Pejuang

Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Konten dari Pengguna
3 September 2021 8:48 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: OK.Saidin
Ilustrasi - Canon EOS.
"Cis!" terdengar suara jepretan dari kamera DSLR, Tipe EOS 5D Mark IV buatan Jepang. Faris Bashel kemudian memperlihatkan hasil jepretannya. Tampak di layar kameranya foto sahabatnya sedang berdiri kokoh di sebelah patung seorang ibu yang sedang duduk di kursi rendah dan memeluk gadis kecil yang bersandar di bahunya. "Itu Patung Margaret Haughery yang hidup di sekitar tahun 1813-1882", kata Kaitland Kubat salah seorang pengurus Copyright Society of the USA. Patung itu adalah patung seorang ibu dari banyak anak yatim pada zamannya di New Orleans, sebuah kota pelabuhan utama di Amerika Serikat sekaligus kota terbesar di Negara bagian Louisiana. Patung itu dibangun pada tahun 1884 sebagai penghormatan atas dedikasinya terhadap perjuangannya melawan kemiskinan dan merawat para yatim piatu dan kaum miskin yang diurusnya hingga ajal menjemputnya. Patung itu menjadi patung tertua yang merupakan patung pertama yang dibangun di Amerika Serikat, karya Alexander Doyle, seorang pematung muda pada waktu ia diberi tugas untuk membangun proyek itu. Patung itu dibangun di atas situs yang dibebaskan pemerintah kota di antara jalan-jalan Camp, Prytania dan Clio.
ADVERTISEMENT
Faris Bashel, Ali Cetin dan Bahlul serta seorang Profesor adalah sahabat empat serangkai yang tak terpisahkan. Walau tinggal di berbagai belahan dunia yang dipisahkan benua dan samudera, tapi kalau urusan traveling, mereka saling kontak dan bertemu di kota tujuan. Begitulah pada Februari tahun Kabisat, mereka bertemu di New Orleans. Sebenarnya tujuan mereka bukan untuk berlibur, tapi karena Faris Bashel diundang untuk pertemuan tahunan sekaligus seminar dari Asosiasi Copyright Society of the USA (CSUSA), yang berlangsung selama empat hari di mana Faris Bashel menjadi salah seorang anggotanya bersama sahabatnya seorang Profesor Ilmu Hukum yang mendalami bidang kajian tentang Hak Kekayaan Intelektual, maka kesempatan itu dimanfaatkannya untuk traveling. Asosiasi ini bergerak dalam menyampaikan berbagai informasi terkait perlindungan Hak Cipta Amerika di berbagai belahan dunia yang keanggotaannya terbuka.
ADVERTISEMENT
Pada pertemuan empat hari itu banyak kalangan pencipta, penulis buku, novel, musisi, artis dan kalangan akademisi. Semua memberikan kontribusi dalam bidang perlindungan hak cipta dan berkisah tentang perlindungan hak cipta di negerinya masing-masing. Beragam pandangan yang muncul yang semuanya dikompilasi dalam satu buku dan sebagian diterbitkan dalam jurnal beberapa bulan kemudian. Acara itu hanya berlangsung empat hari. Itulah yang menjadi alasan Faris untuk memanfaatkan waktu dan mengundang sahabatnya sekaligus berlibur di Negara adidaya yang sangat konsen terhadap perlindungan hak cipta. Negeri ini telah menempatkan peringkat ke-dua sumbangan Product Domestic Bruto (PDB) negaranya dari sektor Intellectual Property Rights, termasuk hak cipta setelah produk kedirgantaraan dan senjata. Malam harinya pada penutupan pertemuan tahunan asosiasi, rombongan dibawa berkeliling di atas kapal pesiar mewah yang berlabuh di Pinggiran Danau Pontchartrain. Di kapal pesiar Julia Street itu sambil menikmati musik dan makan malam peserta konferensi tahunan itu saling bertukar informasi. Pukul 23.30 rombongan menuruni tangga kapal dan merayap menyusuri lorong-lorong jalan kota New Orleans Orleans yang penuh sesak dengan berbagai pemandangan. Mulai dari tampilan musisi jalanan sampai pada arak-arakan karnaval dengan pakaian khas tradisional penduduk New Orleans. Mereka menghabiskan waktu hingga subuh dan berakhir di ujung trotoar Basin Street dengan bau menyengat dan botol minuman yang berserakan. Kota ini terlihat seperti baru disapu badai Katrina.
ADVERTISEMENT
Faris dan sahabatnya malam itu diperkenankan untuk ikut bergabung dalam jamuan makan malam yang disediakan oleh panitia konferensi dengan dikenakan charge fee sebesar 200 USD per orang. Setelah melepaskan lelah di hotel tua-dengan tarif Rp. 3.800.000 per malam, tarif yang paling rendah untuk penginapan di kota yang terdapat Museum Kematian itu-yang persis terletak di dekat tempat persemayaman "penyihir ratu voodoo, Marie Laveau yang juga tak jauh dari pemakaman tertua di kota New Orleans yang terletak di bagian samping Gereja St Louis yang dibangun tahun 1789, sore harinya Faris dan sahabatnya melanjutkan tournya menuju Jean Lafitte National Historical Park and Preserve yang bersebelahan dengan Danau Cataouatche.
Tak banyak yang diingat Bahlul dari perjalanannya selama sepekan di kota bekas jajahan Prancis itu. Yang paling diingat Bahlul adalah kota ini kaya akan minuman beralkohol, menyeramkan, seks bebas dan surga bagi mereka yang tak percaya akan adanya hari akhirat. Tapi ada yang membuat Bahlul terkesan yakni keramah-tamahan yang ditebar oleh orang-orang yang berpakaian mantel gelap penganut ajaran Okultisme yang mereka sebut Gumbo setiap hari mengelilingi jalan-jalan kota Crescent (nama lain dari New Orleans pada masa penaklukan Prancis). Gumbo setiap harinya menyerukan warga kota pada kebaikan. Satu lagi yang Bahlul ingat adalah patung Margaret Haughery.
Image by JamesDeMers from Pixabay
Dalam benaknya ia ingin tahu tentang siapa Margaret Haughery itu sebenarnya. Bagaimana ia menjalani kehidupannya hingga ia menjadi sosok manusia yang sangat dihormati oleh warga New Orleans? Bahlul memulai membuka diskusi itu dengan Profesor yang duduk di sampingnya yang sedang melepaskan pandangannya ke Danau Cataouatche. "Siapa sebenarnya Margaret Haughery yang dikagumi oleh warga New Orleans ini, Prof?" tanya Bahlul memecahkan keheningan Danau Cataoatche. Sang Profesor menoleh ke arah Bahlul, kemudian membuka laptopnya. Tak berapa lama keluar untaian kata dari bibir Sang Profesor.
ADVERTISEMENT
"Baiklah Bahlul", hamba akan menceritakan sedikit perjalanan ringkas sosok anak manusia yang Engkau tanyakan ini", Professor memulai ceritanya. Menurut catatan ini, sambil mengangkat laptopnya, Patung yang Engkau ceritakan itu adalah patung ibu dari anak-anak yatim. Nama lengkapnya Margareth Gaffney Hughery yang selalu diucapkan dengan "Haw a ree". Dia tokoh dan pelaku sejarah yang dicintai warga New Orleans. Rakyat New Orleans memanggilnya, dengan banyak nama. Ada yang menyebutnya "Margareth Kami" dan kadang-kadang ia dipanggil dengan nama "Wanita Roti New Orleans" karena banyaknya roti yang ia sediakan untuk siapa saja yang membutuhkannya. Ada juga yang menyebutnya "Bunda Yatim Piatu" karena ia memulai kerja sosialnya merawat yatim piatu serta mengabdi dengan cara memberi makan orang miskin dan lapar. Ia adalah seorang janda imigran asal Irlandia yang terlahir miskin dan yatim piatu pada usia muda. Ia memulai kehidupan dewasanya sebagai tukang cuci dan penjaja barang dagangan. Margareth meninggal sebagai pengusaha dan menerima pemakaman kenegaraan yang mendapat penghormatan penuh dari Negara". Namanya menjadi besar, karena ia mengabdi untuk kerja-kerja yang besar, untuk perjuangan yang besar di negerinya pada zamannya. Mengatasi kemiskinan dan penderitaan rakyat banyak ketika itu. Kebesaran itu ia dapatkan di mata manusia, di mata rakyat New Orleans, karena perjuangan dan kerja keras, ketulusan serta keikhlasan untuk mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Pantaslah ia mendapat predikat sebagai pejuang di mata rakyatnya di negerinya dan mendapat penghormatan tertinggi dari Negaranya", demikian penjelasan singkat Sang Profesor.
ADVERTISEMENT
Bahlul menganggukkan kepalanya, dan mencoba mengingat ucapan Sang Profesor pada penggalan kalimat terakhir, betapa kebesaran di mata manusia itu diperoleh dengan ketulusan dalam berjuang dengan keikhlasan untuk mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Tak dapat dibayangkan bagaimana seorang wanita terlahir miskin, kemudian menjadi tukang cuci, ditinggalkan suami, lalu kemudian menjadi pengusaha dan meninggal dengan penghormatan penuh dari Negara. Sebuah kisah perjalanan yang sulit dicerna dengan ilmu ekonomi dan matematika modern.
Malam itu menjelang tidur ingatan Bahlul melayang jauh ke negerinya. Pikirannya menerawang teringat gurunya Syekh Soramettin yang setiap hari walau satu jam ia sempatkan untuk mengunjunginya. Ia melihat ke arah jam tangannya, menunjukkan waktu Pukul 22.15 waktu New Orlean, itu sama dengan pukul 14.15. waktu Istanbul. Ini adalah waktu Syekh Sora menerima murid-muridnya. Bahlul memberanikan diri untuk menelepon guru yang sangat ia hormati itu. Telepon tersambung, terdengar suara Syekh Soramettin memberikan salam. Bahlul dengan singkat menyampaikan pengalamannya selama tujuh hari di New Orleans dan meminta petuahnya terhadap kisah pengalamannya itu.
ADVERTISEMENT
"Ketahuilah Bahlul," ungkap Syekh Soramettin memulai melalui sambungan telepon selularnya. Banyak manusia di muka bumi ini berhasil mewujudkan cita-cita dan keinginannya. Itu dicapainya dengan perjuangan. Jika cita-cita yang hendak dicapai itu besar, maka perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan juga harus besar. Hasilnya akan terwujud berupa kemenangan yang besar pula. Tapi tidak semua orang yang hidup ini ditakdirkan untuk menjadi pejuang yang tangguh. Menjadi pimpinan yang mengobarkan semangat juang dan menyampaikan seruan kepada kaumnya untuk mewujudkan cita-cita perjuangan yang besar dan agung. Ada yang terlahir hanya menjadi prajurit yang berjuang untuk hal-hal yang kecil. Ada yang berjuang untuk keluarganya dan bahkan ada yang hanya berjuang untuk dirinya sendiri. "Wanita Roti New Orleans" yang engkau ceritakan itu Bahlul, berjuang tidak untuk dirinya sendiri, tapi ia berjuang untuk kaum miskin dan papa, untuk anak-anak yatim yang kelaparan. Ia habiskan seluruh hidupnya untuk mengangkat martabat kaum miskin dan anak yatim di negerinya di saat orang lain tidak ada yang peduli. Di saat orang lain tertidur pulas, ia bangun menuangkan susu ke gelas untuk memberi minum yatim yang sedang kehausan di tengah malam. Saat kaum borjuis berpesta mereguk anggur kehidupan dan memakai baju warna warni, ia tampil dengan sandal dan baju sehelai menggendong para bayi yatim yang ia pungut dan kumpulkan dari pinggir jalan. Dia mengobarkan semangat juang untuk melawan kemiskinan dan kebodohan rakyat yang sedang menyelimuti negerinya. Ia menyentakkan kesadaran banyak orang. Bahwa hidup ini bukan hanya untuk sekadar hidup, tapi harus bisa menghidupi banyak orang, harus bisa menyelamatkan kehidupan orang lain di sekitar kita. Itulah semangat perjuangan yang dikobarkan oleh wanita yang dipanggil "Ibu para Yatim" yang Engkau ceritakan itu.
ADVERTISEMENT
Ketahuilah Bahlul ia menjadi Pejuang kemanusiaan dan mengabdi untuk manusia, lalu ia memetik kebesaran di mata manusia dan penguasa Negara. Engkau bayangkan Bahlul, jika Engkau mengabdi kepada Sang Khalik dan Engkau serahkan semua hidup dan matimu kepada Sang Khalik, maka sebesar apa lagi kemuliaan yang akan Engkau dapatkan di mata Sang Khalik. Engkau akan mendapatkan penghargaan yang melampaui dari penghargaan yang manusia dan bahkan Negara berikan. Tidakkah Engkau berharap sebuah penghargaan dari Sang Maha Pemberi Kemuliaan, Bahlul?
Engkau Pun akan mendapat kemuliaan yang lebih seperti gelar yang didapatkan Hamzah bin Abdul Muthalib, Sholahuddin Al Ayyubi, atau seperti gelar yang didapatkan oleh Khalid bin Walid, tapi Engkaupun tak kalah mulianya jika Engkau memilih untuk berjuang seperti yang dilakukan oleh Bilal bin Rabah.
ADVERTISEMENT
Engkau harus ingat kata orang bijak Bahlul, bahwa orang yang mati karena memperjuangkan kebenaran sesungguhnya ia hidup untuk selama-lamanya, sedangkan para pecundang yang takut mati karena memperjuangkan kebenaran sesungguh ia telah mati sebelum nyawanya diambil Sang Khalik. Para pejuang kebenaran-akan terus hidup dan bila ia mati, maka ia-hanya mati satu kali sedangkan para pecundang, -sesungguhnya ia tak pernah hidup dan kalaupun ia hidup-dia akan mati berkali-kali. Oleh karena itu jadilah pejuang kebenaran Bahlul, dan ikutilah jejak para pejuang, jika Engkau ingin meraih gelar kepangkatan tertinggi di mata Sang Khalik.
Syekh Sora menutup pembicaraannya, dan Bahlul-pun memberi salam seraya mengakhiri pembicaraan teleponnya. Di luar masih terdengar suara nyanyian dari para pemusik jalanan. Dari balik kaca jendela Bahlul menyaksikan keramaian malam kota New Orleans dengan cahaya lampu warna warni .
ADVERTISEMENT