8 Titik Alat Deteksi Likuefaksi Buatan Untad Akan Dipasang di Sulteng

Konten Media Partner
17 Februari 2021 16:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dua pengunjung saat melihat lebih dekat lokasi likuefaksi Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu. Foto: Dok. PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Dua pengunjung saat melihat lebih dekat lokasi likuefaksi Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu. Foto: Dok. PaluPoso
ADVERTISEMENT
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) akan memasang alat pendeteksi likuefaksi temuan dosen Universitas Tadulako (Untad) di dua daerah, yaitu Kota Palu dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Di dua daerah ini merupakan lokasi terjadinya likuefaksi sebagai dampak lanjutan dari gempa 28 September 2018 di Sulteng.
ADVERTISEMENT
"Rencananya akan kami pasang akhir tahun 2021 di 8 titik, rencananya di Kabupaten Sigi dan Kota Palu," kata Plt. Kasubid Kesiapsiagaan BPBD Sulteng, Ashrafuddin, Rabu (17/2).
Namun, sebelum pemasangan katanya, pihaknya akan mengkoordinasikan terlebih dulu kepada Badan Informasi Geospasial (BIG).
"Untuk titik-titik pemasangannya itu kita harus koordinasi dulu ke Badan Geospasial karena mereka yang tahu titik rawan atau yang sangat rawan, itu kan ada petanya," ujarnya.
Ia menjelaskan, pendeteksi likuefaksi yang pertama kali ditemukan oleh sejumlah dosen Universitas Tadulako (Untad) tersebut, dinamakan sebagai Alat Monitoring Potensi Likuefaksi dan merupakan alat pendeteksi likuefaksi pertama yang ada di Sulteng.
"Kebetulan dosen-dosen di Untad bisa buat, nah kita kerjasama dan memang itu pertama ada di Sulawesi Tengah," jelasnya.
Dua WNA sedang melintas di lokasi likuefaksi Jono Oge, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Foto: Dok. PaluPoso
Menurutnya, alat pendeteksi itu sudah jadi dan sudah dipresentasikan oleh dosen-dosen Untad. Namun masih dalam proses pengujian kembali agar alat tersebut bisa bekerja secara maksimal.
ADVERTISEMENT
Sistem kerja alat itu lanjutnya, apabila terjadi pergeseran tanah akan berbunyi seperti sirene.
"Nanti alatnya itu akan ditanam di dalam tanah, ada semacam box begitu di luar, jadi ketika suhu tanah berubah di dalam tanah dan ada getaran dengan skala sekian, akan mengeluarkan bunyi seperti sirene," katanya.
Dari sisi biaya tambahnya, harga alat tersebut terbilang murah dibanding dengan alat yang dipesan dari luar negeri.
"Saya tidak bisa bilang angka, yang jelas harganya sangat jauh lebih murah dari pada kita pesan yang biasanya mencapai ratusan juta rupiah," ujarnya.
Setelah alat pendeteksi likuefaksi itu dipasang, menurut Ashrafuddin, pihak BPBD akan segera mensosialisasikan kepada masyarakat disekitar lokasi alat itu dipasang.
Salah satu rumah penduduk yang menjadi korban likuefaksi di Jono Oge, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Foto: Dok. PaluPoso