Kisah WNI di Taiwan Jalani Rutinitas di Tengah Kelangkaan Masker

Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap adalah organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global
Konten dari Pengguna
19 Februari 2020 14:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aksi Cepat Tanggap tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Semenjak virus corona mewabah dan merenggut nyawa ribuan orang, harga masker melambung tinggi seiring permintaan. Beberapa tempat di luar negeri bahkan menetapkan denda bagi mereka yang tak mengenakan masker dan sebagian tidak segan merisak orang yang tak menggunakan masker di ruang publik, sebagai bentuk antisipasi terhadap corona. Menyikapi hal tersebut, Tim GHR-ACT mendistribusikan ribuan masker kepada 3 negara yang telah berlangsung selama pekan ini.
ADVERTISEMENT
Antrean pembagian masker oleh Tim GHR-ACT di salah satu kota di Hong Kong. (ACTNews)
ACTNews, TAIPEI, HAPPY VALLEY – Jalan protokol di Jakarta punya peraturan ganjil-genap, di mana mobil boleh melaju di jalan tertentu asalkan nomor belakang platnya sesuai dengan tanggal hari itu apakah ganjil atau genap. Demikian juga peraturan yang hampir sama berlaku di Taiwan saat ini. Namun agak berbeda, peraturan ganjil-genap di Taiwan berlaku justru saat orang ingin membeli masker, semenjak virus corona merenggut nyawa ribuan orang di dunia.
Dengan adanya kelangkaan masker, pihak pemerintah Taiwan mengambil alih cara penjualan. Hanya apotek resmi yang boleh menjual masker untuk mencegah adanya kenaikan harga. Cara pembelian dengan menggunakan KTP khusus kesehatan, semacam kartu BPJS di Indonesia.
“Pembelian juga diatur ganjil-genap. Misalnya Senin, Rabu, dan Jumat untuk pemegang kartu berakhiran nomer genap, sementara Selasa, Kamis, Sabtu untuk pemegang kartu kesehatan berakhiran nomor ganjil. Tetapi untuk WNI, terutama TKI, hal ini cukup menyulitkan karena rata-rata mereka bekerja di pinggir kota, dan di hari biasa juga bekerja. Terkadang sudah antre pun, masih kehabisan stok,” kata Dwi Susanti sebagai Perwakilan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan pada Senin (16/2).
ADVERTISEMENT
Harga masker di Kota Taipei, tempat Dwi tinggal, terbilang masih cukup terjangkau. Sekitar 10-20 New Taiwan Dollar (NTD) per lembarnya atau setara Rp7 ribu – Rp9 ribu. Tetapi harga tersebut berbeda dengan yang ada di Hong Kong yang mencapai puluhan ribu per lembarnya.
“Sudah mahal dan barangnya langka. Satu kotak harganya berkisar antara 400-500 Dolar Hong Kong (HKD). Kalau dihitung per lembar, kira-kira Rp80 ribu sampai Rp90 ribu,” kata Yana Sulistyana, WNI yang kini berada di Happy Valley, .
Tetapi keadaan kini buat mereka terhimpit. Kendati masker mahal, terdapat beberapa tempat yang mengharuskan warganya memakai masker sebagai bentuk pencegahan terharap virus corona. Seperti di tempat Dwi bekerja saat ini di Kota Taipei, beberapa institusi publik mengenakan denda dengan nominal tertentu kepada masyarakat yang tidak memakai masker.
ADVERTISEMENT
“Ada denda dari agensi untuk teman-teman pekerja. Karena (pekerjaan saya) saat ini berhubungan dengan lansia. Dan menurut data, orang-orang berumur di atas 50 tahun paling rentan terinfeksi,” jelas Dwi.
Sementara di Happy Valley, sanksi sosial yang ringan menunggu mereka yang tidak mengenakan masker di ruang publik. Yana mengatakan, bahkan orang yang tidak memakai masker akan dirundung oleh masyarakat saat berada di tempat umum. Ia mencontohkan situasi di dalam bis kota.
“Kalau tidak pakai masker akan diasingkan. Jika ingin naik (tanpa masker) bisa disuruh turun. Kalaupun nekat naik, maka tidak boleh duduk atau rela di-bully oleh penumpang lain,” kata Yana, menceritakan sedemikian antisipatifnya orang-orang terhadap virus berbahaya ini.
Tingginya kebutuhan masker oleh saudara-saudara di sejumlah wilayah yang terpapar virus corona menggerakkan kepedulian dermawan Indonesia. ACT menyampaikan amanah kepedulian ini kepada WNI di sejumlah negara terdampak, seperti Taiwan, Hong Kong, dan Singapura.
ADVERTISEMENT
“Pekan ini, total ada 1.610 masker yang kita distribusikan ke Taiwan, Singapura dan Hong Kong. Pendistribusian ini mengingat ada saudara-saudara kita yang membutuhkan masker akibat kondisi yang mendesak saat ini,” kata Sucita Ramadinda dari tim Global Humanity Response – ACT.
Pembagian masker tersebar di berbagai titik di negara tersebut. Mengingat para pekerja juga tidak dapat sering keluar, maka pembagian dilakukan secara bertahap. Pendistribusian masker dibantu juga oleh institusi-institusi terkait seperti PCIM di Taiwan, dan Indonesian Muslim Student Association (IMSA), ILHAM, dan UB Foundation di Hong Kong. “Kita WNI di sini, sangat bersyukur ada bantuan masker dari ACT. Karena selain belinya susah, terkadang stok juga tidak ada,” kata Dwi.
Baik Dwi maupun Yana ke depannya berharap, virus corona teratasi sehingga mereka dapat kembali beraktivitas dengan normal ke depannya. Mereka juga berharap adanya campur tangan lebih jauh dari pemerintah selama mereka menghadapi kondisi ini.
ADVERTISEMENT