Abrasi Ancam Permukiman Warga Desa Taipa, 34 Rumah Disarankan Relokasi

Konten Media Partner
20 September 2022 9:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Kepala Desa Taipa, Weliones Gintu berada di tanggul penahan air yang dibangun BWSS III sepanjang 700 meter tahun 2018. Foto: TimPaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Kepala Desa Taipa, Weliones Gintu berada di tanggul penahan air yang dibangun BWSS III sepanjang 700 meter tahun 2018. Foto: TimPaluPoso
ADVERTISEMENT
Abrasi yang terjadi di pesisir Danau Poso Desa Taipa, Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, mengancam permukiman warga dan sebanyak 34 KK yang tinggal di pesisir danau disarankan untuk direlokasi.
ADVERTISEMENT
Akademisi Universitas Tadulako sekaligus Pengamat Kebencanaan Sulawesi Tengah, Abdullah mengatakan penyebab penurunan tanah di Desa Taipa adalah formasi batuan di daerah tersebut merupakan lapisan sedimen yang porositasnya (ruang kosong) tinggi.
“Jika ada gempa dengan 6 magnitudo dan pusatnya relatif dekat dengan permukaan tersebut maka bisa terjadi seperti di daerah Tompe dan Lampio Kabupaten Donggala, selain itu juga rawan tsunami,” kata Abdullah, Senin (19/9).
Menurut Abdullah, Desa Taipa terdapat sesar Poso dan ia telah menyarankan kepada warga di desa tersebut agar relokasi dan membangun rumah jauh dari tepi danau.
“Pernah saya bilang ke warga Taipa, kalau ada rezeki, rumah-rumah yang ada dekat tepi danau tidak usah diperbaiki dan sebaiknya digunakan untuk membeli tanah yang agak jauh dari danau,” sebutnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, menurut mantan Kepala Desa Taipa, Weliones Gintu, pengikisan pesisir danau terjadi sejak tahun 2016 dan tahun 2018 pemerintah melalui Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III telah membangun tanggul sepanjang 700 meter.
“Sejak tahun 2017 tidak pernah surut lagi airnya dan jarak tepi danau dengan permukiman warga tinggal 30 meter,” sebutnya.
“Kita antisipasi memang melarang jangan lagi membangun di tepi danau karena tanggul yang sekarang ini tidak menjamin puluhan tahun ke depan,” terangnya.
Terkait dengan relokasi, kata Weliones ada rencana relokasi secara mandiri namun membutuhkan biaya.
“Dulu pernah kami ajukan sampai ke pemerintah provinsi bagaimana penanganan warga yang terdampak ini,” jelasnya. *(LI)