahun 2019 hingga dua kali. Pada dinas kedua, hampir sepekan lamanya (24-29 Juni), saya menghabiskan waktu mengunjungi Banyuwangi karena tugas sebagai Panitia Pekan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) XVIII—yang kemudian dinilai sebagai ajang terbesar dalam kegiatan PIRN selama ini. Kebetulan wilayah yang dikunjungi sebagai lokus penelitian siswa adalah beberapa destinasi wisata seperti wisata bawah air “Bangsring Underwater”, Agro Wisata “Tamansuruh”, “Mall Pelayanan Publik” satu pintu yang canggih.
Malam hari, saya dan tim menyempatkan diri menyesap kopi di Desa Wisata Osing, Kemiren ditemani dua penari gandrung mahasiswa seni rupa—asli penduduk setempat serta Mas Iwan sang pemilik rumah kopi Osing. Semuanya dipandu dan diantar langsung oleh Panitia PIRN di Banyuwangi atas kebaikan sang Bupati Banyuwangi, Azwar Anas.
ADVERTISEMENT
Pendek kata, tak ada kesan mistis-mistisan di Banyuwangi. Blasss, nggak ada bau-bau santetnya. Apa sebab? Saya menduga tangan dingin sang pemilik wilayah, Bupati Azwar Anas telah menyulap Kota Santet yang menjadi salah satu julukan Banyuwangi selama ini--telah berubah menjadi Kota Gandrung dimana Tari Gandrung menjadi maskot pariwisata Banyuwangi. Dan ternyata memang benar bahwa selama 10 tahun terakhir ini, pemerintah kabupaten Banyuwangi telah memberikan bimbingan dan stimulus kepada warga Banyuwangi, banyak tempat-tempat wisata yang dipoles sedemikian rupa sehingga memiliki nilai plus dan daya tarik wisatawan baik lokal maupun internasional (www.pariwisatabanyuwangi.com).
Seorang Bupati Azwar Anas memang ramah dan penuh kebaikan kepada kami Panitia PIRN dari LIPI. Beliau identik dengan baju dinas hitam-hitamnya plus udeng alias ikat kepala khas berwarna merah. Betapa beruntungnya saya dan rombongan karena dijamu langsung oleh beliau di halaman belakang rumah dinasnya yang asri. Tak lupa beliau mengantarkan kami saat perut sudah mulai keroncongan ke warung makan asli Banyuwangi “Nasi Tempong Mbok Wah” yang bikin bibir saya panas memble saking puedesnya sambel namun tetap nikmat tak terkira. Maknyusss.
Tim PIRN LIPI dan Panitia PIRN XVIII Banyuwangi. Sumber: Pribadi.
Rindu kembali rasanya ingin kembali ke Banyuwangi yang sudah bertransformasi menjadi kota destinasi wisata yang ngangenin. Kebaikan sang Bupati Azwar Anas kepada para tamunya pun meninggalkan kesan mendalam kepada para tamunya dan menginspirasi untuk teruslah berbuat baik karena kebaikan itu menular.
ADVERTISEMENT
Masih teringat pula di hari terakhir di Banyuwangi, saya dan tim menyempatkan mendaki Gunung Ijen saat malam. Walau mendakinya penuh perjuangan dan semangat 45 karena sering berhenti untuk rehat, namun semuanya terbayar tuntas saat sampai di puncak Kawah Ijen menyaksikan Api Biru yang eksotik itu. Ibarat kata Jarjit dalam Ipin Upin: “marvelous, marvelous.” Terima kasih Banyuwangi, terima kasih pak Bupati.
***
Suzan Lesmana - Pranata Humas BRIN