Kisah Ajat Mencari Barang Bekas dan Sisa Makanan di Bantargebang

Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap adalah organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global
Konten dari Pengguna
17 November 2021 15:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aksi Cepat Tanggap tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Selain mencari barang bekas di TPST Bantar Gebang, Ajat juga terkadang mengambil sisa makanan yang dibuang. Sesampainya di rumah, sebelum dikonsumsi makanan kembali dimasak.
zoom-in-whitePerbesar
Selain mencari barang bekas di TPST Bantar Gebang, Ajat juga terkadang mengambil sisa makanan yang dibuang. Sesampainya di rumah, sebelum dikonsumsi makanan kembali dimasak.
ADVERTISEMENT
BEKASI – Ribuan pemulung menggantungkan hidupnya di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi. Saban hari, sejak pagi buta hingga mega memerah, mereka berjibaku dengan bau sampah lengkap dengan lalat yang berterbangan di atasnya.
ADVERTISEMENT
Tempat pembuangan sampah terbesar di dunia dengan luas mencapai 100 lapangan sepakbola tersebut, dapat menampung sekitar 39 juta ton lebih sampah. Di atas tumpukan sampah tersebut, pada Ahad (14/11/2021) para pemulung mengais barang bekas dan memilahnya satu per satu. Meski libur, truk pengangkut sampah juga hilir mudik keluar masuk TPST.
Salah seorang pemulung di TPST Bantar Gebang, Ajat (50) sudah enam tahun menjadi pemulung. Sebelumnya Ajat bekerja sebagai tukang sapu di bilangan Monumen Nasional (Monas). Ajat beralih profesi karena penghasilan menjadi tukang sapu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup di Jakarta.
Penghasilan Ajat dari mencari barang bekas mencapai Rp100 ribu per hari. Namun, sejak pandemi Covid-19 dan pemberlakuan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat, penghasilannya menurun 30 persen.
ADVERTISEMENT
“Kalau normal, untuk orang yang sudah tua kaya saya sehari Rp100 ribu, nyari dari jam 04.00 WIB sampai 20.00. Sekarang akibat pandemi dapat Rp70 ribu saja sudah sudah alhamdulillah. Sekarang per kilogram (barang rongsok) cuma dihargai Rp500,” ungkap Ajat saat diwawancarai ACTNews di atas gunungan sampah.
Dengan pendapatan tersebut, Ajat menafkahi istri dan kelima orang anaknya. Meski dengan resiko kecelakaan dan kesehatan yang tinggi, Ajat tetap melakoni pekerjaannya sebagai pemulung. “Kalau tidak mulung, mau kerja apa lagi sudah tua begini?” jelas Ajat.
Selain mencari barang rongsok, terkadang Ajat juga mengambil makanan sisa yang terbuang. Setibanya di rumah, makanan akan dimasak kembali. “Seringnya sosis, ayam dan makanan beku lainnya. Alhamdulillah enggak pernah (sakit), soalnya kita masak lagi kalau enggak nanti bau,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ajat menjadi salah satu penerima manfaat dari Humanity Food Truck yang beraksi di TPST Bantargebang, kolaborasi ACT dengan BTS Army Indonesia. Aksi berbagi makanan gratis tersebut ditujukan untuk para pemulung dan warga sekitar TPS.
“Alhamdulillah dapat nasi gratis lauknya ayam jadi bisa makan ayam. Biasanya nasi lauknya tempe, sayuran, kadang ikan. Kalau ayam apalagi daging enggak pernah mahal soalnya,” pungkasnya.[]