Begini Suasana Pengungsi di Palu Saat Waktu Berbuka akan Tiba
ADVERTISEMENT
Matahari baru saja terbenam masuk peraduannya. Jalanananpun mulai ramai kendaraan bersilewerang, baik roda empat maupun roda dua. Mereka terlihat bergegas ingin segera kembali ke rumah, menanti buka puasa bersama keluarga masing- masing.
ADVERTISEMENT
Tapi tidak bagi sebagian warga, apalagi yang terdampak bencana, seperti ketika media ini masuk menelusuri shelter pengungsian Lere, di Jalan Ponegoro, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Senin (27/5).
Waktu telah menunjukkan pukul 17.30 Wita, tapi sebagian warga masih berjibaku berkerumun pada sebuah mobil tangki penyuplai air. Mereka mengantri untuk mendapatkan jatah air bersih, dipakai untuk kebutuhan minum dan memasak.
Di antara kerumunan itu, nampak terlihat para pria paruh baya serta ibu-ibu. Ada juga sebagian remaja tanggung, tampak asik saja mengambil air bersih dari tangki, meski terdengar lantunan ayat Alquran dari sebuah mushola As- Siddiq yang terletak di shelter pengungsian Lere, menandakan tidak lama lagi waktu berbuka puasa akan tiba.
ADVERTISEMENT
Di Mushola As- Siddiq tersebut terlihat lebih banyak anak-anak, mereka begitu terlihat ceria menanti waktu buka puasa bersama.
Salah satu pengungsi shelter, Mahmudian (38) mengatakan, mobil penyuplai tangki ini baru saja masuk untuk menyuplai air.
"Biasanya untuk kebutuhan air minum dan masak, membeli air galon Rp 5000 pergalon, " katanya.
Hal itu dilakukan, kata dia, sebab mesin penjernih air yang ditempatkan di shelter pengungsian tersebut sudah beberapa hari mengalami kerusakan dan masih dalam perbaikan.
Mahmudin mengatakan, penghuni di shelter Lere ini merupakan warga Kelurahan Lere, yang rumahnya roboh dan tersapu tsunami. Lokasi rumah mereka tak jauh dari lokasi Jembatan IV yang juga luluh lantak karena gempa dan tersapu tsunami.
ADVERTISEMENT
Tapi sayangnya kata dia, kondisi yang dialami mereka kurang mendapat perhatian pemerintah. Misalnya, dalam mendapatkan bantuan jadup yang dijanjikan Rp 10 ribu perjiwa/hari, terhitung sejak kejadian gempa, namun hingga kini tak kunjung terealisasi.
Padahal kata dia, di shelter lain sudah ada yang mendapatkannya. "Tidak tahu apa penyebabnya," ujarnya.
Iapun merasa bingung, apakah Lurahnya kurang proaktif atau bagaimana,.
Dia berharap apa yang menjadi hak dari penyintas, sesuai yang telah diatur dan ditetapkan pemerintah, agar segera disalurkan secara merata dan adil serta tepat sasaran.
Di Shelter Lere ini ada sekitar 205 tenda, dalam setiap tenda, kadang terdapat dua kepala keluarga.
Kontributor: Ikram